Saat-saat menunggu pengumuman resmi dari KPU memang saat sensitive. Walau menurut kebiasaan hasil resmi KPU tak jauh-jauh dari hitungan cepat Quick Count.
Narasi kecurangan pemilu yang “dilakukan” KPU mewabah seperti virus yang merasuk tubuh. Tentu saja narasi ini hidup di benak para pendukung fanatik kubu Capres Cawapres Prabowo Subianto-Sandiaga Uno baik di dunia maya maupun dunia nyata hari-hari pasca coblosan pekan ini. Seperti orkestra, yang tengah dimainkan di seluruh pelosok negeri, termasuk Indramayu – satu-satunya basis pendukung Joko Widodo-Ma’ruf Amin di Pantura Jawa Barat.
Di Jawa Barat, Prabowo-Sandi boleh unggul atas Jokowi-Amin. Tetapi jangan harap unggul di Indramayu – yang selain menjadi basis kekuatan Golkar di Pantura Jawa Barat, Indramayu juga adalah kantung suara terbanyak bagi pendukung Jokowi-Amin di kawasan utara Jawa Barat dan juga Cirebon.
Di Kabupaten Indramayu, Jokowi-Ma’ruf Amin tak hanya menang telak atas Prabowo-Sandi. Akan tetapi juga sapu bersih seluruh kecamatan untuk kemenangan Joko Widodo dan pak Kiai Ma’ruf Amin.
]“Di desa ini anak-anak mudanya banyak yang memilih Prabowo-Sandi, yang tua-tua pilih Jokowi,” tutur Wadi, pemuda warga desa Benda, Bongas, Indramayu yang pada gawe coblosan Pemilu dan Pileg 2019 tanggal 17 April menjadi salah satu ketua KPPS di Benda. Mayoritas penduduk desa Benda, kesemuanya adalah buruh tani padi dan perempuan emak-emaknya rata-rata memiliki anak yang pada bekerja jadi TKW (tenaga kerja wanita) di Arab, Taiwan, Hongkong dan Negara-negara Timur Tengah.
Wadi sedang sibuk memotret di hajatan Yuni – TKW Taiwan – yang pulang menikah dengan Amin, pegawai toko asal Bugel, Indramayu. Seperti pada umumnya hajatan di desa-desa Indramayu di Pantura Jawa Barat, gawe kawinan tidak hanya berlangsung sehari. Akan tetapi berhari-hari, melèkan (ikut begadang malam, kebiasaan warga desa setempat jika ada warga punya hajat), dan juga membikin dodol atau jenang merah, serta antar jemput mempelai perempuan yang menyongsong calon suami. Pada hari H coblosan Yuni sebagai pengantin? Pakai gelaran musik dangdut di pelataran rumah.
Tak urung, perbincangan pada acara melèkan di kawinan Yuni, menyambar-nyambar soal Pilpres. Terutama soal klaim Prabowo, yang kini mengaku jadi Presiden di rumah Kertanegara Jakarta. Atau menggunjing Sandiaga Uno yang sebenarnya berdarah Indramayu – dari ibu Sandiaga Uno yang asal salah satu desa di sana. Lucunya, faktor Indramayu Sandiaga Uno ini tidak mampu membendung warga “wong reang” (sebutan orang Indramayu, lantaran satu-satunya wilayah pantura yang menyebut diri aku, dalam bahasa lokal mereka sebagai reang).
Sampai hari Minggu (21/4) , Indramayu menjadi satu-satunya lumbung suara kabupaten/kota di Jawa barat dimana Jokowi dan Ma’ruf Amin unggul mutlak di Jawa Barat. Total jumlah TPS (tempat pemungutan suara) di Indramayu ada 5.179. Meski belum semua angka dari kabupaten Indramayu masuk, akan tetapi kisaran kemenangan Joko Widodo-Ma’ruf Amin di Indramayu mencapai kisaran 70 persen suara. Suara-suara terbanyak bagi Capres Cawapres 01 di Indramayu, banyak datang dari sumbangan suara warga kecamatan Sukra, Bongas, Terisi, Juntinyuat dan Indramayu Kota.
