NDP, Pandangan dan Aktualisasi Keagamaan HMI terhadap Dunia, Saatnya Direvisi?

Melakukan amandemen atau revisi, atau apapun namanya, justru kebutuhan organisasi. Sepenuhnya diserahkan kepada kader-kader yang sementara ini dalam posisi pengurus.

Senin, 15 Februari 2021 | 12:00 WIB
0
278
NDP, Pandangan dan Aktualisasi Keagamaan HMI terhadap Dunia, Saatnya Direvisi?
Nurcholis Madjid Perumus NDP(www.komsas-malang.hmi.or.id)

Ketika Nilai Dasar Perjuangan (NDP) ditetapkan di Kongres X Palembang, 1971, semasa itu perkembangan diskursus keberagamaan Indonesia berbeda sama sekali dengan kondisi hari ini.

Setelah reformasi, “HMI tidak hanya harus memikirkan persoalan politik praktis dan kepemimpinan nasional”. Begitu pengantar Prof. Al Makin.

Dunia dan juga masyarakat muslim mengalami perkembangan dan tantangan yang berbeda dengan tahun 1960-an ketika rumusan NDP disusun. Begitu pula dengan Kongres Palembang yang terlaksana di awal tahun 1970-an.

Baik di masa penyusunan maupun penetapan NDP, kondisi yang sama sekali tidak lagi sama dengan hari ini.

Ditambah dengan pandemi saat ini. Ada banyak rumusan filsafat sosial yang mengalami perubahan pendekatan dan metode.

Prof. Qasim Mathar mengemukakan bahwa pandemi ini adalah “gong” yang menandai perlunya reitnterpretasi atas pelbagai hal dalam kehidupan manusia.

Termasuk mazhab fikih yang sebelumnya mengemukakan bahwa shalat harus rapat dan lurus. Sementara dalam kebutuhan zaman, justru saat ini shaf di masjid dengan jarak yang harus dijaga. Ditambah dengan kebutuhan masker, bukan sekadar aksesoris.

Maka, dalam urusan shaf shalat. Ada perubahan interpretasi dan juga praktik yang perlu dilakukan.

Begitu pula dengan shalat jumat. Kondisi yang sakral kemudian justru terganggu dengan adanya jamaah yang tidur.

Bukan salah siapa-siapa, termasuk jamaah yang tidur ini. Sudah saatnya membuat khutbah yang pendek dengan tetap memenuhi rukun dan syarat khutbah. Juga, khatib yang membaca naskah khutbah yang disiapkan.

Sehingga tetap tersaji khutbah yang terstruktur. Kemudian, setelah jumatan selesai. Nashakh tersebut diunggah ke laman web masjid. Untuk dapat dijadikan bacaan kembali bagi jamaah.

Dalam setahun, paling tidak akan tersedia 52 naskah khutbah. Ditambah lagi dengan khutbah idul fitri dan idul adha. Maka, akan tersedia 54 naskah khutbah dalam setahun yang bisa dijadikan bacaan jamaah. Sekaligus memperkaya referensi bagi masyarakat muslim.

Selanjutnya, pertanyaan yang wujud “Apakah NDP harus mengalami revisi?”

Sebelum sampai pada pertanyaan ini, saya mengenang Kongres XXV Makassar, 2006. Masa itu, terjadi dinamika pleno kongres.

Ada dua pendapat yang berkembang, NDP “baru” dan NDP “lama”. Bahkan kemudian karena kondisi sidang yang tidak memungkinkan, pimpinan sidang yang berasal dari perwakilan Badko, akhirnya memandu sidang untuk tetap pada teks NDP yang ada. sehingga perdebatan tidak lagi mengemuka dan proses kongres tetap berlangsung ke pleno berikutnya.

Sebagai teks, maka NDP dapat saja direvisi. “Karena NDP bukan Quran”, begitu respon Prof. Al Makin terkait dengan pertanyaan bahwa NDP masih relevan untuk saat ini. Dimana ada universalisme dalam penulisan NDP.

Selanjutnya, di forum LK-III HMI Badko Kalimantan Barat, 2005. Masa itu, Drs. Moh. Haitami Salim, M. Ag., sementara menjabat Ketua STAIN Pontianak, menjadi pemateri untuk NDP.

Dengan semangat mempertahankan tradisi, bahkan naskah yang dijadikan rujukan adalah NDP yang pertama kali ditetapkan.

Saya hanya ingin mengenang betapa para peserta dan pemateri, termasuk saya di dalamnya yang menjadi peserta, bahwa keaslian dari warisan pendahulu perlu dijaga dan dipertahankan.

Juga dalam soal NDP ini. Hanya saja, sekali lagi dunia sudah berada dalam kondisi yang berbeda dengan masa-masa sebelumnya.

Ada kondisi dimana perubahan terus wujud. Belum lagi, kehadiran teknologi perlu didaptasi. Justru dengan teknologi yang ada, menjadi sarana untuk mendorong efektivitas dan efisiensi.

Baca Juga: Dies Natalis 74 Tahun, Quo Vadis HMI

Dalam respon HMI, terhadap UU No. 5 Tahun 1985, NDP diberi nama Nilai Identitas Kader (NIK) pada Kongres XVI Padang, 1986.

Selanjutnya, pada masa reformasi, Kongres XXII Jambi, 1999, nama NIK diubah kembali menjadi NDP.

Fragmen sejarah ini menunjukkan bahwa dalam merespon kondisi, bisajadi ada perubahan-perubahan. HMI secara nasional menunjukkan perkembangan dan juga kesediaan itu. Perubahan yang mengiringi kehidupan manusia dan organisasi, merupakan keniscayaan.

Maka, melakukan amandemen atau revisi, atau apapun namanya, justru kebutuhan organisasi. Sepenuhnya diserahkan kepada kader-kader yang sementara ini dalam posisi pengurus.

***