"The death of Facebook" tentu masih lama, tetapi bisa saja kematian itu dimulai dari "the death of dad joke" akibat keseringan melarang humor bapak-bapak.
Saya merasakan betul akhir-akhir ini Facebook sudah ga asyik lagi. Kalau saja Tiongkok atau Arab bikin media sosial macam Facebook dan bisa dinikmati di sini, boleh jadi saya sudah beralih ke sana, secara saya gampang pindah ke lain hati untuk urusan bermedsos.
Di Facebook, sedikit-sedikit nge-banned, sedikit-sedikit nge-banned, nge-banned kok sedikit-sedikit!
Terhitung sudah tiga kali saya terkena hukuman harian, yaitu ga boleh beraktivitas di Facebook selama 24 jam. Paling parah sampai tiga hari dan itu banned (larangan) pertama buat saya. Konon, kalau sudah terkena banned sekali saja, maka mesin pinternya Facebook akan mengawasi penggunanya lebih ketat lagi.
Dua hari lalu, saya kena banned lagi. Tidak tanggung-tanggung, ada empat postingan yang dianggap medsos bikinan Tuan Zuckerberg ini yang dianggap melanggar standar komunitas.
Saya ga pernah paham, komunitas mana yang jadi rujukan dan celakanya Facebook ga pernah ngasih tau. Padahal, yang saya unggah adalah semacam "dad joke", humornya bapak-bapak, seiring usia yang memang sudah menginjak bapak-bapak, bahkan mungkin sudah berada di zona aki-aki. Saya mendapatkan istilah "dad joke" ini dari Si Sulung.
Pertama saya mengunggah foto perempuan dari belakang dan sedemikian seksi bokongnya sampai-sampai unggahan saya itu dinikmati bapak-bapak. Ada teks di bawah foto berupa percakapan suami-istri, di mana si istri protes karena suaminya dianggap genit sudah memotret bokong seksi perempuan lain di jalan. Si suami menjawab, "Bu, kapan lagi bapak memotret anjing yang sedang nyetir mobil?"
Tentu mata bapak-bapak akan tertumbuk pada bokong perempuan yang maaf, seperti tidak pakai CD itu, padahal di latar belakang memang ada pose seekor anjing yang sedang duduk di belakang kemudi sebuah sedan. Nah, gambar ini dibredel admin Facebook dengan alasan melanggar standar komunitas.
Unggahan kedua status pendek terkait peristiwa kekinian yang berbunyi, "Anda harus bisa bedakan mana Typo, mana Typu". Konteksnya adalah APBD DKI Jakarta yang konon salah ketik alias typo. Status singkat ini pun dianggap melanggar standar komunitas. Sejak kapan Anies Baswedan punya komunitas, batin saya. Tapi, ya sutralah...
Ketiga video pendek yang menggambarkan dua ekor ayam jago yang sedang nyeruput kopi bergantian dengan teks di tubuh video itu, "Ngopi dulu, yuk!" Video inipun lagi-lagi dianggap melanggar satandar komunitas. Hebat juga ayam sekarang bisa mempengaruhi admin Facebook, pikir saya.
Keempat, ini yang bikin geleng-geleng kepala tak habis pikir. Saya posting tulisan ringan oleh-oleh dari Bali, sebuah tulisan berdasarkan peristiwa berjudul "Suara dan Langkah Setan?" Teks yang lumayan panjang inipun lagi-lagi dianggap melanggar standar komunitas.
Saya banding untuk larangan yang terakhir ini, sebab sudah sangat keterlaluan dan saya yakin setan belom bikin komunitas, sehingga belom bisa mempengaruhi admin facebook. Untungnya banding diterima dan tulisan itu bisa muncul kembali.
Kecuali unggahan terakhir, tiga unggahan sebelumnya saya klasifikasikan sebagai "dad joke" itu, humor bapak-bapak yang belum tentu bisa diterima kaum milenial atau anak-anak muda. Kenapa ga nyambung karena mungkin ada "perception gap" di antara kaum milenial dan kolonial seperti saya. Soal ini, nanti saya ulas lain waktu.
