Dramaturgi “Deklarasi” Kemenangan Prabowo

Jangan terkecoh penampilan panggung depan Prabowo dan BPN dengan isu yang terus digoreng seperti delegitimasi KPU, ijtima Ulama III, hingga klaim-klaim kemenangan.

Selasa, 7 Mei 2019 | 06:30 WIB
0
487
Dramaturgi “Deklarasi” Kemenangan Prabowo
Deklarasi kemenangan Prabowo (Foto: Solopos)

Selalu menarik menyimak konstelasi politik pasca-pencoblosan. Eskalasi dan masifikasi isu mulai bertebaran, menjadi bubble issue yang tak kuasa dibendung publik lantaran masuk pemberitaan utama hampir semua media. Dan hal yang paling menyita perhatian bangsa ini, tiada lain tiada bukan adalah aksi deklarasi kemenangan Paslon 02 Prabowo-Sandi beberapa jam usai pencoblosan.

Publik pun kembali diingatkan aksi serupa pada 2014 lalu, dimana Prabowo langsung bersujud syukur di lantai karena merasa sudah menang dalam pemilu presiden berdasarkan hasil hitung cepat yang dipublikasikan beberapa lembaga survei. Aksi Prabowo itu dilakukan di rumah mendiang ayahnya, Soemitro Djojohadikusumo.

Dalam kesempatan waktu itu, Prabowo mengklaim telah menang dalam hasil hitung cepat yang dilakukan berbagai lembaga. Setidaknya ada 4 lembaga survei yang memenangkan Prabowo yaitu JSI dengan selisih kemenangan Prabowo-Hatta 50,16%, Jokowi-JK 49,84%, Puskaptis: Prabowo-Hatta 52,05%, Jokowi-JK 47,95%, LSN: Prabowo-Hatta 50,19%, Jokowi-JK 49,81%, IRC: Prabowo-Hatta 51,11%, Jokowi-JK 48,89%. Seperti biasa, keempat lembaga ini disinyalir punya kedekatan dengan Prabowo.

Baca Juga: Prabowo Deklarasi Kemenangan, Jokowi yang Terima Ucapan

Tak beda, Pilpres kali ini pun Prabowo melakukan sujud syukur. Klaim kemenangan kembali dilambungkan dengan kemenangan 62 persen berdasarkan real count C1 internal BPN. Bahkan, Klaim kemenangan dilakukan sebanyak 3 kali dalam jeda waktu yang relatif berdekatan. Setelah klaim sana sini, “aktor-aktor” BPN kembali mempertontonkan banyak scene yang diupayakan sebagai peneguh klaim. Di sinilah, publik menaruh curiga atas serangkaian aksi-aksi panggung depan yang dilakukan Prabowo dan BPN.

Maksud Deklarasi

Publik memang tak sebodoh yang dikira BPN dengan logika-logika peneguhan kemenangan yang semakin kemari kian sulit dipintal jadi sebuah cerita yang kuat untuk mengendalikan opini publik. Setidaknya, kesemerawutan cerita yang diperankan bisa ditelisik dari perspektif dramaturgi yang dipopulerkan Erving Goffman bahwa perilaku dalam pertunjukan kehidupan kita sehari-hari menampilkan diri kita dengan cara yang sama dengan aktor saat menampilkan karakter orang lain pada sebuah pertunjukan drama.

Goffman menyebut tindakan seperti ini dengan istilah impression management. Dalam hal memainkan peran, panggung politik sama persis dengan panggung hiburan. Sama-sama menuntut penampilan prima terutama saat sang aktor berada di panggung depan (front stage). Di situlah publik diajak masuk ke dalam pemahaman dan alur cerita yang dikehendaki.

Rangkaian tindakan tak bebas dari alur drama yang telah diskenariokan.

Dengan begitu, tindakan bukanlah sesuatu yang natural, melainkan telah dikonstruksi dalam realitas seolah-olah. Hal ini berbeda dengan situasi panggung belakang (back stage) yang biasanya bebas dan menjadi representasi tindakan nyata apa adanya (Heryanto, 2018).

Sekarang semakin jelas bahwa klaim kemenangan Prabowo dan aksi BPN saat ini bukanlah dimaksudkan untuk meraih kemangan namun merupakan upaya positioning usai kekalahan yang sudah mereka prediksi sendiri. Mengapa begitu? Setidaknya ada beberapa alasan:

Pertama, nampaknya BPN ingin menghindari konsep the winner takes all, sebab ini akan memalukan bagi penantang yang sudah tiga kali masuk ring kontestasi Pilpres. Kalau pun kalah, harus ada yang mereka bawa pulang yaitu basis masa pendukung. Sehingga, marwah Prabowo tetaplah terjaga dan masih tegak mengangkat kepala meski kalah.

Kedua, merawat fanatisme pendukung sebagai alat positioning. Untuk meningkatkan bargaining position, maka BPN butuh alat yang bisa dikomodifikasi bahkan sebagai penekan bagi pemerintah. Setidaknya, BPN masih punya masa FPI, HTI, dan emak-emak pecinta Prabowo-Sandi yang siap “meramaikan” jagat isu politik.

Baca Juga: Deklarasi Kemenangan yang Lebih Mirip Deklamasi Menyedihkan

Ketiga, mengembalikan cost of entry Pilpres yang begitu mahal. Harus diakui, kocek Sandi sudah “bolong besar”, dimana mayoritas dana kampanye dirogohnya dari kantong sendiri bahkan sampai menjual saham Saratoga miliknya. Setidaknya, kalau bukan dalam bentuk uang atau projek, minimal mental juang BPN masih bisa distabilkan. Proyeksi terdekat adalah menjaga peluang Sandi pada pemilu 2024 mendatang.

Kalau seperti ini, kita sudah tidak lagi terkecoh oleh penampilan panggung depan Prabowo dan BPN dengan berbagai isu yang terus digoreng seperti delegitimasi KPU, ijtima Ulama III, hingga klaim-klaim kemenangan yang sampai saat ini belum satupun data tentang ini diperlihatkan kepada publik.

Mulai sekarang, kita fokus saja, tentang “udang di balik batu” dari sekian “keributan politik” yang diciptakan BPN. Waktu yang akan menunjukkan bahwa dramaturgi panggung depan BPN hanya sementara.

***