Sketsa Harian [32] Senyummu, Deritaku

Tapi tidak ada kondisi paling berbahaya sekaligus menyedihkan kalau kamu pas lagi sorangan dan tidak sedang membaca buku apapun, eeehh... kamu senyam-senyam sendirian.

Minggu, 24 November 2019 | 11:45 WIB
0
384
Sketsa Harian [32] Senyummu, Deritaku
Ilustrasi senyum (Foto: Blogger.com)

Tersenyumlah, maka dunia pun akan berubah cerah!

Kekayaan tak terkira yang kamu punya namun bisa diberikan kepada orang lain begitu saja adalah senyum. Kekayaan lain? Bahkan pakaian bekas pun kamu sulit melepas, sekedar diberikan kepada liyan yang lebih membutuhkan.

Senyum. Harta ini bukan hasil usaha, tidak juga warisan orangtua. Sudah tersemat dan terukir begitu saja sejak manusia lahir. Jangankan senyum, bahkan tangisan bayi untuk pertama kali lahir ke dunia sanggup membuat ibunda tersenyum, meski baru saja merasakan sakit luar biasa dan rasa sakit itu masih terasa.

Senyum bayi adalah harta tak ternilai bagi seorang ibu. Senyum istri kepada suami menandakan ada kebahagiaan di sana. Sebaliknya, senyum suami kepada istri menandakan ada keikhlasan tertanam di sana. Dengan senyum, sepertinya persoalan dunia yang ruwet sudah diminimalisir sedemikian rupa.

Ada senyum iklhas, ada juga senyum culas.

Senyum iklhas dilakukan secara otomatis oleh otot-otot dan tarikan urat yang membuat kamu tampak manis, padahal sebenarnya ga manis-manis amat. Sebaliknya, secantik apapun wajahmu jika melepas senyum culas, maka senyum itu terlihat hambar, kecut dan terkadang menyeramkan. Wajahmu yang cantik berubah jadi antik. Dan, wajah antik bisa dijual ke tukang loak.

Senyum kadang juga digunakan sebagai kamuflase untuk menutupi kesedihan atau kekecewaan. Orangtua yang mendapat laporan langsung buah hatinya bahwa nilainya jelek dan bahkan terancam tidak naik kelas, harus tetap senyum sebagai penanda bahwa ia tidak panik. Dengan senyum itu pula ia berkata, "Kamu pasti bisa perbaiki nanti, asal lebih giat belajar ya, Nak!"

Ada senyum manis, ada juga senyum sinis. Senyum jenis ini, senyum sinis, kadang saudaraan sama senyum bengis.

Senyuman seorang kembang desa di ujung jalan setapak sana bisa meruntuhkan imanmu. Iya, kamu yang cowok, senyum yang mampu melupakan sejenak pacarmu di kota. Kamu segera bandingkan senyum si kembang desa yang memikat dengan senyum pacarmu di kota yang sebenarnya juga tak kalah manis. Lalu jatuh hati.

Tapi ketauilah, jarak bisa mengubah persepsimu terhadap preferensimu. Jadi, jangan lama-lama berjauhan!

Konon senyum paling misterius adalah senyum Monalisa, tapi bagi saya tidak semesterius mantan terindah yang kemarin menyungging senyum tapi hari ini dia bilang " lo, gue, end!"

Pak Harto dijuluki "the smiling general", jenderal dengan wajah full senyum. Tapi kalau kamu baca-baca sejarah, maka kamu segera tahu bahwa di balik senyum sang jenderal itu tersimpan kebengisan yang tiada tara bagi yang pernah merasakan sebagai korbannya. Itu sisi buruknya. Sisi baiknya, bukankah ia Bapak Pembangunan Indonesia?

Senyum konon menjadi mata uang yang berlaku di mana-mana di seluruh dunia. Kemana pun kamu pergi, senyum itu laku sebagai alat tukar perasaan sekaligus persahabatan. Lebih baik bawa senyum kemana-mana daripada bawa uang. Kalau saya sih pilih bawa uang ke mana-mana sambil tetap tersenyum.

Senyum juga ada waktunya, ada momennya, juga kepada siapa senyum itu diberikan. Ga masalah kalau kamu senyam-senyum sendiri saat baca buku yang menerbitkan kelucuan.

Tapi tidak ada kondisi paling berbahaya sekaligus menyedihkan kalau kamu pas lagi sorangan dan tidak sedang membaca buku apapun, eeehh... kamu senyam-senyam sendirian.

Psikiater, mana psikiater!?

#PepihNugraha

***

Tulisan sebelumnya: Sketsa Harian [31] Langkah dan Suara Misterius Itu