Jika kita mengikuti apa kata orang, tak akan ada habisnya sampai kapan pun. Itulah yang kita temukan pasca debat perdana pilpres yang digelar 17 Januari 2019 lalu.
Tidak sedikit komentar dan pendapat bernada sinis, ditujukan kepada calon wakil presiden nomor urut 01 KH Ma'ruf Amin. Salah satunya menurut Ketua Dewan Pembina Partai Amanat Nasional (PAN) Amien Rais.
Menurut Amien Rais, tidak ada yang menonjol dari KH Ma'ruf Amin dalam Debat Pilpres 2019, karena Maruf Amin dianggapnya lebih banyak mengeluarkan argumen yang normatif ketimbang substantif.
Jika kita mencermatinya, memang KH Ma'ruf Amin tak banyak bicara. Meskipun begitu, ada pertanyaan moderator seputar terorisme yang dijawabnya secara gamblang, dan jawaban itu ternyata lebih diterima di semua kalangan masyarakat kita.
Bagaimanapun, kita masih menemukan masyarakat kita yang berpendapat bahwa aksi terorisme sebagai aksi jihad.
Dan, KH Ma'ruf Amin menjawab pertanyaan itu sesuai dengan kedalaman pemahaman keislamannya yang dimiliki.
Jadi, apa yang dikatakan Amien Rais, tidak beralasan sama sekali, bahkan komentar Amien Rais itu cenderung subjektif.
Adab sebagai Cawapres
Lebih banyak diamnya KH Ma'ruf Amin dalam debat perdana, justru menunjukkan bahwa dirinya benar-benar memahami adabnya sebagai seorang cawapres.
Apalagi jika dikaitkan dengan debat perdana ini, yang ditujukan lebih kepada posisi Joko Widodo (Jokowi) sebagai calon presiden.
Artinya, Presiden Jokowi-lah yang harus lebih mendominasi debat pilpres ini dibandingkan dirinya.
Selain itu, posisinya sebagai cawapres ditunjukan dengan cara menambahkan apa yang dijawab Jokowi, sekaligus memberikan dukungan penuh apapun yang akan dilakukan Presiden.
Dengan demikian, KH Ma'ruf Amin juga tidak menambahkan pernyataan apa pun usai Jokowi menyampaikan argumentasinya.
Seandainya, KH Ma'ruf Amin lebih banyak bicara dan lebih mendominasi jalannya debat dibandingkan Jokowi, tentu saja pendapat mantan Ketua Umum PAN Amien Rais pun akan tetap sama, yaitu menyudutkan Jokowi-Ma'ruf.
Pokoknya, dalam keadaan dan posisi apa pun, Jokowi selalu salah di mata Amien Rais.
Dominasi JK terhadap SBY
Coba kita tengok ke belakang, di masa Pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) dan Muhammad Jusuf Kalla (JK) antara 2004-2009.
Saat itu, media massa sering mewartakan soal adanya 'matahari kembar' di Istana.
Maksudnya, posisi JK sebagai Wakil Presiden dianggap lebih dominan dibandingkan Presiden SBY.
Jika hal itu terus dibiarkan, tak bisa dihindari terjadinya disharmonisasi di dalam tubuh pemerintahan SBY-JK.
Dengan demikian, sangat beralasan di Pilpres 2009, SBY tak lagi menggandeng JK, tetapi justru mengajak mantan Gubernur Bank Indonesia Profesor Boediono sebagai cawapres, yang menurut SBY tak banyak bicara.
Sandi Lebih Agresif dari Prabowo?
Dalam debat perdana yang digelar di Hotel Bidakara ini, hal yang terjadi justru sebaliknya dilakukan Sandiaga Uno.
Dalam debat ini, Sandi lebih dominan dan cenderung agresif bila dibandingkan Prabowo.
Bahkan, Sandiaga Uno seakan-akan tidak menerima ketika Prabowo mengalihkan pertanyaan soal Partai Gerindra ke Sandi.
Hal inilah yang mengagetkan Ketua Tim Kampanye Nasional (TKN) Joko Widodo-Ma'ruf Amin, Erick Thohir, karena Sandi yang mengaku bukan lagi kader Gerindra.
