Harianto Badjoeri [44]: Mengayomi Pelaku Usaha, Menjinakkan Mafia

Sebagai pelaku usaha, Kukuk harus berani mengakui bahwa belum ada figur birokrat yang secakap HB dalam mengelola iklim usaha wisata di Ibu Kota sekarang ini.

Senin, 23 Desember 2019 | 14:10 WIB
0
471
Harianto Badjoeri [44]:  Mengayomi Pelaku Usaha, Menjinakkan Mafia
Kukuk dan Harianto Badjoeri (Foto: dok. pribadi)

Bukan pekerjaan mudah untuk membangun dan mengayomi pelaku usaha wisata, khususnya usaha hiburan malam di Ibu Kota ini. Banyak orang dan mafia yang selalu merongrong usaha jenis itu. Tetapi, Harianto Badjoeri ---yang akrab disapa HB oleh para sahabatnya ini mampu membangun dan mengayomi pelaku usaha wisata selama tiga dekade (30 tahun).

Sebagai birokrat yang aktif di Dinas Pariwisata maupun Satuan Polisi Pamong Praja DKI Jakarta, HB mendapat pujian dari para pelaku usaha sektor wisata, terkhusus usaha hiburan malam seperti diskotek, karaoke, pub, klub malam, kafe, bar, maupun pusat kebugaran.

Salah seorang pelaku usaha yang memuji HB adalah Kukuk, seorang pendiri dan pemilik Millenium Executive International Club, sebuah usaha jenis bar dan karaoke di kawasan Jalan Gajah Mada, Jakarta Pusat.

Di era HB di pemerintahan Provinsi DKI, usaha hiburan malam mengalami masa jaya-jayanya. Pelaku usaha banyak yang antre mengajukan izin usaha, karena potensi ekonomisnya sangat tinggi.

Iklim usaha juga sangat kondusif, karena HB benar-benar birokrat yang punya kepiawaian dalam menjalankan koordinasi antarinstansi yang bersinggungan dengan usaha hiburan malam secara paripurna. Yang tidak kalah penting lagi adalah kepiawaian HB dalam “menjinakkan” kalangan mafia yang berpotensi menganggu iklim usaha hiburan malam. 

Kukuk sendiri bercerita bahwa dia mengenal HB sekitar tahun 1999, tepatnya ketika Indonesia sedang bangkit dari keterpurukan usai dilanda rusuh politik pada 1998. Waktu itu, Kukuk yang berasal dari Sukabumi, Jawa Barat ingin membuka usaha sekaligus membantu menyerap tenaga kerja yang melimpah usai dilanda kelumpuhan ekonomi nasional.

Ketika dalam proses membuka usaha itulah, dia berkenalan dengan HB yang waktu itu hanya seorang birokrat tingkat rendah, tepatnya sebagai kepala seksi di Dinas Pariwisata DKI. Meski waktu itu hanya birokrat tingkat rendah, HB di mata Kukuk punya pengaruh kuat di lingkungan instansinya bekerja.

“Bapak Harianto waktu itu layaknya pejabat teras. Semua pegawai segan pada beliau,” kata Kukuk.

Sikap HB yang selalu membantu kesulitan ini membuat pelaku usaha dengan senang hati berhubungan dengannya. HB seperti menjadi konsultan bisnisnya pelaku usaha yang akan memulai berbisnis maupun yang sedang menghadapi masalah dengan usaha hiburan malamnya.

“Dan, Pak Harianto ini dengan cepat memberi solusinya bila kami mengalami masalah,” kata Kukuk.

Usaha hiburan malam yang banyak menghadapi masalah tidak ditampik oleh Kukuk, karena jenis usaha ini banyak bersinggungan dengan banyak kepentingan. Mulai mafia, mata rantai bisnis minuman, sampai hal-hal yang dianggap kontroversi dengan peraturan maupun adat istiadat.

Itulah mengapa pelaku usaha sektor ini membutuhkan kehadiran seorang HB di tengah-tengah mereka. HB punya keterampilan dalam menjaga iklim usaha hiburan malam tetap kondusif dan menjadi salah satu sumber devisa maupun lapangan kerja bagi ribuan orang di Ibu Kota ini.

Semua pemangku kepentingan mulai dari kalangan pelaku usaha, birokrat, aparatur keamanan, elemen masyararakat, bahkan sampai mafia pun dirangkul HB agar ikut menjaga iklim usaha wisata agar selalu kondusif kondusif.

Usaha sektor wisata sangat membutuhkan situasi yang amat kondusif, karena amat sensitif terhadap berbagai gangguan sekecil apapun. Sektor wisata bisa menjadi radarnya untuk mengukur tingkat stabil tidaknya iklim usaha dan politik suatu kota bahkan negara.

Bila sektor wisata sudah lesu berarti perekonomian dan politik pasti sedang mengalami gangguan. Karena mana ada orang bepergian membelanjakan uangnya untuk menikmati dunia hiburan bila duit tidak punya dan situasi tidak nyaman.

Untuk mengelola sektor ini agar selalu kondusif sudah pasti dibutuhkan figur yang kuat sekaligus luwes. Di tangan HB, baik ketika dia bertugas di Dinas Pariwisata maupun di Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP), usaha hiburan mengalami kejayaan yang menggembirakan.

“Nyaris aman tidak ada gejolak berarti, karena Pak Harianto berpegang pada aturan yang adil dalam menjaga iklim usaha ini,” kata Kukuk.

Kelebihan HB dalam mengelola iklim usaha hiburan malam dibanding figur lainnya adalah karena dia bisa menyelami denyut nadi industri tersebut. Dia amat mengetahui detil permasalahan yang terjadi di situ, sehingga dia bisa ikut mengambil kebijakan sesuai harapan pelaku usaha maupun pemangku kepentingan lainnya.

Setiap kebijakan yang dibuat HB selalu memberi pengayoman kepada pelaku usaha. Bagaimana juga, pelaku usaha tidak boleh dirugikan karena mereka adalah orang-orang yang menggerakkan perekonomian, termasuk dalam menyerap tenaga kerja yang begitu melimpah.

Di sini lain, HB juga tetap mengakomodir harapan elemen masyarakat yang mewakili adat istiadat maupun nilai-nilai keagamaan. Nilai-nilai adat dan agama tetap harus dijunjung agar usaha hiburan yang berkembang tidak membawa benturan sosial.

Semuanya ditangani HB secara adil dan memberi manfaat bagi semua pihak. Tidak boleh ada yang menanggung rugi. Semuanya mesti bahagia. Sekali lagi, semuanya mesti bahagia, karena bahagia adalah hak semua orang. Itu prinsip HB dalam setiap kebijakannya yang dia ambil di manapun dia berada.

Sebagai pelaku usaha, Kukuk harus berani mengakui bahwa belum ada figur birokrat yang secakap HB dalam mengelola iklim usaha wisata di Ibu Kota sekarang ini.

Bila ada figur birokrat secakap HB, pelaku usaha tentu akan menyambutnya dengan senang hati. Mereka rindu dengan figur birokrat yang sanggup mengayomi pelaku usaha sekaligus sanggup menjinakkan para mafia. 

 Krista Riyanto

*** 

Tulisan sebelumnya: Harianto Badjoeri [43]: Bersyukur dan Bahagia dalam Sakit