Jadi desakan untuk memecat anak itu karena emaknya simpatisan HTI adalah tindakan yang sangat kejam. Dia tidak punya pengaruh apa-apa di TNI kecuali sebagai siswa.
Tentara kita tahu kok mamaknya Enzo itu simpatisan HTI. Kalau benci Jokowi mah tidak diitung sama TNI. Yang dinilai adalah ideologi si anak. Pancasila atau HTI. Dan jelas Pancasila di dada anak itu. Jika tidak, gak bakalan loloslah di panitia penentu akhir.
Lolosnya anak pengagum HTI justru merupakan bukti bahwa TNI telah keluar dari cangkang ideologi zaman dahulu mereka. Preferensi politik orang tua tidak lagi menjadi penentu. Kecuali jika punya kaitan PKI yang ketika seleksi sudah didepak dari pagi-pagi.
Kerangka berfikir TNI mungkin begini. Emak anak itu cuma simpatisan HTI. Bukan anggota HTI. Sebab jika si emak itu anggota gerakan tersebut, sang anak sudah pasti tidak lolos.
Dan juga tidak ada bukti si anak simpatisan atau HTI secara ideologis. Bocah ini gak gablek bahasa Indonesia. Masih grotal gratul. Dia juga muncul dengan rupa wajah milenial. Yang ngepop dan instagramable. Beda dengan orang HTI dan keroconya. Mukanya sengak berjenggot dengan aura kebencian.
Malahan anak imut bisa dijadikan model bagaimana TNI bisa mengubah seorang yang cinta tanah air yang lahir dari seorang ibu yang pecinta ajaran sesat.
Baca Juga: Jangan Undang Radikalis Kelola Negara
Saya rasa agak berlebihan jika ada yang nuduh si anak itu sebagai agen HTI yang disusupi ke tubuh TNI. Agar bisa menyebarkan ajaran khilafah di TNI kemudian memberontak melawan negara dan mendirikan negara Islam.
Dugaan ini hanya halu para pencinta James Bond karena sama sekali tidak berpihak fakta. Anak itu baru masuk Akmil, Ferguso. Bagaimana bisa dia nyebarin ajaran tolol itu ke tentara? Dia tidak punya pengaruh apa-apa di TNI kecuali sebagai siswa.
Saya rasa dalam tiga tahun dia akan muncul sebagai pribadi seorang prajurit TNI yang mumpuni. Yang bisa jadi tidak hanya fasih berbahasa Indonesia tapi mungkin bisa bahasa Ngapak.
Jadi desakan untuk memecat anak itu karena emaknya simpatisan HTI adalah tindakan yang sangat kejam.
Kita kok kayak dukun sok tahu dalam menghujat anak itu. Memotong jalur hidup orang hanya berdasarkan prasangka adalah dosa besar.
Jika dipecat, jelas dia kecewa dan hancur. Dan bukannya tidak mungkin dia yang tadinya imut jadi jahat dan terpapar radikal. Kita kemudian menghujat lagi anak itu sampai mungkin anak itu frustrasi dan menghancurkan hidupnya sendiri.
Kita kemudian dengan tanpa dosa bertepuk tangan diatas penderitaan dia sambil meludahi mukanya tanpa menyadari kita yang membuat dia rusak.
Dari itu, dalam menanggapi anak yang masuk Akmil tapi emaknya HTI, sebaiknya kita tidak bertindak seperti orang PKI yang memfitnah kemudian banyak orang terbunuh.
Atau seperti begajulan Ormas anti PKI yang bantai ratusan ribu orang. Atau yang sita buku seenaknya hanya karena lihat judulnya.
Jadi bijaklah. Jangan kejam. Beri anak muda itu kesempatan untuk mencintai Indonesia. Biarkan TNI membangun karakter kebangsaan anak itu yang dipastikan bakal berbeda jauh dengan emaknya yang clometan.
Biarkan dia jadi malin kundang modern.
Dimana sang anak menyumpah karena emaknya yang durhaka.
Dan emaknya yang jadi batu.
Bukan anaknya...
***
Welcome Citizen Polite!
Setelah melalui perjalanan cukup panjang sebagai website warga menulis politik yang ekslusif, kini PepNews terbuka untuk publik.
Para penulis warga yang memiliki minat dan fokus pada dunia politik mutakhir Tanah Air, dapat membuat akun dan mulai menuangan ide, pandangan, gagasan, opini, analisa maupun riset dalam bentuk narasi politik yang bernas, tajam, namun tetap sopan dalam penyampaian.
Wajah berganti, tampilan lebih “friendly”, nafas tetaplah sama. Perubahan ini bukan hanya pada wajah dan rupa tampilan, tetapi berikut jeroannya.
Apa makna dan konsekuensi “terbuka untuk publik”?
Maknanya, PepNews akan menjadi web portal warga yang tertarik menulis politik secara ringan, disampaikan secara bertutur, sebagaimana warga bercerita tentang peristiwa politik mutakhir yang mereka alami, lihat dan rasakan.
Konsekuensinya, akan ada serangkaian aturan adimistratif dan etis bagi warga yang bergabung di PepNews. Aturan paling mendasar adalah setiap penulis wajib menggunakan identitas asli sesuai kartu keterangan penduduk. Demikian juga foto profil yang digunakan.
Kewajiban menggunakan identitas asli berikut foto profil semata-mata keterbukaan itu sendiri, terlebih untuk menghindari fitnah serta upaya melawan hoax.
Terkait etis penulisan, setiap penulis bertanggung jawab terhadap apa yang ditulisnya dan terhadap gagasan yang dipikirkannya.
Penulis lainnya yang tergabung di PepNews dan bahkan pembaca umumnya, terbuka memberi tanggapan berupa dukungan maupun bantahan terhadap apa yang ditulisnya. Interaktivitas antarpenulis dan antara pembaca dengan penulis akan terbangun secara wajar.
Agar setiap tulisan layak baca, maka dilakukan “filtering” atau penyaringan tulisan berikut keterangan yang menyertainya seperti foto, video dan grafis sebelum ditayangkan.
Proses penyaringan oleh administrator atau editor dilakukan secepat mungkin, sehingga diupayakan dalam waktu paling lambat 1x24 jam sebuah tulisan warga sudah bisa ditayangkan.
Dengan mulai akan mengudaranya v2 (versi 2) PepNews ini, maka tagline pun berubah dari yang semula “Ga Penting Tapi Perlu” menjadi CITIZEN POLITE: “Write It Right!”
Mari Bergabung di PepNews dan mulailah menulis politik!
Pepih Nugraha,
CEO PepNews