Apapun alasannya, sebagai cawapres Prabowo, semestinya Sandi bisa memberikan jawaban yang diminta capresnya itu. Bukan menolak atau bahkan mengembalikan pertanyaan itu kepada Prabowo.
Belum lagi ketika perkataan Prabowo dihentikan moderator, secara spontan Prabowo melakukan gerakan joget, dan seketika itu pula Sandi memijat-mijat punggung Prabowo.
Dari gambaran tersebut, Prabowo tampak agak grasa-grusu. Namun, apa yang dilakukan Sandi justru menurunkan wibawa dari capresnya itu.
Disadari atau tidak, ada potensi dimana Sandi lebih mendominasi Prabowo Subianto.
Seandainya Prabowo-Sandi memenangkan Pilpres 2019 nanti, bisa dipastikan akan ada 'matahari kembar' di istana.
Hal ini juga tak bisa dilepaskan dari ambisi Sandi yang tertarik menduduki kursi presiden di Pilpres 2024 yang akan datang.
Yang perlu diperhatikan, agresifnya sikap Sandi di dalam debat akan mudah dipatahkan oleh Jokowi yang sarat pengalaman, baik sebagai Walikota Solo, Gubernur DKI Jakarta maupun sebagai Presiden Petahana.
Sedangkan Sandi belum banyak pengalaman dan jam terbangnya sebagai Wakil Gubernur DKI Jakarta baru sekitar 8 bulanan.
Namun, untuk bisa membuktikan Sandi yang dianggap lebih mendominasi Prabowo, kita lihat aksinya di debat-debat selanjutnya!
***
sumber:
Welcome Citizen Polite!
Setelah melalui perjalanan cukup panjang sebagai website warga menulis politik yang ekslusif, kini PepNews terbuka untuk publik.
Para penulis warga yang memiliki minat dan fokus pada dunia politik mutakhir Tanah Air, dapat membuat akun dan mulai menuangan ide, pandangan, gagasan, opini, analisa maupun riset dalam bentuk narasi politik yang bernas, tajam, namun tetap sopan dalam penyampaian.
Wajah berganti, tampilan lebih “friendly”, nafas tetaplah sama. Perubahan ini bukan hanya pada wajah dan rupa tampilan, tetapi berikut jeroannya.
Apa makna dan konsekuensi “terbuka untuk publik”?
Maknanya, PepNews akan menjadi web portal warga yang tertarik menulis politik secara ringan, disampaikan secara bertutur, sebagaimana warga bercerita tentang peristiwa politik mutakhir yang mereka alami, lihat dan rasakan.
Konsekuensinya, akan ada serangkaian aturan adimistratif dan etis bagi warga yang bergabung di PepNews. Aturan paling mendasar adalah setiap penulis wajib menggunakan identitas asli sesuai kartu keterangan penduduk. Demikian juga foto profil yang digunakan.
Kewajiban menggunakan identitas asli berikut foto profil semata-mata keterbukaan itu sendiri, terlebih untuk menghindari fitnah serta upaya melawan hoax.
Terkait etis penulisan, setiap penulis bertanggung jawab terhadap apa yang ditulisnya dan terhadap gagasan yang dipikirkannya.
Penulis lainnya yang tergabung di PepNews dan bahkan pembaca umumnya, terbuka memberi tanggapan berupa dukungan maupun bantahan terhadap apa yang ditulisnya. Interaktivitas antarpenulis dan antara pembaca dengan penulis akan terbangun secara wajar.
Agar setiap tulisan layak baca, maka dilakukan “filtering” atau penyaringan tulisan berikut keterangan yang menyertainya seperti foto, video dan grafis sebelum ditayangkan.
Proses penyaringan oleh administrator atau editor dilakukan secepat mungkin, sehingga diupayakan dalam waktu paling lambat 1x24 jam sebuah tulisan warga sudah bisa ditayangkan.
Dengan mulai akan mengudaranya v2 (versi 2) PepNews ini, maka tagline pun berubah dari yang semula “Ga Penting Tapi Perlu” menjadi CITIZEN POLITE: “Write It Right!”
Mari Bergabung di PepNews dan mulailah menulis politik!
Pepih Nugraha,
CEO PepNews