Di kecamatan Sukra yang laporan hasil formulir C1 ke situng KPU sudah sekitar 80 persen, Jokowi-Ma’ruf bahkan unggul empat kali lipat dibanding suara yang didapat Prabowo-Sandi. Jokowi-Ma’ruf di Sukra dapat 17.495 suara, sementara Prabowo-Sandi hanya 4.134 suara. Telak juga di Juntinyuat, Jokowi-Ma’ruf 17.461 dan Prabowo-Sandi 8.982. Sedangkan di Terisi, yang tak jauh dari pintu tol di Cikedung Cipali, perbandingan kedua pasangan itu 13.775 berbanding 6.105.
Kawasan Pantura kantung kemenangan Jokowi di Jawa Barat ini memang berbeda dengan kawasan Jawa Barat lainnya yang umumnya berbahasa Sunda. Penduduk di wilayah Pantura, Sukra, Bongas, Bugel, bahkan kota Indramayu, hampir sama sekali tak berbahasa Sunda. Akan tetapi Jawa madya, Cirebonan, yang lebih cenderung Jawa kasar, dalam beberapa aksennya mirip orang-orang Purwokerto. Akan tetapi, kosa katanya khas Indramayu atau sebagian senada Cirebonan.
Mengapa “faktor Indramayu” Sandiaga Uno, yang semua orang Indramayu pun tahu dia berdarah “separuh Dermayu” dari sang ibu, Sandiaga Uno tak ngaruh untuk meraup keuntungan di sana?
“Anak-anak muda senang tegasnya, ceplas-ceplos. Tetapi orang tuanya ngga suka,” terutama tertuju pada Capresnya, Prabowo Subianto. Walau mereka simpati pada putra daerah, atau setidaknya yang berdarah putra daerah Dermayu, Sandiaga Uno. Tapi rupanya nggak terlalu ngaruh.
Jokowi yang berlatar belakang asal rakyat jelata – pengusaha mebel, pernah kuli panggul dan merangkak naik jadi Walikota Surakarta, Gubernur DKI Jakarta dan kemudian menduduki RI 1? Jauh lebih populer di Indramayu.
“Mungkin karena Jokowi dulu tukang kayu, membuat Prabowo dan Sandi sulit menduduki kursi presiden dan wakil presiden,” kata Suta, warga Bongas lainnya. Lho? Kok bisa, karena faktor tukang kayu?
“Jokowi dulu tukang kayu. Mudah baginya bikin kursi. Kalau Prabowo-Sandi yang super kaya itu? Mana bisa bikin kursi?” kata Suta, yang mantan imigran gelap tenaga kerja di Malaysia ini berkelakar. Ha, ha, ha….. lucu ya? Hari-hari gini, hari tegang menunggu pengumuman Komisi Pemilihan Umum (KPU), hanya pendukung Jokowi-Ma’ruf yang bisa berkelakar. Pendukung Prabowo-Sandi, semuanya sensi, tegang, pemarah, super perasa, nyinyir segala dan nggak bisa becanda. Selalu ngomong kecurangan, kecurangan, kecurangan.
“Kecurangan itu omongan orang kalah,” kata Suta, persis seperti apa yang diucapkan mantan Ketua Mahkamah Konstitusi, Prof Mahfud MD belum lama ini. Nyatanya, ketika Pilgub DKI Jakarta belum setahun lalu, baru menang Quick Count saja, kubu Anies Baswedan-Sandiaga Uno sudah mendeklarasikan kemenangan.
Tidak seperti kubu Sandiaga di Pilpres kali ini. Sepuluh lembaga survey mengatakan Quick Count Pilpres menunjukkan Jokowi-Ma’ruf Amin unggul dengan kisaran angka 53-54 persen atas Prabowo-Sandi, tetapi kubu 02 tak mau mengakui. Prabowo-Sandi bahkan mengklaim menurut hitungan “real count internal” mereka menang kisaran 62 persen. Dan bahkan sudah tiga kali Prabowo mendeklarasikan kemenangan, dan menyatakan diri “Presiden dari Seluruh Bangsa Indonesia” padahal Republik ini masih punya Presiden Petahana, Joko Widodo sampai akhir Oktober 2019…
Narasi kecurangan KPU, juga dibicarakan di kalangan pendukung 02 Prabowo-Sandi di Dermayu (julukan lain Indramayu). Bahwa, kubu Jokowi-Ma’ruf, menang karena KPU curang. Lho, kepriben (gimana) toh? Kok KPU curang dan tidak jujur? Kan KPU itu anggota-anggotanya dipilih oleh DPR, hasil voting di Komisi II, baik anggota KPU maupun Bawaslu. Kok bisa tidak jujur untuk kepentingan kubu petahana?
