Membaca Teror Separatisme di Nduga

Senin, 10 Desember 2018 | 17:41 WIB
0
741
Membaca Teror Separatisme di Nduga
Kelompok Bersenjata OPM (Foto: Law-justice.co)

Serangan sekelompok orang bersenjata di Nduga yg dipimpin oleh Egianus Kogoya adalah aksi teror dlm bungkus separatis. Sementara kita sejak lama masih berkutat dengan istilah mereka itu KKB, KKSB atau OPM?

Kelompok Egianus Kogoya merupakan sempalan dari kelompok pimpinan Kelly Kwalik, komandan sayap militer Organisasi Papua Merdeka (OPM). Kelly Kwalik tewas dalam penyergapan polisi pada 2009.

Pembantaian 31 orang karyawan PT Istaka Karya yang sedang mengerjakan jembatan jalan trans Papua terjadi pada tanggal 2 Desember 2018, tercatat awal korban meninggal 19 orang. Selain itu mereka menyerang Pos TNI dimana terdapat 21 anggota Yonif 755/Yalet yang dipimpin oleh Danpos Letda Inf M. Rizal.

Kelompok itu mengejar warga yang berlindung di Pos TNI Mbua, di hari yang sama pukul 18.30 WIT menyerang dengan taktik menggunakan warga pribumi (warga asli Papua simpatisan mereka) sebagai tameng menyerbu pos TNI.

Danpos tidak membalas tembakan ke arah kerumunan massa yang menyerbu Pos, menghindari masalah HAM, mengistruksikan pasukan untuk mundur meninggalkan pos. Selain 19 warga sipil tewas, satu anggtota TNI tewas tertembak dan satu luka-luka.

Pengunduran selama 2 hari 3 malam menembus hutan, dan pada 4 Desember 2018 pukul 11.11 WIT mereka beserta warga pendatang tiba di Wamena. Dilaporkan juga 5 pekerja hilang dan ditembak kelompok bersenjata itu.

Analisis

Dari beberapa serangan di Papua, kasus Nduga ini yang paling menonjol, dilakukan dengan kejam, korban banyak, kelompok bersenjata itu makin berani menyerang pos TNI yang berkekuatan 1 peleton minus. Memang pernah terjadi beberapa kasus kekerasan seperti di Tolikara, Timika dan lainnya tapi serangan ini penulis nilai yang terstruktur.

Bagaimana membacanya?

Papua bak gadis cantik kaya dan menjanjikan. Beberapa negara menginginkan memetik untuk mengeruk hasilnya. Penulis pernah dua tahun tugas di Papua, pernah berkeliling dan melihat betapa sulit medan di sana, sementara pengetahuan penduduk mayoritas masih rendah. Pada pendudukan Belanda memang dibodohkan agar tidak macam-macam.

Sebagian penduduk tersebut mudah dipengaruhi untuk lepas dari Indonesia, ya itulah yang terjadi, kemudian muncul gerakan-gerakan dan akhirnya menjadi kelompok bersenjata dengan tujuan ingin merdeka.

Jadi semua urusan apa itu namanya, baik OPM, KKB, KKSB adalah gerakan separatis, insurgency yang mau merdeka. Hanya persoalannya, karena ada asing yang berminat, Indonesia terganjal dalam mengatasinya dengan serangan frontal TNI, bisa dituduh melanggar HAM.

Pelajaran operasi Tinombala terhadap kelompok teror di Poso yang lama tidak kunjung selesai, begitu TNI dilibatkan penuh, selesai. Di Poso tidak ada yang ribut soal HAM karena yang dukung teroris hanya ISIS, bukan negara.

Dari informasi serta data intelijen yang masuk, kasus Nduga jangan diremehkan, karena indikasi gerakan, taktik dan strategi Egianus Kogoya itu adalah raid and terror. Jelas mereka hanya pelaksana lapangan. Ada handler, pengatur strategi yang sudah berinteraksi. Di laporkan senjata mereka standard NATO. Tujuan pemain luar itu bisa bisnis kelompok khusus, atau pesanan bikin kacau.

Pertanyaan intelijen, mereka mau ganggu proyek Infrastruktur atau aksi teror pesanan. Menurut penulis lebih kepada pesanan untuk teror, memanipulasi Egianus untuk melakukan aksi, bagian menuju merdeka. Itu message pihak-pihak yang berkepentingan kepada pemerintah sebagaimana aksi teror umumnya.

Aksi-aksi serupa bisa saja terjadi di tempat lain, baik OPM yang di gunung maupun di pantai. Bagaimana mengatasinya? Counter insurgency adalah langkah yang tepat, potong jalur komando dengan handler mereka. Pertempuran gunung hutan adalah spesialis beberapa pasukan khusus TNI yang memang dilatih.

Sementara Kemlu harus mampu meyakinkan denagar-negara seperti Vanuatu, PNG dan negara-negara lain di Pasifik Selatan serta negara lainnya supaya tidak mencampuri urusan dalam negeri kita. Kesejahteraan, dan pendidikan penduduk juga tetap diperhatikan oleh pejabat yang pegang amanah

Kita menyelesaikan Aceh yang mau merdeka saja bisa, apa Papua tidak bisa. Padahal GAM itu lebih cerdas, galak dan cerdik serta jauh berbahaya dibandingkan OPM.

Nah, masih ributkah kita dengan istilah?

Ini masalah nasional, masalah integritas nasional dan bangsa ini perlu satu sikap, bukan sebaliknya.

***

Marsda Pur Prayitno Ramelan, Pengamat Intelijen