Kaum radikal masih terus saja mencari celah untuk merekrut anggota baru. Saat ini mereka tidak berfokus pada aksi kekerasan dan pengeboman, tapi lebih ke tindakan membawa kader-kader baru dari kalangan mahasiswa. Radikalisme di area kampus yang menyasar para mahasiswa ini sangat berbahaya karena mahasiswa bisa membantu kaum radikal untuk membuat buletin dan website.
Mereka juga bisa terancam masa depannya karena fokus pada penyebaran ajaran radikalisme daripada belajar di bangku kuliah.
Mahasiswa adalah sasaran empuk dari kaum radikal. Mengapa harus mahasiswa? Karena mereka cenderung lebih kritis kepada pemerintahan. Mahasiswa yang berusia muda juga masih dalam tahap mencari jati diri dan bisa dengan mudah dipengaruhi oleh kaum radikal. Tentu dengan berbagai janji antara lain kapling di surga, pemerintahan baru yang adil dan makmur, dan lain-lain.
Kaum radikal masuk ke area kampus tentunya secara diam-diam, agar tidak ketahuan dosen dan para pejabat di Universitas. Mereka mendekati mahasiswa yang aktif pada unit kegiatan terutama di bidang keagamaan. Ceramah agama dijadikan topeng, awalnya membahas tentnag perdamaian, tapi akhirnya mereka ceramah tentang kekejaman di Gaza, pemerintah yang dianggap sekuler, dan lain-lain. Intinya, mereka mengajak mahasiswa untuk ikut membenci pemerintahan dan membentuk negara baru dengan sistem khilafiyah.
Di dalam kampus juga bisa diadakan razia terhadap seluruh unit kegiatan mahasiswa. Karena kaum radikal kadang nekat masuk ke UKM tersebut dan bahkan menginap di ruangan markasnya, padahal statusnya bukan mahasiswa. Di gerbang kampus juga harus ditingkatkan penjagaan, agar yang bisa masuk hanya mahasiswa dan dosen, serta pegawai administrasi dan kebersihan. Jika ada tamu atau penceramah dari luar, harus membawa surat tugas yang resmi. Semua ini dilakukan agar kampus tidak kecolongan dan ternyata mahasiswanya terpengaruh oleh kaum radikal.
Rektor UK Widya Mandira Kupang, Dr Philipus Tule menyatakan bahwa kampus harus mewaspadai radikalisme, karena sangat berbahaya. Untuk menangkal radikalisme, maka sudah seharusnya di setiap kampus diadakan perkuliahan yang berisi tentang nilai-nilai pancasila dan juga nasionalisme.
Selain itu, bisa juga diajarkan pula materi tentang kebhinekaan, karena Indonesia tidak hanya terdiri dari 1 suku dan agama. Jadi materi ini wajib dipelajari agar mahasiswa tumbuh jadi seseorang yang toleran dan tidak jadi seorang chauvanis. Materi ini juga membentuk mahasiswa agar jadi seseorang yang paham bahwa berbeda itu indah.
Kampus juga bisa mengadakan perkuliahan tambahan yang berisi tentang pendidikan karakter. Juga diadakan kegiatan yang dilakukan oleh banyak mahaasiswa lintas agama. Tujuannya agar mereka bisa saling mengenal dan menumbuhkan rasa toleransi dan kebersamaan. Jadi, nantinya mahasiswa akan tumbuh jadi pribadi yang berkepribadian baik dan tidak mudah mengejek orang lain yang tidak seagama atau tidak sealiran dengannya.
Sebagai mahasiswa juga wajib untuk membentengi diri sendiri dari pengaruh kaum radikal. Jangan mudah percaya akan rayuan mereka yang menjanjikan angin surga dan juga berbagai fasilitas menarik, jika Anda mau masuk dan jadi kader muda mereka. Waspadalah ketika ada kegiatan di kampus yang mencurigakan, jadi jangan asal mengikutinya. Apalagi jika itu gratis dan malah memberikan banyak kue dan materi dari pengisi acaranya. Pelajari dulu siapa penyelenggaranya, sponsornya, sampai pengisi acaranya. Apakah ia benar-benar kompeten atau ternyata simpatisan kaum radikal.
Radikalisme di kalangan mahasiswa memang meresahkan karena mereka seharusnya belajar dengan tekun dan jadi sarjana yang cerdas. Namun ketika sudah terpengaruh oleh rayuan kaum radikal, bisa-bisa kuliahnya bubar dan malah memilih untuk jihad ke luar negeri dan mau-mau saja ketika dicuci otaknya. Waspadalah, jangan sampai salah langkah.
Welcome Citizen Polite!
Setelah melalui perjalanan cukup panjang sebagai website warga menulis politik yang ekslusif, kini PepNews terbuka untuk publik.
Para penulis warga yang memiliki minat dan fokus pada dunia politik mutakhir Tanah Air, dapat membuat akun dan mulai menuangan ide, pandangan, gagasan, opini, analisa maupun riset dalam bentuk narasi politik yang bernas, tajam, namun tetap sopan dalam penyampaian.
Wajah berganti, tampilan lebih “friendly”, nafas tetaplah sama. Perubahan ini bukan hanya pada wajah dan rupa tampilan, tetapi berikut jeroannya.
Apa makna dan konsekuensi “terbuka untuk publik”?
Maknanya, PepNews akan menjadi web portal warga yang tertarik menulis politik secara ringan, disampaikan secara bertutur, sebagaimana warga bercerita tentang peristiwa politik mutakhir yang mereka alami, lihat dan rasakan.
Konsekuensinya, akan ada serangkaian aturan adimistratif dan etis bagi warga yang bergabung di PepNews. Aturan paling mendasar adalah setiap penulis wajib menggunakan identitas asli sesuai kartu keterangan penduduk. Demikian juga foto profil yang digunakan.
Kewajiban menggunakan identitas asli berikut foto profil semata-mata keterbukaan itu sendiri, terlebih untuk menghindari fitnah serta upaya melawan hoax.
Terkait etis penulisan, setiap penulis bertanggung jawab terhadap apa yang ditulisnya dan terhadap gagasan yang dipikirkannya.
Penulis lainnya yang tergabung di PepNews dan bahkan pembaca umumnya, terbuka memberi tanggapan berupa dukungan maupun bantahan terhadap apa yang ditulisnya. Interaktivitas antarpenulis dan antara pembaca dengan penulis akan terbangun secara wajar.
Agar setiap tulisan layak baca, maka dilakukan “filtering” atau penyaringan tulisan berikut keterangan yang menyertainya seperti foto, video dan grafis sebelum ditayangkan.
Proses penyaringan oleh administrator atau editor dilakukan secepat mungkin, sehingga diupayakan dalam waktu paling lambat 1x24 jam sebuah tulisan warga sudah bisa ditayangkan.
Dengan mulai akan mengudaranya v2 (versi 2) PepNews ini, maka tagline pun berubah dari yang semula “Ga Penting Tapi Perlu” menjadi CITIZEN POLITE: “Write It Right!”
Mari Bergabung di PepNews dan mulailah menulis politik!
Pepih Nugraha,
CEO PepNews