Berkaca dari ulah admin Facebook yang kelewat sensitif tapi tidak menunjukkan kecerdasan sama sekali, saya akhirnya bakal mengurangi "dad joke". Tidak bakalan ada lagi postingan video lucu di mana saya punya "database"-nya dan tinggal unggah saja.
Juga saya bakal mengurangi bikin status satir bin nyinyir yang bikin sebagian orang (biasanya dari golongan kampret yang bermutasi jadi kadrun) bereaksi keras, misuh-misuh dan pada gilirannya bisa saja bersekutu untuk melaporkan akun saya rame-rame agar diberangus. Keseringan dilaporin begini, bisa tumbang juga akun saya.Ketika saya bertekad mengurangi humor-humor ringan khas bapak-bapak, mungkin inilah "the death of dad joke" di Facebook. Lama-lama kelamaan Facebook hanya tinggal teks yang menjemukan, ibarat membaca makalah digital yang "full text".
Anak-anak muda yang semula menggunakan Facebook di berbagai belahan dunia boleh jadi sudah merasakan kejenuhan ini dan ramai-ramai beralih ke medsos lain. Ke Tik Tok, misalnya, yang ternyata sangat dicemburui Tuan Zuck.
"The death of Facebook" tentu masih lama, tetapi bisa saja kematian itu dimulai dari "the death of dad joke" akibat keseringan melarang humor bapak-bapak.
Be careful, Mark!
#PepihNugraha
Tulisan sebelumnya: Sketsa Harian [32] Senyummu, Deritaku
***
Welcome Citizen Polite!
Setelah melalui perjalanan cukup panjang sebagai website warga menulis politik yang ekslusif, kini PepNews terbuka untuk publik.
Para penulis warga yang memiliki minat dan fokus pada dunia politik mutakhir Tanah Air, dapat membuat akun dan mulai menuangan ide, pandangan, gagasan, opini, analisa maupun riset dalam bentuk narasi politik yang bernas, tajam, namun tetap sopan dalam penyampaian.
Wajah berganti, tampilan lebih “friendly”, nafas tetaplah sama. Perubahan ini bukan hanya pada wajah dan rupa tampilan, tetapi berikut jeroannya.
Apa makna dan konsekuensi “terbuka untuk publik”?
Maknanya, PepNews akan menjadi web portal warga yang tertarik menulis politik secara ringan, disampaikan secara bertutur, sebagaimana warga bercerita tentang peristiwa politik mutakhir yang mereka alami, lihat dan rasakan.
Konsekuensinya, akan ada serangkaian aturan adimistratif dan etis bagi warga yang bergabung di PepNews. Aturan paling mendasar adalah setiap penulis wajib menggunakan identitas asli sesuai kartu keterangan penduduk. Demikian juga foto profil yang digunakan.
Kewajiban menggunakan identitas asli berikut foto profil semata-mata keterbukaan itu sendiri, terlebih untuk menghindari fitnah serta upaya melawan hoax.
Terkait etis penulisan, setiap penulis bertanggung jawab terhadap apa yang ditulisnya dan terhadap gagasan yang dipikirkannya.
Penulis lainnya yang tergabung di PepNews dan bahkan pembaca umumnya, terbuka memberi tanggapan berupa dukungan maupun bantahan terhadap apa yang ditulisnya. Interaktivitas antarpenulis dan antara pembaca dengan penulis akan terbangun secara wajar.
Agar setiap tulisan layak baca, maka dilakukan “filtering” atau penyaringan tulisan berikut keterangan yang menyertainya seperti foto, video dan grafis sebelum ditayangkan.
Proses penyaringan oleh administrator atau editor dilakukan secepat mungkin, sehingga diupayakan dalam waktu paling lambat 1x24 jam sebuah tulisan warga sudah bisa ditayangkan.
Dengan mulai akan mengudaranya v2 (versi 2) PepNews ini, maka tagline pun berubah dari yang semula “Ga Penting Tapi Perlu” menjadi CITIZEN POLITE: “Write It Right!”
Mari Bergabung di PepNews dan mulailah menulis politik!
Pepih Nugraha,
CEO PepNews