Polemik Kebijakan Kerja Saat Pandemi dan Menyingkap Konspirasi di Baliknya

Perkembangan konspirasi selanjutnya adalah virus dibuat untuk menjatuhkan kepemimpinan Presiden AS, Donald Trump. Dan yang menginginkan hal tersebut merupakan para globalist dibidang farmasi.

Minggu, 31 Mei 2020 | 11:06 WIB
0
273
Polemik Kebijakan Kerja Saat Pandemi dan Menyingkap Konspirasi di Baliknya
Covid-19 (Sony Kusumo)

Belum lama ini, beberapa pemprov dan pemkab menerapkan PSBB (Pembatasan Sosial Berskala Besar), guna menekan penyebaran virus corona di Indonesia.

Demi menghindari PHK masal dan kebangkrutan masal pemerintah mengambil jalan tengah kebijakan baru yang tetap mengedepankan penanggulangan Covid-19 sambil menghindari kebangkrutan masal.

Kebijakannya adalah memperbolehkan warga dibawah 45 tahun kembali bekerja. Kenapa hanya kelompok usia tersebut?

Sebab menurut press release WHO, kasus kematian akibat Covid-19 di kelompok usia tersebut jauh lebih rendah, yakni hanya sampai 15 persen. Sementara usia 46 ke atas, angka kematian mencapai 85 persen.

Kelompok usia 45 kebawah juga dianggap memiliki kekebalan imun lebih baik. Sedangkan kelompok usia 46 tahun ke atas lebih rentan karena telah memiliki riwayat penyakit bawaan atau komorbid seperti diabetes, darah tinggi ataupun jantung, sehingga lebih disarankan untuk tetap melaksanakan WFH (Work From Home) atau kerja dari rumah.

Menurut Pemerintah pula, di usia tersebut mayoritas warganya adalah tulang punggung keluarga. Maka itu, kebijakan ini diharapkan tetap menjaga ekonomi rakyat dan mengurangi angka PHK yang terjadi akibat pandemi corona.

Meski diberi kelonggaran, kelompok usia tadi juga diwajibkan untuk tetap menjalankan PHBS (Perilaku Hidup Bersih dan Sehat) selama beraktivitas. Mulai dari memakai masker, menjaga jarak, cuci tangan dengan sabun, dan berjemur dibawah sinar matahari agar asupan vitamin D tercukupi.

Segala upaya penanggulangan emerintah ini tetap saja ada pihak-pihak yang kontra dengan kebijakan tersebut. Dimana kebijakan itu dianggap sebagai bom waktu bagi Indonesia.

Kelonggaran tersebut turut dipertanyakan oleh beberapa pihak. Pasalnya kondisi ini bisa jadi adalah strategi pemerintah dalam menerapkan herd immunity.

Dimana herd immunity merupakan kondisi ketika banyak orang dalam suatu komunitas menjadi kebal terhadap penyakit menular. Sehingga penyebaran penyakit melambat atau dapat berhenti dengan sendirinya.

Tentu saja tergantung imun tubuh tiap individunya. Bila imun baik maka orang dapat bertahan dan kebal, jika tidak sebaliknya bahkan mereka bisa meninggal.

Namun jika terjadi herd immunity, diprediksi akan ada 16 juta orang mati atau dua persen dari jumlah penduduk Indonesia. Ditambah kurva pasien positif Covid-19 di Indonesia, masih terus merangkak naik setiap harinya. Kini jumlah pasiennya sudah lebih dari 20 ribu orang dan diprediksi jumlahnya masih akan terus bertambah.

Di masa kini, ekonomi dan kesehatan ibarat mata uang. Keduanya saling berkaitan, namun tak dapat dipisah.

Begitu pula di masa pandemi corona, masyarakat harus senantiasa hidup sesuai protap new normal, sehat dan harus berpenghasilan demi dapat menafkahi keluarga dirumah.

Meski telah merenggut banyak korban jiwa, kita berharap semoga Indonesia bisa sesegera mungkin dapat mengatasi virus corona layaknya Vietnam. Sejak beberapa bulan lalu, negara dikawasan Asia itu telah dinyatakan tidak ada kasus pasien positif Covid-19 baru.

