KPU dan Bawaslu yang segera melaporkan hoaks 7 kontainer surat suara tercoblos ke Bareskrim Polri merupakan langkah tepat. Sehingga, hoaks tersebut tidak mendapat kesempatan berkembang menjadi bola liar, memicu spekulasi yang membahayakan stabilitas nasional.
Bareskrim Polri sudah dan sedang bekerja. Sebagian orang-orang yang terindikasi berkaitan hoaks tersebut sudah diamankan untuk dimintai keterangan. Proses penyidikan masih berjalan.
Menjadi pertanyaan apakah ini tindakan sporadis berdiri sendiri atau ini tindakan sistematis dari skenario besar untuk tujuan tertentu?
Semua pihak terkait dalam Pilpres tidak mau disangkut-pautkan dengan hoaks ini. Semua mengaku menjadi korban.
Memang kita diminta untuk menghormati azas praduga tak bersalah. Namun, sangat sulit untuk menutup mata pada pola-pola hoaks yang terjadi sebelumnya.
Sebut saja drama penganiayaan Ratna Sarumpaet. Melapor ke polisi saja belum, ada Capres tertentu yang begitu mudah membuat pernyataan tendensius. Bahwa penganiayaan Ratna merupakan ancaman demokrasi.
Ketika polisi membuka fakta kebohongan Ratna, Capres tersebut minta maaf, namun tidak minta maaf pada pihak yang ia sudah tendensiusi. Sementara pendukungnya sudah sedemikian masif menebar tuduhan dan kebohongan ke sana ke mari.
Begitu pula ketika muncul hoaks 7 kontainer yang katanya berisi 80 juta surat suara pasangan capres-cawapres nomor urut 01 yang sudah dicoblos, para pendukung 02 beramai-ramai membuat pernyataan mengarah pada kesimpulan yang merusak integritas KPU sebagai penyelenggara pemilihan umum.
Ketika pihak berwenang menangkapi orang-orang terlibat hoaks tersebut ternyata punya hubungan khusus dengan paslon tertentu, para pendukung paslon tertentu itu beramai-ramai membantah dan mengaku dizalimi.
Seharusnya, tidak perlu reaktif mengambil kesimpulan yang menghakimi KPU kalau memang tidak mempunyai maksud-maksud tertentu.
Apa jadinya kalau ada orang-orang seperti memposisikan diri di atas hukum, bebas bicara bohong, mengembus-embuskan ketidakpercayaan pada lembaga negara. Dan orang-orang seperti itu terus saja dibiarkan.
Hoaks merajalela adalah persoalan serius.
Suriah hancur-lebur karena hoaks, karena orang-orang yang menyebut dirinya ulama terus saja mengembuskan kebencian pada presiden dan pemerintah. Diperparah dengan massifnya penjaja agama.
Tentu, tak ada yang mau hal serupa terjadi di Indonesia.
***
Welcome Citizen Polite!
Setelah melalui perjalanan cukup panjang sebagai website warga menulis politik yang ekslusif, kini PepNews terbuka untuk publik.
Para penulis warga yang memiliki minat dan fokus pada dunia politik mutakhir Tanah Air, dapat membuat akun dan mulai menuangan ide, pandangan, gagasan, opini, analisa maupun riset dalam bentuk narasi politik yang bernas, tajam, namun tetap sopan dalam penyampaian.
Wajah berganti, tampilan lebih “friendly”, nafas tetaplah sama. Perubahan ini bukan hanya pada wajah dan rupa tampilan, tetapi berikut jeroannya.
Apa makna dan konsekuensi “terbuka untuk publik”?
Maknanya, PepNews akan menjadi web portal warga yang tertarik menulis politik secara ringan, disampaikan secara bertutur, sebagaimana warga bercerita tentang peristiwa politik mutakhir yang mereka alami, lihat dan rasakan.
Konsekuensinya, akan ada serangkaian aturan adimistratif dan etis bagi warga yang bergabung di PepNews. Aturan paling mendasar adalah setiap penulis wajib menggunakan identitas asli sesuai kartu keterangan penduduk. Demikian juga foto profil yang digunakan.
Kewajiban menggunakan identitas asli berikut foto profil semata-mata keterbukaan itu sendiri, terlebih untuk menghindari fitnah serta upaya melawan hoax.
Terkait etis penulisan, setiap penulis bertanggung jawab terhadap apa yang ditulisnya dan terhadap gagasan yang dipikirkannya.
Penulis lainnya yang tergabung di PepNews dan bahkan pembaca umumnya, terbuka memberi tanggapan berupa dukungan maupun bantahan terhadap apa yang ditulisnya. Interaktivitas antarpenulis dan antara pembaca dengan penulis akan terbangun secara wajar.
Agar setiap tulisan layak baca, maka dilakukan “filtering” atau penyaringan tulisan berikut keterangan yang menyertainya seperti foto, video dan grafis sebelum ditayangkan.
Proses penyaringan oleh administrator atau editor dilakukan secepat mungkin, sehingga diupayakan dalam waktu paling lambat 1x24 jam sebuah tulisan warga sudah bisa ditayangkan.
Dengan mulai akan mengudaranya v2 (versi 2) PepNews ini, maka tagline pun berubah dari yang semula “Ga Penting Tapi Perlu” menjadi CITIZEN POLITE: “Write It Right!”
Mari Bergabung di PepNews dan mulailah menulis politik!
Pepih Nugraha,
CEO PepNews