Ada Tanya di Balik Ijtima Ulama dan Keislaman Prabowo?

Senin, 4 Maret 2019 | 08:26 WIB
0
267
Ada Tanya di Balik Ijtima Ulama dan Keislaman Prabowo?
Prabowo Subianto dan Habib Rizieq di Mekkah/sumber: EraMuslim.com

Sebagai bangsa, penulis menilai  membawa-bawa agama ke dalam politik praktis, cenderung memberikan peluang adanya perpecahan. Apalagi, jika pandangan dari masing-masing agama yang berbeda itu selalu dipaksakan. Namun, bukan berarti kita tak bisa memasukkan nilai-nilai agama yang dianut ke dalam negara. Itulah pemahaman 'The Founding Fathers'  kita dahulu ketika merumuskan negara ini! 

Tudingan Felix Siauw pada pernyataan "Jangan bawa Agama dalam Politik" atau "Jangan Bawa Politik dalam Agama" sebagai pernyataan sekuler tidak sepenuhnya  bisa dibenarkan.

Sebagai bangsa yang sudah menyepakati Pancasila dan UUD 1945 sebagai pedoman hidup berbangsa dan bernegara, kita menempatkan segalanya berdasarkan konstitusi yang kita anut, dan semua itu jelas tidak melanggar agama yang dianut oleh mayoritas bangsa kita, yakni Islam.

Justru, di negeri inilah, Islam benar-benar bisa menjalankan fungsinya sebagai agama yang rahmatan lil alamin.

Ketika ada sebagian masyarakat yang begitu ngototnya membawa agama, khususnya Islam ke dalam politik praktis, lantas bagaimana mereka melaksanakannya? Apa yang ditampakkan justru sebaliknya!

Ambil saja kesimpulan bahwa pasangan Prabowo-Sandiaga merupakan pasangan yang diusung  para ulama yang dikomandoi oleh Habib Rizieq Shihab (HRS), setidaknya ini yang diakui para pendukungnya.

Pertanyaannya, benarkah Prabowo-Sandi adalah pasangan capres dan cawapres hasil Ijtima Ulama?

Bukankah, sebelumnya yang diusung Ijtima Ulama, yaitu Prabowo sebagai bakal capres, dan dua nama lainnya sebagai bakal cawapres, yaitu Ustadz Abdul Somad dan Salim Segaf Al-Jufri dari PKS?

Dengan kata lain, nama Sandiaga Uno sebagai bakal cawapres Prabowo, kemunculannya memang penuh dengan kecurigaan  di antara partai pendukungnya sendiri, sehingga ketika itu muncul istilah "mahar politik" segala.

Pengusungan nama Prabowo dan Sandiaga Uno, diakui atau tidak, sepertinya menjadi hak prerogatif dari Ketua Umum Partai Gerindra Prabowo Subianto, bukan semata hasil dari ijtima ulama. Dengan kata lain, Prabowo adalah sosok yang justru mengendalikan  ulama yang mengusungnya.

Pandangan bahwa HRS melalui Ijtima Ulama lebih memilih Prabowo Subianto sebagai bakal capres yang didukung untuk menghadapi Presiden Petahana Joko Widodo (Jokowi), tak terlepas dari begitu ngototnya Prabowo mengunjungi HRS di Mekkah, Arab Saudi.

Hal ini pula, yang membuat beberapa anggota, bahkan termasuk penasehat Persaudaraan Alumni 212 Usamah Hisyam mengundurkan diri karena tidak menyepakati keputusan yang dianggap sepihak itu. 

Menurutnya, gerakan PA 212 sudah tidak sesuai dengan semangat awal, yakni aksi bela Islam yang berangkat dari esensi Al Maidah 51.

 

 
Maklum, jika dilihat dari ukuran keislaman, maka ada nama lain yang lebih mencerminkan keislaman jika dibandingkan nama Prabowo Subianto. Menurut Usamah, PA 212 seharusnya memilih capres yang merupakan sosok muslim kaffah atau sempurna sesuai Al Maidah 51.

Bahkan, Prabowo bisa dikatakan sebagai orang yang lebih dekat dan lebih memahami ajaran agama yang dianut keluarga besarnya, yaitu Kristen.

Seperti kita ketahui, Prabowo dilahirkan dari seorang ibu Kristiani. Dua kakak dan juga adiknya Hashim Djojohadikusumo bukanlah penganut Islam. Dengan kata lain, sejak kecil Prabowo memang sudah dididik dari keluarga dan disekolahkan yang jauh dari ajaran Islam.

Dan, Prabowo belakangan baru disebut beragama Islam ketika mengawini putri Presiden ke-2 Soeharto, yakni Siti Hediati Hariyadi atau lebih dikenal dengan Titiek Soeharto pada 8 Mei 1983 silam.

Oleh karena itu, jika ada anggapan bahwa Prabowo Subianto adalah capres yang mewakili mayoritas umat Islam Indonesia, dan diusung untuk menghadapi Jokowi yang dianggap "musuh Islam" adalah sebagai pandangan yang keliru, bahkan justru menyesatkan.

Bukankah keputusan Jokowi yang menggandeng KH Ma'ruf Amin sebagai cawapresnya, yang tak lain adalah Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia (MUI) sebagai langkah Jokowi menghormati ulama, dan mengajak Sang Kiai yang ahli ekonomi syariah itu untuk membangun Indonesia kedepan secara Islami?

Segalanya, akan kita ketahui jika kita mau melihat rekam jejak masing-masing calon. Pilihlah yang taat beribadah, itu jika Anda benar-benar memilih karena Islamnya!

Salam dan terima kasih!

sumber:

  1. CNNIndonesia.com (27/11/2018): "Mundur dari 212, Usamah Imbau Pilih Pemimpin Taat Ibadah"
  2. Kumprancom (18/12/2017): "Prabowo Subianto dan Keluarganya"