.....dan KORBAN-KORBAN ITU “BERGUGURAN” DALAM NAMA KOPERASI

Selasa, 29 Juni 2021 | 15:09 WIB
0
140
.....dan KORBAN-KORBAN ITU “BERGUGURAN” DALAM NAMA KOPERASI
Mencuatnya Isu Mematahkan NEM, IPK, dan Ranking, Adakah Kaitannya dengan Peniadaan Ujian Nasional?

Penulis:

Leonie Agustina MA, PhD (Melbourne Uni, Australia)

Penggiat Pendidikan dan Pemerhati Kehidupan Wong Cilik

25 Juni 2021

 

Maraknya gagal bayar koperasi BESAR seperti KOPERASI INDOSURYA, KOPERASI HANSON, KOPERASI LIMA GARUDA, DAN KOPERASI SIMPAN PINJAM SEJAHTERA BERSAMA merupakan warning bagi pemerintah khususnya KEMENKOP bahwa ada yang harus dibenahi terkait Koperasi2 besar demi menyelamatkan uang rakyat dari praktek2 yang "bisa menjurus ke INVESTASI BODONG", demikian ujar  Ade Armando di YouTube Channel Cokro TV tentang “KISAH SEDIH ANGGOTA KOPERASI SEJAHTERA BERSAMA”. Dalam sekejab  kisah yang menyedihkan ini telah berhasil meraup 124.000 viewers. Para viewers serasa hanyut dalam kesedihan bersama Ade Armando  membayangkan betapa Bapak Koperasi kita Bung Hatta menangis menyaksikan nasib koperasi di Indonesia. Hal ini juga yang mungkin membuat Ade Armando  mengganti kepanjangan KSB menjadi KOPERASI SENGSARA BERSAMA.

Tulisan ini mencoba membahas tentang koperasi berskala besar yang sering dipakai utk kamuflase kegiatan investasi Bodong. Beranjak dari ajakan Ade Armando, spt yg dikutip dibawah ini,

“MARI KITA SEBARKAN INFORMASI BAHWA KOPERASI SIMPAN PINJAM SEJAHTERA BERSAMA ADALAH KOPERASI BERMASALAH” (Armando, Ade. YouTube Channel Cokro TV, 12/06/2021) ….. dan amblasnya TABUNGAN RENCANA SEJAHTERA (TRS) WONG CILIK Rp 100.000/bulan  (Penulis. 24/06/2021)

Penulis tergelitik menelaah lebih jauh tentang GAGAL BAYAR nya KOPERASI SIMPAN PINJAM SEJAHTERA BERSAMA utamanya karena ada beberapa wong cilik yang terbujuk menabung di (KSPSB) sejak AGUSTUS 2017 Rp100 ribu/bulan selama 3 tahun. Mereka dijanjikan akan mendapatkan uangnya kembali berikut jasanya sekitar Rp 4(empat) juta saat jatuh tempo tabungan mereka, yaitu September 2020. Namun sampai sekarang setelah tertunda hampir setahun, uang tabungan TRS mereka belum juga bisa cair tanpa penjelasan apa2 dari pihak KOPERASI SEJAHTERA BERSAMA (selanjutnya disebut KSB).

‘MIMPI’ Bapak Koperasi kita BUNG HATTA tentang hidup berkoperasi telah dikhianati oleh Koperasi Besar seperti KSB. Sungguh miris ketika GAGASAN BESAR dari seorang BUNG HATTA dijadikan ajang untuk menyengsarakan rakyat.  Nasib wong cilik yang menyisihkan uang Rp 100 ribu/ bulan selama 3 tahun diabaikan begitu saja. Padahal ketika KSB gagal bayar  di bulan April 2020, wong cilik ini masih ditagih Rp 100 ribu bayar sampai jatuh tempo cairnya tabungan TRS mereka yaitu Agustus 2020. KSB beralasan bahwa PKPU melarang membayarkan apapun pada nasabah/anggota karena ada yang mengajukan naik banding atau KASASI. Perlu dicatat bahwa yang mengajukan KASASI hanya sekitar 2 atau 3 orang dan 2 atau 3 orang ini bisa membatalkan kewajiban membayar TRS yang tercantum di HOMOGLASI harus dibayarkan pertengahan Desember 2020. Sampai saat ini KSB tetap bersikeras tidak mau bayar TRS WONG CILIK ini dengan alasan DILARANG PKPU. DIMANAKAH KEADILAN?