Berharap pemerintah dan masyarakat di Indonesia bisa belajar dari Vietnam. Pemerintah ketat dalam membatasi pergerakkan warganya, termasuk sanksi tegas bagi siapapun yang melanggarnya.

Warga Vietnam pun mayoritas setuju pada langkah yang diambil pemerintah. Sehingga keduanya bisa berjalan beriringan.

Terlepas dari realita tersebut, ada berbagai kisah konspirasi dibalik kasus Covid-19. Dimana corona bukanlah virus yang berasal dari kelelawar, melainkan virus hasil ciptaan laboratorium dan dipakai sebagai senjata biologis.

Selama ini pula, kita ketahui bahwa virus tersebut diisukan oleh Presiden Amerika Serikat, Donald Trump, berasal dari Kota Wuhan, Tiongkok. Kendatinya juru bicara Kementerian Luar Negeri Tiongkok, Zhao Lijian, menyampaikan bahwa virus tersebut diselundupkan lewat kontingen Amerika Serikat (AS) dan sengaja disebarkan di negaranya.

Selain berdasarkan hasil riset ilmuwan di Tiongkok, Zhao pun menyebut jika virus itu berasal dari laboratorium militer AS di Fort Detrick, Maryland.

Selanjutnya barulah diselundupkan ke Wuhan lewat ajang Pesta Olahraga Militer Dunia.

Semula Fort Detrick merupakan bandara, lalu beralih fungsi menjadi pusat pengembangan senjata biologis di masa perang dan sejak tahun 1969 hanya diperuntukkan bagi penelitian patogen berbahaya karena dilarang dalam Protokol Jenewa.

Hingga pada Juli 2019 lalu, Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit (CDC) AS mengeluarkan surat untuk menghentikan penelitian di Fort Detrick. Dan awal Agustus 2019, kawasan tersebut resmi ditutup.

Disebut-sebut fasilitas yang tak memadai menjadi alasan penutupan Fort Detrick. Penutupan laboratorium ini, lantas dikaitkan dengan teori konspirasi wabah virus corona di dunia.

Konspirasi itu kian meluas dengan adanya kasus flu bergejala mirip Covid-19 dikawasan Maryland. Jumlah kasusnya tak tanggung-tanggung, yakni mencapai 3,140 pasien dan sudah terjadi sejak Oktober 2019.

Dan kasus kematian pertama ditemukan di Panti Jompo Greenspring, yang letaknya hanya satu jam dari lokasi laboratorium Fort Detrick. Di AS, persoalan ini terasa rumit karena pihak ahli maupun pemerintahan setempat mengklaim sulit mengindentifikasi jenis virusnya.

Konspirasi bahwa Covid-19 berasal dari AS, Inteligen AS menginfokan ke Israel dan negara-negara NATO, tepatnya pada November 2019 soal akan ada penyebaran virus di Wuhan, provinsi dari negeri tirai bambu tersebut.

Bahkan AS pun sejak September tahun lalu, telah mempersiapkan vaksin Covid-19. Dimana vaksin itu diperuntukkan bagi warganya dan sebagai upaya persiapan saat dunia tengah mengalami resesi ekonomi akibat pandemi.

Hasil riset Universitas Cambridge juga menyingkap bahwa virus corona bisa menyebar diluar Asia tanpa adanya mutasi. Artinya dapat di simpulkan virus corona generasi pertama bukan berasal dari Wuhan, Tiongkok.

Bentuk virus tersebut terbagi menjadi dua, yakni virus generasi pertama dan virus hasil mutasi. Virus generasi pertama inilah yang diciptakan dilaboratorium Fort Detrick.

Sifat penyebaran virus tersebut lambat. Kemudian virus corona yang menjalar ditubuh pasien di Wuhan, sebagian besar adalah hasil mutasi yang bisa menular cepat.

Perkembangan konspirasi selanjutnya adalah virus dibuat untuk menjatuhkan kepemimpinan Presiden AS, Donald Trump. Dan yang menginginkan hal tersebut merupakan para globalist dibidang farmasi.

Dipercaya mereka merupakan orang-orang yang pro dengan Barrack Obama, Mantan Presiden AS ke-44. Pasalnya dimasa pemerintahannya, Obama memiliki organisasi bernama Obama Care. Yang pada saat kepemimpinan President Donald Trump, Obama Care di stop.

Salam Sehat!!

Sony Kusumo

***