Sebuah alasan yang membingungkan. KPU kan anggota dan ketuanya pilihan DPR, dipilih oleh partai-partai yang ada di parlemen Senayan? Dan bahkan lima dari tujuh anggota dan ketua KPU, yakni Pramono Ubaid (direkomendasi PAN), Ilham (direkomendasi Partai Keadilan Sejahtera, PAN dan Gerindra), Viryan (direkomendasi Gerindra), Evi Novida (direkomendasi PKS) dan Arief Budiman (direkomendasi PKS, Partai Demokrat, PAN dan Gerindra). Kesepakatan mereka, rekomendasi mereka juga, kok kata mereka berlaku curang untuk kubu Capres Cawapres 01?
Saat-saat menunggu pengumuman resmi dari KPU memang saat sensitive. Walau menurut kebiasaan hasil resmi KPU tak jauh-jauh dari hitungan cepat Quick Count lembaga-lembaga survey yang menghitung formulir C1 melalui agen-agen mereka di lapangan. Kedua pihak, memang kudu menahan diri, untuk tidak saling klaim. Apalagi mendeklarasikan diri sebagai Presiden!
Menunggu adalah kesabaran politik yang diperlukan pada saat-saat kritis. Yang setelah Pilpres 2019 kali ini rentangnya sekitar 35 hari, antara hari selesai coblosan sampai pengumuman resmi dari KPU. Bukan malah tiga kali deklarasi menang sendiri, dan mengaku sendiri sebagai Presiden Seluruh Rakyat Indonesia (PSRI) yang membingungkan rakyat. Sabar dikit dong bung, tunggu hari deklarasi kemenangan oleh komisi pemilu. Jangan main deklarasi sendiri.
***
Welcome Citizen Polite!
Setelah melalui perjalanan cukup panjang sebagai website warga menulis politik yang ekslusif, kini PepNews terbuka untuk publik.
Para penulis warga yang memiliki minat dan fokus pada dunia politik mutakhir Tanah Air, dapat membuat akun dan mulai menuangan ide, pandangan, gagasan, opini, analisa maupun riset dalam bentuk narasi politik yang bernas, tajam, namun tetap sopan dalam penyampaian.
Wajah berganti, tampilan lebih “friendly”, nafas tetaplah sama. Perubahan ini bukan hanya pada wajah dan rupa tampilan, tetapi berikut jeroannya.
Apa makna dan konsekuensi “terbuka untuk publik”?
Maknanya, PepNews akan menjadi web portal warga yang tertarik menulis politik secara ringan, disampaikan secara bertutur, sebagaimana warga bercerita tentang peristiwa politik mutakhir yang mereka alami, lihat dan rasakan.
Konsekuensinya, akan ada serangkaian aturan adimistratif dan etis bagi warga yang bergabung di PepNews. Aturan paling mendasar adalah setiap penulis wajib menggunakan identitas asli sesuai kartu keterangan penduduk. Demikian juga foto profil yang digunakan.
Kewajiban menggunakan identitas asli berikut foto profil semata-mata keterbukaan itu sendiri, terlebih untuk menghindari fitnah serta upaya melawan hoax.
Terkait etis penulisan, setiap penulis bertanggung jawab terhadap apa yang ditulisnya dan terhadap gagasan yang dipikirkannya.
Penulis lainnya yang tergabung di PepNews dan bahkan pembaca umumnya, terbuka memberi tanggapan berupa dukungan maupun bantahan terhadap apa yang ditulisnya. Interaktivitas antarpenulis dan antara pembaca dengan penulis akan terbangun secara wajar.
Agar setiap tulisan layak baca, maka dilakukan “filtering” atau penyaringan tulisan berikut keterangan yang menyertainya seperti foto, video dan grafis sebelum ditayangkan.
Proses penyaringan oleh administrator atau editor dilakukan secepat mungkin, sehingga diupayakan dalam waktu paling lambat 1x24 jam sebuah tulisan warga sudah bisa ditayangkan.
Dengan mulai akan mengudaranya v2 (versi 2) PepNews ini, maka tagline pun berubah dari yang semula “Ga Penting Tapi Perlu” menjadi CITIZEN POLITE: “Write It Right!”
Mari Bergabung di PepNews dan mulailah menulis politik!
Pepih Nugraha,
CEO PepNews