Matinya Juragan Tembakau di Tangan Pembunuh Bayaran

Cinta tidak mengenal batas usia. Ia bisa mengubah seseorang menjadi gelap, sebaliknya bisa bikin wajah seseorang berbinar-binar.

Selasa, 26 Maret 2019 | 21:18 WIB
0
661
Matinya Juragan Tembakau di Tangan Pembunuh Bayaran
Ilustrasi pembunuhan (Foto: Aceh Bisnis)

"Lendir, oohh lendir... kamu bukan sembarang lendir, apalagi lendir bekicot." Tetapi kamu adalah lendir kenikmatan, air surgawi. Dalam bahasa Sunda disebut "cai kaheman", artinya air kasih sayang, air cinta.

Orang bisa menjadi gelap mata atau terang mata hanya gara-gara masalah lendir surgawi. Dan semua itu berawal dari kisah percintaan dua insan berlainan jenis. Terkadang, kisah percintaannya seperti novel-novel yang mengisahkan kesetiaan, pengkhianatan, intrik dan berakhir dengan pembunuhan.

Musuh dalam selimut bukan sekedar istilah atau peribahasa, tetapi musuh dalam selimut dalam arti yang sesungguhnya. Pasangan atau suami-istri bisa menjadi musuh dalam selimut kalau salah satunya mengkhianati kesetiaan atau melakukan perselingkuhan.

Yang awalnya cinta bisa berubah menjadi benci dan terkadang karena menjadi penghalang, maka disingkirkan atau bahkan dibunuh oleh salah satu pasangan tersebut.

Inilah yang dialami oleh juragan tembakau di Temanggung.

Seperti kita ketahui Temanggung penghasil tembakau terbaik untuk membuat cerutu atau rokok. Juragan tembakau itu namanya Tjiong Boen Siong (64). Nasibnya berakhir tragis, ia menjadi korban pembunuhan yang diotaki oleh istrinya sendiri Nurtafia (30) dan Brigadir Permadi yang tak lain selingkuhannya.

Nurtafia dan Brigadir Permadi (polisi) menyewa pembunuh bayaran untuk membunuh juragan tembakau Tjiong Beon Siong dengan bayaran Rp20 juta.

Awal mulanya Brigadir Permadi merupakan rekan bisnis tembakau dengan Tjiong Beon Siong. Tetapi seperti kata pepatah: "sekali mendayung dua pulau terlampuai." Brigadir Permadi menjalin hubungan percintaan dengan Nurtafia yang merupakan istri dari Tjiong Boen Siong.

Meraka menjalin hubungan terlarang selama dua tahun. Dan mereka juga sudah berniat untuk menaikkan status bukan sebagai kekasih gelap. Tetapi ingin ke kenjang pelaminan atau pernikahan resmi.

Akan tetapi ada yang menjadi penghalang yaitu Tjiong Boen Siong yang merupakan suami Nurtafia. Dan penghalang itu harus disingkirkan dengan cara dibunuh oleh pembunuh bayaran yang disewa.

Juragan tembakau Tjiong Boen Siong dieksekusi di rumah teman Brigadir Permadi dengan cara dipukul dengan kayu balok di kepalanya dan jasadnya dibuang di kebon teh. Otak pembunuh dan pelaku eksekusi sudah ditangkap oleh polisi untuk mempertanggungkan atas perbuatannya.

Ada yang bisa diambil pelajaran atau hikmah dari kasus ini. Cinta memang tidak mengenal batas usia. Dan cinta bisa merubah seseorang bisa mejadi gelap mata atau menjadi seseorang berbinar-binar wajahnya. Cinta juga dipengaruhui oleh hormon testoteron dan estrogen yang meningkat dan meletup-letup.

Tjiong Beon Siong (64) dan istrinya Nurtafia (30) secara usia selisihnya cukup jauh. Tetapi usia tidak menjadi penghalang bagi orang yang lagi kasmaran. Bisa jadi, sekalipun tidak bisa dipukul rata, kisah perseligkuhannya Nurtafia dengan Brigadir Permadi dipicu oleh usia suami yang sudah menuju senja dan aktivitas sex yang menurun atau tidak bisa memberi kepuasan kepada istrinya yang usianya relatif masih muda.

Ketika hasrat sex istri lagi tinggi-tingginya suami tidak bisa mengimbangi karena daya dongkrak tidak kuat lagi karena faktor usia. Akhirnya ia menjadi lawan tanding yang sepadan yang usianya seumuran dengan Brigadir Permadi. Hanya caranya salah dengan membunuh karena dianggap menjadi penghalang.

Kasus seperti ini juga pernah terjadi di Aceh, pelakunya istrinya sendiri dan selingkuhannya dengan cara menggorok pakai parang leher suaminya. Dan divonis penjara seumur hidup.

***