Leo Wattimena

Saya sangat senang buku ini akhirnya bisa terbit karena menyusunnya sungguh tidak mudah mengingat Leo Wattimena telah meninggal dunia pada tahun 1976.

Jumat, 23 Mei 2025 | 07:05 WIB
0
8
Leo Wattimena
James Luhulima dan buku yang ditulisnya (Foto: Facebook)

Kisah seorang penerbang legendaris pada era tahun 1950-an dan tahun 1960-an menarik untuk dituturkan. Pesawat yang diterbangkan adalah pesawat tempur P-51 Mustang. Pada masanya, pesawat itu termasuk pesawat tempur andalan di dunia.

P-51 Mustang tercatat sebagai satu-satunya pesawat tempur yang mampu melaksanakan tugas pengawalan (escort duty) terhadap pesawat pembom, dan sekaligus dapat melaksanakan serangan secara mandiri dengan persenjataan yang dibawanya.

Memang dibandingkan dengan pesawat-pesawat tempur yang dimiliki Angkatan Udara saat ini, secara teknologi dan kemampuan pesawat P-51 Mustang sudah tertinggal sangat amat jauh, tetapi itu yang membuat tantangan yang dihadapi oleh penerbang pesawat tempur P-51 Mustang jauh lebih besar.

Kemahiran, keandalan dan keberanian penerbang tempur seperti Leo Wattimena saat menerbangkan pesawat itu membuat namanya melegenda di Angkatan Udara Republik Indonesia.

Performa itu tidak hanya ditunjukkan Leo Wattimena pada saat latihan semata, melainkan juga dalam pertempuran udara pada pemberontakan PRRI/Semesta.

Penerbang-penerbang tempur Angkatan Udara selanjutnya walaupun memiliki pesawat-pesawat tempur yang lebih mutakhir dan lebih canggih, tetapi tidak pernah lagi terlibat dalam pertempuran udara. Sejak tahun 1970-an hingga kini, penerbang tempur Angkatan Udara tidak pernah terlibat dalam pertempuran udara, ataupun dengan lawan atau negara yang memiliki persenjataan penangkis udara yang modern.

Bahwa penerbang-penerbang tempur itu mengikuti atau berpartisipasi dalam latihan-latihan multinasional dan sangat kompleks, tetapi tanpa bermaksud mengecilkan, pertempuran sungguhan dan latihan itu suasananya sungguh berbeda.

Latihan dan simulasi pertempuran udara sangat penting untuk terus-menerus dilakukan sehingga apabila pertempuran udara udara benar-benar terjadi, semua penerbang tempur sudah siap sedia. Apapun pesawat tempur yang digunakan, yang terpenting adalah kesiapan penerbangnya, baik secara teknis maupun mental. Ingatlah pepatah, man behind the gun.

Saya sangat senang buku ini akhirnya bisa terbit karena menyusunnya sungguh tidak mudah mengingat Leo Wattimena telah meninggal dunia pada tahun 1976.

Namun, pada saat yang sama saya juga sangat sedih karena Patricia Maria Wattimena, putri ketiga Leo Wattimena, yang meminta buku ini ditulis, tidak sempat menyaksikan buku ini terbit. Ia telah mendahului kita pada 30 Januari 2023.

Pada halaman 13, ada kekeliruan, tertulis Roesmin Nurjadin (KSAU, 1966-1969) adalah lulusan Taloa. Roesmin Nurjadin bukan lulusan Taloa. Mohon maaf atas kekeliruan itu.

***