Demonstrasi dengan tagar membela buruh, atau membela rakyat, yang disebar para aktor intelektualnya dari WAG ke WAG, hanyalah alat untuk memancing kerusuhan.
Sehabis demonstrasi yang anarkis dan vandalis (merusak fasilitas umum, mencorat-coret tembok Gedung DPRD-DIY, membakar sebuah bangunan di dekat area fokus demo), para demonstran telah melukai hati masyarakat yang berbeda pilihan dan pendapat dengan mereka.
Yang terluka, adalah masyarakat Yogya, yang membayar pajak, yang mencari nafkah dari jalan itu, yang kepentingannya dirugikan oleh aksi barbar itu. Saya tidak ingin membenturkan warga masyarakat Yogya dengan pendemo, tapi fakta di lapangan, menurut teman-teman yang berada di lapangan; Mereka melihat para SJW (singkatan dari Social ‘Joker’ Warior), memprovokasi pendemo, bahwa polisi hendak membenturkan masyarakat dengan pendemo.
Padal, kenyataan yang ada, warga masyarakat Yogya geram atas perilaku pendemo yang beringas. Sementara petugas keamanan mencoba terus bertahan. Warga masyarakat bahkan terlihat menawarkan diri, untuk turut membantu Polisi melawan para pendemo. Namun para petugas keamanan itu mencegahnya.
Pertanyaan kita; Siapa yang tega merusak fasilitas umum yang ada di Malioboro? Yang membuat para PKL Malioboro, serta para wisatawan ketakutan? Saya jawab, mereka yang tidak mencintai Yogya. Mereka yang ingin menciderai Yogya, dan ingin mematikan asset ekonomi Yogya, yang memang hanya dari asset wisata. Terus kalau asset itu dirusak, di mana moralnya, atas nama membela nasib rakyat? Rakyat yang mana?
Apakah mereka, para pendemo ini warga Yogya? Atau mahasiswa yang sedang belajar di Yogya? Tidak penting jawabannya. Tapi aksi vandalisme dan anarkisme hanya dilakukan mereka yang biadab. Meski ngaku hendak berjuang menegakkan keadilan dan membela rakyat.
Seusai demo, menurut teman-teman Gemayomi yang turun ke lapangan seusai peristiwa itu, yang pertama kali datang membantu membersihkan puing-puing kerusakan bekas demo, adalah para pengojek online. Mereka dengan sukarela, dan kemudian bersama-sama warga masyarakat yang berada di sekitar tempat itu, membersihkan kotoran peninggalan para demonstran.
Baca Juga: Bangsa Ini Memang Susah Diajak Maju
Yogya juga bukan kota industri. Ada beberapa pabrik di luar kota, tetapi tipikal buruh di Yogyakarta berbeda. Demikian pula pola hubungan majikan dan buruh, dalam home-industri yang banyak terdapat di DIY.
Di situ kita bisa melihat, apa yang sebetulnya sedang terjadi. Demonstrasi dengan tagar membela buruh, atau membela rakyat, yang disebar para aktor intelektualnya dari WAG ke WAG, hanyalah alat untuk memancing kerusuhan. Bukan membela kaum buruh. Karena yang dilakukan para demonstran hanya meneriakkan kehendak mereka, sembari merusak. Dan itu menjijikkan, atas nama demokrasi.
@sunardianwirodono
***
Welcome Citizen Polite!
Setelah melalui perjalanan cukup panjang sebagai website warga menulis politik yang ekslusif, kini PepNews terbuka untuk publik.
Para penulis warga yang memiliki minat dan fokus pada dunia politik mutakhir Tanah Air, dapat membuat akun dan mulai menuangan ide, pandangan, gagasan, opini, analisa maupun riset dalam bentuk narasi politik yang bernas, tajam, namun tetap sopan dalam penyampaian.
Wajah berganti, tampilan lebih “friendly”, nafas tetaplah sama. Perubahan ini bukan hanya pada wajah dan rupa tampilan, tetapi berikut jeroannya.
Apa makna dan konsekuensi “terbuka untuk publik”?
Maknanya, PepNews akan menjadi web portal warga yang tertarik menulis politik secara ringan, disampaikan secara bertutur, sebagaimana warga bercerita tentang peristiwa politik mutakhir yang mereka alami, lihat dan rasakan.
Konsekuensinya, akan ada serangkaian aturan adimistratif dan etis bagi warga yang bergabung di PepNews. Aturan paling mendasar adalah setiap penulis wajib menggunakan identitas asli sesuai kartu keterangan penduduk. Demikian juga foto profil yang digunakan.
Kewajiban menggunakan identitas asli berikut foto profil semata-mata keterbukaan itu sendiri, terlebih untuk menghindari fitnah serta upaya melawan hoax.
Terkait etis penulisan, setiap penulis bertanggung jawab terhadap apa yang ditulisnya dan terhadap gagasan yang dipikirkannya.
Penulis lainnya yang tergabung di PepNews dan bahkan pembaca umumnya, terbuka memberi tanggapan berupa dukungan maupun bantahan terhadap apa yang ditulisnya. Interaktivitas antarpenulis dan antara pembaca dengan penulis akan terbangun secara wajar.
Agar setiap tulisan layak baca, maka dilakukan “filtering” atau penyaringan tulisan berikut keterangan yang menyertainya seperti foto, video dan grafis sebelum ditayangkan.
Proses penyaringan oleh administrator atau editor dilakukan secepat mungkin, sehingga diupayakan dalam waktu paling lambat 1x24 jam sebuah tulisan warga sudah bisa ditayangkan.
Dengan mulai akan mengudaranya v2 (versi 2) PepNews ini, maka tagline pun berubah dari yang semula “Ga Penting Tapi Perlu” menjadi CITIZEN POLITE: “Write It Right!”
Mari Bergabung di PepNews dan mulailah menulis politik!
Pepih Nugraha,
CEO PepNews