 

HIDUP BERKOPERASI SEPERTI YANG DIMAKSUDKAN OLEH BAPAK KOPERASI KITA BUNG HATTA

Ade Armando menyebutkan betapa Bung Hatta berharap dari kegiatan seperti koperasi ini rakyat bisa dimakmurkan. Melalui management keterbukaan dimana para anggota bisa merasakan atmosphere kekeluargaan dan semangat gotong royong maka rasa solidaritas akan terfasilitasi utk tumbuh. Koperasi adalah dari dan untuk rakyat. Anggota (rakyat) menyimpan uangnya di Koperasi dan uang ini akan digunakan untuk kesejahteraan anggota misal dengan meminjam uang dari koperasi untuk mendirikan UMKM.  Pemikiran seperti ini sangat terpuji karena bukan saja cocok dengan keadaan sosio-kultural bangsa Indonesia, tetapi juga dapat diharapkan membantu pemerintah (KEMENKOP) dalam upayanya (sesuai amanat undang2) memakmurkan bangsa ini. Koperasi diharapkan dapat memfasilitasi dan menumbuh kembangkan ekonomi para anggotanya lewat usaha yang namanya UMKM. Bagaimana hubungan kekeluargaan antara sesama anggota dan pengurus Koperasi bisa terjalin baik seperti yang diharapkan oleh konsep HIDUP BERKOPERASI ala Bung Hatta sebagai pencetusnya?

 

KOPERASI DAN ANGGOTA

Dalam mengomentari Ade Armando), Editor Erlangga Djumena (Kompas.com 14/06/2021) membahas tentang hubungan timbal balik antara koperasi dan anggota. Menurutnya “Anggota adalah pemilik koperasi sekaligus pengguna jasa koperasi” seperti tercantum di pasal 17 UU NO 25 tahun 1992.  Djumena lebih lanjut mengtakan bahwa sbg pemilik, anggota tidak “hanya mau menerima manfaat minus resiko. Ada manfaat yang diterima sebab karena ada resiko yang ditanggung”. Disini perlu diperjelas bahwa hanya menerima resiko tanpa manfaat artinya ketipu. Seperti yang menimpa nasib wong cilik pemilik tabungan TRS. Uang hasil tabungannya sudah ditahan hamper  satu tahun. Ini sangat2 jauh dari spirit HIDUP BERKOPERASI. Tanpa tindakan tegas dari pemerintah uang tabungan TRS wong cilik akan lenyap begitu saja. Apalagi salah satu pemegang tabungan meninggal awal January 2021 setelah menantikan dengan penuh was2, frustrasi, ketegangan, dll sejak September 2020. Mimpinya untuk mendirikan UMKM dg modal awal 4 juta telah dikhianati oleh KSB. Bagaimana Koperasi macam KSB bisa mengharapkan solidaritas anggota seperti yang disampaikan DJUMENA? Solidaritas itu tidak datang begitu saja. Solidaritas harus dipupuk.

 

TIGA ENTITAS YANG SARAT DIMILIKI OLEH BADAN USAHA BERLABEL KOPERASI

Entitas Sosial, Entitas Bisnis dan Entitas Legal harus melekat pada badan usaha yang namanya koperasi. Entitas Sosial berkaitan dengan nilai (values) yang bisa memupuk solidaritas anggota serta rasa ikut memiliki. Banyak cara yang dapat dilakukan oleh koperasi untuk mempertahankan Entitas sosialnya. Misalnya dgn menyemangati anggota untuk terlibat aktif dalam rapat anggota tahunan (RAT) utk menghindari kesan bhw RAT hanya formalitas, satu arah dan tak ada manfaatnya. Ketika ada kesempatan dimana anggota bisa melakukan tanya jawab, anggota akan lebih aktif berpartisipasi dalam RAT dalam upayanya mencari tau tentang kegiatan bisnis, cash flow koperasi, dll yg serupa. Manfaat dari kegiatan sosial semacam ini sangatlah besar bagi kelangsungan usaha koperasi.

