Biarlah elit partai memainkan perannya. Kita gak ada urusan. Urusan kita mulai mendorong orang-orang bertinegeritas.
Yang akan mencalonkan Capres dan Cawapres nanti memang parpol. Tapi yang akan memilih siapa Presiden dan Wakil Presiden, ya kita. Rakyat.
Elit-elit parpol, mau kalah atau menang dalam pertarungan politik, mereka akan tetap menikmati fasilitas. Sebab pada mereka pertarungan politik bukan hanya soal Presiden dan Wapres.
Masih ada legislatif. Masih ada Pilkada. Masih ada negoisasi kebijakan. Masih banyak akses ekonomi dan kekuasaan.
Bedanya. Kalau kalah mereka hanya dapat lebih sedikit saja. Kalau menang dapatnya lebih banyak. Itu saja.
Sementara kita. Kalau salah milih pemimpin, ruginya sampai ke ujung-ujung. Bisa blangsak seluruh kehidupan kita.
Bagi elit parpol, perhitungan soal Pilpres sering kali hanya berputar pada hitung dagang : untung-rugi. Siapa dapat apa, berapa, dan kapan.
Siapa menduduki jabatan apa.
Sementara kita tahu, Presiden adalah jabatan tertinggi. Bagi kita soal siapa Presiden Indonesia ke depan bukan hanya urusan jabatan. Tapi juga urusan masa depan republik ini. Sekaligus masa depan hidup kita.
Emangnya mau kita punya Presiden yang kekhilafah-khikafahan? Atau punya Presiden yang lebih memperhatikan kondisi Palestina ketimbang ngurus banjir di Indonesia?
Yang akan mencalinkan Presiden dan Wapres emang parpol. Tapi biasanya, karena menggunakan logika dagang, parpol selalu mengukur waktu. Menghitung deal yang tepat. Mengkalkulasi angka.
Sedang kita gak bisa begitu. Kita gak bisa membiarkan urusan masa depan bangsa hanya menjadi dominasi para elit itu saja. Sebab yang dipertaruhkan ke depan adalah hidup kita. Masa depan kita.
Jadi, meski parpol bilang, Pilpres masih 2024 nanti. Belanda masih jauh, justru kita lah yang punya kewajiban mempersoalkan diri. Jangan sampai kita membeli kuda dalam karung goni.
Kalau sekarang kita sebagai rakyat mulai melirik-lirik siapa yang pantas menggantikan Jokowi. Karena sekali lagi, kita tidak ikhlas membiarkan nasib bangsa ini hanya berada di tangan elit belaka. Kita harus turut aktif menentukan nasib dan masa depan kita sendiri.
Bambang Pacul, ketua PDIP Jateng misalnya, boleh saja berkoar, urusan Capres itu soal nanti. Partainya yang akan menentukan.
Atau Gerindra juga meminta rakyat bersabar. Agar urusan pencapresan menunggu saja apa kata Ketumnya. Apa PKS yang lirak-lirik siapa yang memberi penawaran tertinggi.
Biarlah. Itu urusan mereka sendiri. Sedangkan kita juga punya urusan. Punya cara sendiri untuk ikut menentukan masa depan kita.
Jika nanti pemilihan Presiden dan Wapres suara kita yang menentukan. Kita juga mau, siapa yang akan kita pilih, kita juga ikut menentukan. Kita penting memikirkannya dari sekarang.
Pilpres bukan soal pilihan ganda. Jawabannya sudah dirumuskan oleh panitia ujian. Kita tinggal contreng salah satunya.
Jika Diibaratkan ujian. Pilpres adalah ujian esay. Kita harus bisa menuliskan jawaban yang lengkap. Jawaban yang menjadi akar persoalan kita. Bukan jawaban yang disediakan begitu saja.
Jadi kalau sejak dini kita sudah melakukan proses pencarian siapa yang layak memegang kemudi Indonesia setelah Pak Jokowi. Itu adalah wajar. Sebab, sekali lagi, nasib kita bukan melulu urusan elit partai. Kita wajib menentukan nasib kita sendiri.
Saya rasa, dukungan publik yang besar pada Ganjar Pranowo sekarang karena soal itu. Rakyat merasa punya hak, menentukan siapa yang dipercaya menjadi calon pemegang kemudi.
Soal elit parpol masih kedekeran sendiri. Berusaha menjegal-jegal. Itu urusan mereka. Kita akan paksa mereka mendengar apa yang kita mau. Sebab di tangan kita lah penentuan siapa yang layak menggantikan Pak Jokowi nantinya.
Biarlah elit partai memainkan perannya. Kita gak ada urusan. Urusan kita mulai mendorong orang-orang bertinegeritas. Cakap. Punya komitmen tinggi kepada NKRI. Maju ke depan. Memimpin perjalanan selanjutnya.
"Mas, kamu lagi bicarakan Pak Ganjar, ya? "
Ah, Kum. Lu tahu aja...
Eko Kuntadhi
***
Welcome Citizen Polite!
Setelah melalui perjalanan cukup panjang sebagai website warga menulis politik yang ekslusif, kini PepNews terbuka untuk publik.
Para penulis warga yang memiliki minat dan fokus pada dunia politik mutakhir Tanah Air, dapat membuat akun dan mulai menuangan ide, pandangan, gagasan, opini, analisa maupun riset dalam bentuk narasi politik yang bernas, tajam, namun tetap sopan dalam penyampaian.
Wajah berganti, tampilan lebih “friendly”, nafas tetaplah sama. Perubahan ini bukan hanya pada wajah dan rupa tampilan, tetapi berikut jeroannya.
Apa makna dan konsekuensi “terbuka untuk publik”?
Maknanya, PepNews akan menjadi web portal warga yang tertarik menulis politik secara ringan, disampaikan secara bertutur, sebagaimana warga bercerita tentang peristiwa politik mutakhir yang mereka alami, lihat dan rasakan.
Konsekuensinya, akan ada serangkaian aturan adimistratif dan etis bagi warga yang bergabung di PepNews. Aturan paling mendasar adalah setiap penulis wajib menggunakan identitas asli sesuai kartu keterangan penduduk. Demikian juga foto profil yang digunakan.
Kewajiban menggunakan identitas asli berikut foto profil semata-mata keterbukaan itu sendiri, terlebih untuk menghindari fitnah serta upaya melawan hoax.
Terkait etis penulisan, setiap penulis bertanggung jawab terhadap apa yang ditulisnya dan terhadap gagasan yang dipikirkannya.
Penulis lainnya yang tergabung di PepNews dan bahkan pembaca umumnya, terbuka memberi tanggapan berupa dukungan maupun bantahan terhadap apa yang ditulisnya. Interaktivitas antarpenulis dan antara pembaca dengan penulis akan terbangun secara wajar.
Agar setiap tulisan layak baca, maka dilakukan “filtering” atau penyaringan tulisan berikut keterangan yang menyertainya seperti foto, video dan grafis sebelum ditayangkan.
Proses penyaringan oleh administrator atau editor dilakukan secepat mungkin, sehingga diupayakan dalam waktu paling lambat 1x24 jam sebuah tulisan warga sudah bisa ditayangkan.
Dengan mulai akan mengudaranya v2 (versi 2) PepNews ini, maka tagline pun berubah dari yang semula “Ga Penting Tapi Perlu” menjadi CITIZEN POLITE: “Write It Right!”
Mari Bergabung di PepNews dan mulailah menulis politik!
Pepih Nugraha,
CEO PepNews