Analisis Intelijen, Pemerintah Perlu Waspadai Bias Negatif Kemelut Demokrat

Kasus ini sepertinya ringan, tetapi dari persepsi intelijen menurut penulis harus disikapi lebih hati-hati oleh pemerintah.

Jumat, 19 Maret 2021 | 10:34 WIB
0
351
Analisis Intelijen, Pemerintah Perlu Waspadai Bias Negatif Kemelut Demokrat
Agus Harimurti Yudhoyono dan ayahanda (Foto: okezone.com)

Di dalam hidup, manusia akan selalu mendapat ujian dan cobaan dari Allah, yang paling menakutkan apabila manusia mendapat Azab. Terkait ujian dan cobaan dalam hidupnya, mungkin AHY merasa kesal dan tidak suka, karena selalu dia dianggap anak bawang, politisi karbitan, jam terbang politiknya masih sedikit, berbeda dengan tokoh-tokoh eks parpolnya yang berkiprah di KLB untuk menjatuhkannya.

Selain itu, terlihat banyak komentar yang membandingkan dirinya pensiunan Mayor digeruduk oleh purnawirawan Jenderal Moeldoko yang mantan Panglima TNI. Para golfer TNI mempunyai istilah, kalau di golf, pangkat Brigjen itu baru PAR, birdie itu Mayjen, Letjen eagle. Nah, kalau Mayor score golf itu over 3 dari PAR. Apakah demikian?

Mari kita lihat siapa AHY sang purnawirawan Mayor ini sebagai sosok mantan militer dan sebagai politisi muda, tetapi posisinya sebagai Ketum parpol sejajar dengan pak Prabowo, Ibu Mega, pak Airlangga dan lain-lainnya.

Sekilas Mengenal AHY

AHY adalah putera sulung dari pasangan mantan Presiden SBY dengan Ibu Kristiani Herawarati Almarhumah. AHY lahir di Bandung, 10 Agustus 1978 ini lulusan terbaik dari Akademi Militer tahun 2000 dan meraih penghargaan Presiden RI; Bintang Adi Makayasa.

Dalam pendidikan formal keilmuwan, AHY memiliki tiga gelar akademik yaitu Master of Science in Strategic Studies di Nanyang Technological University, Singapura (2006), Master in Public Administration dari Harvard University, Amerika Serikat (2010), serta Master of Arts in Leadership and Management dari Webster University di Amerika Serikat, dan meraih predikat Summa Cum Laude dengan IPK 4.0 (2015).

Pada tahun 2016, AHY memilih mundur dari kehidupan militer, ia didaulat oleh empat parpol, Partai Demokrat, PKB dan PAN menjadi Calon Gubernur DKI Jakarta. Sejak itulah, ia aktif berpolitik di Partai Demokrat dan oleh sang ayah diberi tugas sebagai Komandan Komando Tugas Bersama (Kogasma) untuk pemenangan Pileg 2019, dengan target 5-10 persen. AHY kemudian terpilih menjadi Ketua Umum Partai Demokrat Periode 2020–2025 secara aklamasi dalam Kongres Ke V Partai Demokrat pada tanggal 15 Maret 2020 di Jakarta Convention Center.

Perkembangan Kemelut Partai Demokrat

Seperti dikutip dari Majalah Tempo edisi 15 Maret 2021, Jokowi yang didampingi Mensesneg Pratikno bertemu dengan Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan Mahfud MD dan Menkumham Yasonna Laoly, pada hari Senin, 8 Maret 2021.

"Presiden Jokowi memerintahkan penanganan masalah Partai Demokrat sesuai aturan yang berlaku, agar kami tak memihak kubu mana pun," kata Mahfud MD pada Jumat, 12 Maret 2021, menceritakan ulang pertemuannya dengan presiden. "Presiden menanyakan bagaimana rencana menyelesaikan konflik Demokrat," katanya.

Dijelaskan oleh Mahfud dan Yasonna bahwa ada sejumlah aturan yang bisa digunakan antara lain Undang-undang Partai Politik serta Peraturan Menteri Hukum dan HAM Nomor 34 Tahun 2017 yang mengatur tentang pendaftaran partai politik. Rapat juga menyinggung legalitas Kongres Luar Biasa Partai di Deli Serdang. Tetapi Presiden tak menyimpulkan apa-apa karena belum menerima laporan yang lengkap.

Mennkumham Yasonna Laoly mengatakan panitia Kongres Luar Biasa Partai Demokrat Deli Serdang, Sumut telah menyerahkan berkas hasil KLB ke kantornya oada hari Senin lalu (15/3/2021). Dalam aturan terkait pendaftaran kepengurusan baru partai politik yang akan dinilai sudah diatur dalam Permenkumham No, 34 Tahun 2017 tentang tata cara Pendaftaran Pendirian Badan Hukum, Perubahan Aggaran Dasar Rumah Tangga, serta Perubahan Kepengurusan Partai Politik.