Entitas sosial ini faktanya lebih terasa pada koperasi kecil yang bersifat komunal dimana anggotanya bisa saling mengenal sehingga semangat kekeluargaan dan solidaritas antara anggota dan management bisa tumbuh. Di koperasi yang besar, sosial entitas ini nyaris tak ada.  Sampai disini penulis akan mencoba membahas apakah Koperasi Sejahtera Bersama patut disebut koperasi?

 

KOPERASI SIMPAN PINJAM SEJAHTERA BERSAMA (KSB)  dan ENTITAS SOSIAL

Masih konsisten dengan klaim penulis diatas bahwa pada koperasi besar, sosial entitas ini biasanya tergusur. Tulisan ini fokus membahas Entititas Sosial yg tidak dimiliki oleh KSB. Sebagai contoh, ketika gagal bayar di sekitar April 2020, KSB langsung memperpanjang otomatis (roll over) deposito para anggotanya tanpa memberi kesempatan kepada para anggotanya untuk berunding mencari win-win solution. Management KSB ”menghilang” sulit utk dihubungi dan keadaan menjadi kisruh. Bahkan KSB membayar bodyguard utk menghalau para anggota yang mendatangi Kantor Pusat KSB di Bogor.

KSB tidak transparan keuangannya. Para korban KSB mencatat kejanggalan yang begitu mencolok (obvious). Contohnya:

        1). Kejanggalan jumlah anggota (catatan PKPU vs RAT KSB

Hasil putusan Pengadilan PKPU No. 238/PDT.SUS/PKPU/2020/PN NIAGA. Jkt Pusat tertanggal 9 November 2020 mencatat total kewajiban yang diakui KSB terhadap anggota sebanyak 58.825 Kreditur. Padahal menurut laporan RAT koperasi thn 2019 jumlah anggota adalah 173.875 dan pada tahun 2020 sebesar 181.072 anggota (ada peningkatan anggota)

         2).  Kejanggalan nominal kewajiban berdasarkan BUKTI EKSTERNAL (PKPU) vs BUKTI INTERNAL (RAT).

Putusan PKPU mencatat kewajiban yang diakui KSB terhadap anggota sebanyak 58.825 Kreditur adalah RP 8.878.103.454.763 (Delapan trilliun delapan ratus tujuh puluh delapan milyar seratus tiga juta empat ratus lima puluh empat ribu tujuh ratus enam puluh tiga rupiah) dihitung berdasarkan bukti eksternal (bilyet deposito dan buku tabungan anggota sebanyak 58.,825 kreditur). Padahal Laporan Keuangan KSB menggunakan bukti internal thn 2019 hanya sebesar Rp 3.131.074.023.703 dan tahun 2020 sebesar Rp 2.335.160.420.755.

Yang menjadi pertanyaan, apakah kewajiban KSB seperti yang tercantum di putusan PKPU No. 238/PDT.SUS/PKPU/2020/PN NIAGA, Jkt Pusat mengacu pada laporan keuangan thn 2019 Koperasi Sejahtera Bersama (KSB) atau kepada laporan keuangan KSB thn 2020. Hal ini menjadi sangat menarik karena ada selisih pengakuan kewajiban yang sangat signikan yaitu sebesar 5 Trilliunan bila mengacu ke laporan keuangan KSB 2019 dan sekitar 6 trilliunan (sumber angka dari korban KSB, Mappadang Agustina, Juni 2021).

Dari selisih yang Trilliunan ini, wajar kalau ada yang bertanya-tanya tentang IMPLIKASI nya terhadap pajak yang dibayarkan oleh KSB. Yang lebih mengejutkan lagi adalah bahwa Laporan keuangan ini tidak di audit oleh independent auditor. Padahal menurut pihak ikatan Akuntan Publik Indonesia (IAPI), OJK mengharuskan semua kegiatan bisinis yang memiliki omset 20 milliard atau lebih, meng audit laporan keuangannya. Bagaimana KSB yang OMSET nya TRULLIUNAN bisa lolos tak teraudit laporan keuangannya?

Banyak lagi diskusi menarik tentang KSB yg tidak dapat dipaparkan disini karena keterbatasan ruang dan waktu. Namun demikian, tulisan sederhana ini menjadi pengharap agar masyarakat tidak disodori “Koperasi Besar” yang dapat menjurus kepada penyengsaraan/malapetaka bagi wong cilik.