Marzuki menyatakan, pihaknya tengah menunggu keputusan Kemekumham perihal keabsahan kepengurusan. Jika hasil KLB Sibolangit yang disahkan, maka kubu Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) akan dianggap ilegal. “Menang kalah kami sedang menunggu. Kalau menang, yang di sana (kubu AHY) yang ilegal. Kongres yang di sana ilegal,” katanya.

Di sisi lain, sebelumnya, AHY didampingi Ketua DPD dari 34 provinsi, mendatangi kantor Ditjen Administrasi Hukum Umum Kemenkumham, Senin (8/3). AHY menyerahkan laporan perbuatan melawan hukum atas penyelenggaraan KLB Deli Serdang dan menegaskan keabsahan kepengurusan demokrat di bawah pimpinan AHY. Barang bukti berupa 5 boks berisi dokumen dan bukti diserahkan sebagai lampiran.

Dari kantor Kemenkumham, AHY menyerahkan berkas yang sama ke KPU. Dalam audiensi selama satu jam bersama Pimpinan dan Komisioner KPU menegaskan bahwa surat keterangan dan verifikasi Partai Demokrat yang ada di KPU masih mengakui jika AHY masih Ketua Partai Demokrat. AHY kemudian mendatangi Kantor Menko Polhukam dan bertemu langsung dengan Menko Polhukam Mahfud MD.

Pada hari Minggu (14/3/2021) AHY menemui mantan Wapres Jusuf Kalla. Dalam pertemuan itu, AHY dan Jusuf Kalla berdiskusi mengenai isu-isu terkini dan masalah kebangsaan. "Partai Demokrat sudah baik dalam memberi contoh tentang regenerasi di partai politik,” kata JK.

Serangan parsial terhadap AHY muncul dari eks kader Demokrat, Jhoni Allen salah satu tokoh KLB menggugat AHY atas pemecatan dirinya dari Partai Demokrat. Selain AHY, Jhoni juga menggugat Sekretaris Jenderal Partai Demokrat Teuku Riefky Harsya, dan Ketua Dewan Kehormatan DPP Partai Demokrat Hinca Panjaitan ke PN Jakarta Pusat pada 2 Maret. Sidang ditunda karena kubu AHY tidak datang ke persidangan. Menurut majelis hakim, Sidang lanjutan rencananya akan dilakukan pada Rabu, 24 Maret 2021.

Analisis

Perkembangan kemelut Partai Demokrat akan mencapai puncaknya setelah kini hasil KLB diserahkan dan dibahas di Kemenkumham. Persoalan keabsahan sebuah parpol sangat ditentukan oleh keputusan pemerintah yang diwakili oleh Menkumham. Dalam beberapa kasus yang diakui (sah secara hukum) adalah keputusan siapa Ketua Umum dan Sekjen Parpol serta AD/ART parpol.

Seperti kita tahu bahwa Parpol umumnya mempunyai patron, tetapi bila sang patron melepas kedudukan sebagai Ketua Umum, maka akan muncul petualang politik yang mengincar posisi tersebut. Sebagai contoh, PDIP tetap kokoh karena Megawati sebagai patron masih kuat sebagai Ketum. Demikian juga Gerindra, dimana Prabowo sebagai Patron panutan masih menjadi Ketum, juga Surya Paloh sebagai patron dan Ketum NasDem. Dahulu Golkar yang dikontrol penuh oleh Pak Harto selama 32 tahun, dengan lepasnya kontrol sang patron, Golkar sempat goyah. Tetapi karena tiga dekade berkuasa, Golkar sukses mencetak politisi kelas begawan, sehingga tetap kokoh walau timbul konflik internal. Beberapa tokoh utamanya bahkan mampu membuat parpol dan sukses.

Ini artinya apa? Posisi Pak SBY sebagai patron dan kini Ketua Majelis Tinggi Partai Demokrat secara hukum tidak kuat di Kemenkumham. Kasus PKB adalah contoh konkrit, dimana Gus Dur sebagai Godfather PKB dalam posisinya sebagai Ketua Dewan Syura, tumbang dimata hukum oleh keponakannya, Muhaimin yang diakui Menkumham sebagai Ketua Ummum PKB.

Nah, dalam kasus Partai Demokrat, setelah SBY sebagai patron melepas posisi Ketum dan dipegang anaknya AHY, maka beberapa pemain politik berani menabrak SBY, karena ada celah dan posisinya mereka nilai lemah. KLB dimotori beberapa mantan tokoh Demokrat yang pasti tahu titik rawan eks rumah politik mereka unuk menyerang kepemimpinan AHY. Mereka akan menyerang AD/ART hasil kongres 2020 serta istilah partai dinasti atau keluarga, inilah yang menjadi pertaruhan.

Kubu KLB memunculkan Moeldoko yang Purn Jenderal dan mantan Panglima TNI, masih aktif sebagai Kepala KSP. Perang kedua belah pihak akan lebih ke arah psywar, dimana para tokoh KLB meyakini Moeldoko masih punya gigi dan jaringan di kalangan eks anak buahnya di TNI, mereka membayangkan dari rekam jejak jabatannya, Moeldoko bisa menjadi patron, kira-kira begitu.

Dari data pendidikan AHY, serta pendampingan sang ayah, AHY harus membuktikan mampu dan menang, ini medan tempur taktis. AHY juga harus menyelesaikan gangguan parsial gugatan dari Jhony Allen soal pemecatan. Sebagai politisi muda, posisi AHY jauh lebih bagus dan realistis sebagai Ketum Parpol, dibandingkan beberapa tokoh muda lain yang hanya mengharapkan diusung parpol lain untuk maju pada 2024.

Inilah saatnya AHY terjun dalam persaingan bebas (kumite), agar dia mendapatkan sabuk hitam (DAN) serta bargaining power di politik. KLB dilain sisi jelas menguntungkan AHY yang menjadikannya semain popular muncul di media.

AHY harus hati-hati, yang dihadapi hanya serangan kudeta politik artinga ia jangan hanya berfikir ujian ini hanya ulah manusia, maqomnya harus ditingkatkan yaitu kedudukannya sebagai manusia di hadapan Allah yang sangat penting untuk mengetahui posisi dan tanggung jawab yang harus dia lakukan.

Sikapnya perlu andap asor, jangan tulak pinggang, ikuti saja serta pelajari jejak kesuksesan pak Jokowi yang sabar merakyat kemudian maqomnya meningkat dibuktikan ia diijinkan Raja Arab Saudi bersama dengan isteri masuk ziarah dan berdoa kedalam ruang makam Rasulullah. Secara logika menurut penulis peluang AHY menang besar.

Faktor penentu

Presiden Jokowi kini mulai menanyakan arah dan cara penyelesaian. Dijelaskan oleh Mahfud dan Yasona dasar pengambilan keputusan. Presiden, menurut Menko Mahfud menegaskan bahwa penanganan masalah Demokrat sesuai aturan yang berlaku, agar tak memihak kubu mana pun. Ini menepis isu Moeldoko sudah direstui istana. Artinya AHY akan berhadapan dengan teamnya Moeldoko di Kemenkumham secara fair, walau dalam politik ada permainan "sogok" . Jadi faktor penentu ada pada pemerintah dan bila berlanjut akan ke pengadilan.

Kasus ini sepertinya ringan, tetapi dari persepsi intelijen menurut penulis harus disikapi lebih hati-hati oleh pemerintah.

Perseteruannya tidak hanya di masalah hukum dan komponen politik intelstrat, tapi bisa meluas ke stabilitas keamanan karena melibatkan massa fanatis dan ada yang berbayar. Proses demokrasi bisa menjadi masalah, dimana bola panas akan berada di tangan pemerintah. Kekeliruan pembacaan sikon, akan bisa menjatuhkan kredibilitas dan citra pemerintah, bisa mengarah ke pak Jokowi.

Media asingpun kini memonitor dan mulai menulis ada rencana partai tunggal. Perlu diwaspadai kasus ini dijadikan sarana Pusprop (propagannda plus kegiatan) diarahkan isu jabatan presiden tiga periode, inilah racun mematikan yang mengarah ke presiden .

Penulis menyarankan badan intelijen (BIN dan Bais) lebih memaknai kemelut Partai Demokrat sebagai salah satu sarana conditioning dengan target puncak Presiden Jokowi. Ada kemungkinan tertutup, principle agent (penyandang dana) serta handler memainkan isu Demokrat demi untuk kepentingan pribadi atau kelompoknya tanpa menghitung faktor resiko dampak negatif yang akan sangat merugikan bangsa Indonesia di saat perang campuh mematikan melawan Covid-19 sedang berlangsung.

Perlu diingat, pada era digital dan transparansi saat ini, sulit menutupi ulah kepalsuan, tindakan tercela dan terkesan jahat yang akan meninggalkan residu dan mudah dikuak oleh publik karena teknologi semakin canggih. Semoga kasus ini cepat selesai dengan, dari pada kita menyanyikan lagu "jatuh bangun". Semoga bermanfaat, Pray Old Soldier.

Marsda TNI (Pur) Prayitno Wongsodidjojo Ramelan, Pengamat Intelijen

***