Akhir-akhir ini muncul berita tentang presiden tiga periode. Hal ini tentu mengejutkan karena tidak sesuai dengan Undang-Undang. Padahal Presiden Jokowi sendiri dengan tegas menolak dipilih kembali. Bisa jadi isu tiga periode hanya momentum untuk memprovokasi dan memecah-belah rakyat.
Sejak dipilih tahun 2014, Presiden Jokowi sangat berprestasi dan membuat berbagai infrastruktur yang bemanfaat bagi rakyat. Begitu juga ketika beliau terpilih kembali pada tahun 2019.
Masyarakat amat senang dan makin mencintai Bapak Jokowi. Baru kali ini Indonesia memiliki pemimpin yang merakyat, suka blusukan dan tidak pernah pencitraan, tetapi berprinsip untuk kerja dan kerja.
Akan tetapi ada saja pihak yang sirik dan kurang suka dengan sepak terjang Presiden Jokowi, entah apa sebabnya. Akhirnya mereka mengembuskan isu bahwa akan ada pemilihan presiden lagi tahun 2024 dan kontestannya adalah Bapak Jokowi lagi. Padahal hal ini menyalahi aturan, karena seorang WNI maksimal hanya bisa jadi RI-1 selama 2 periode.
Masyarakat diminta untuk mewaspadai provokasi ini, karena hanya isu yang dibuat oleh oposisi. Presiden Jokowi sendiri sudah menegaskan untuk tidak mau dipilih kembali, karena akan menyalahi konstitusi dan UUD 1945. Walau memegang tampuk sebagai pemimpin, tetapi beliau tidak mau menyalahgunakan jabatan dan mengamendemen UUD, agar bisa dipilih lagi.
Tenaga ahli utama Kantor Staf Presiden, Donny Gahral Adrian menyatakan bahwa pihak yang menuduh bahwa akan ada penambahan masa jabatan presiden selama 3 periode harus berhati-hati. Jangan sampai pernyataan itu jadi wacana yang berujung fitnah. Isu ini hanya jadi spekuliasi dan entah mengapa digulirkan kembali.
Jika ada yang sengaja memfitnah Presiden seperti ini memang harus diberi peringatan, karena ia bisa tersandung UU ITE. Penyebabnya karena pihak yang menuduh menyatakan ‘presiden 3 periode’ di channel Youtube-nya. Ketika ia terbukti melanggar UU ITE, maka bisa kena denda maksimal 1 milyar rupiah atau penjara maksimal 6 tahun.
Begitu pula ketika ia beralasan bahwa wacana ini tidak diucapkan via media elektronik. Ia bisa tetap kena pasal pencemaran nama baik dan terancam hukuman maksimal 9 bulan penjara atau denda 450.000 rupiah.
Jika ia benar-benar tertangkap karena terjerat UU ITE atau pasal pencemaran nama baik, maka jangan sampai playing victim dan berkata bahwa ini melanggar demokrasi. Masyarakat perlu tahu beda antara kritik dengan fitnah dan tidak terpengaruh.
Perbuatan oknum yang seperti itu sudah menjurus ke fitnah keji dan pembunuhan karakter, wajar jika kena hukuman penjara.
Apapun perbuatan yang dilakukan, seharusnya seorang rakyat tidak boleh berpikiran negatif kepada presidennya. Memang Indonesia adalah negara demokrasi, tetapi bukan berarti bebas sebebas-bebasnya. Apabila seperti itu berarti kita negara liberal, bukan demokrasi dan pancasila.
Masyarakat diminta untuk tidak terprovokasi karena sudah beberapa kali Presiden Jokowi menegaskan untuk tidak ada yang namanya masa jabatan sampai 3 kali. Beliau sangat menghormati refomasi 1998. Pada spirit reformasi, maka periode jabatan presiden dibatasi, agar tidak muncul sikap yang ortoriter atau rezim tirani.
Jangan mudah termakan hoaks apalagi yang sudah tersebar di media sosial atau grup WA. Jika ada berita tentang masa jabatan presiden 3 periode, maka tahan sebelum men-share dan periksa kebenarannya. Kenapa? Karena saat ini orang bisa dengan mudah menulis di internet, sedang kebenarannya bisa jadi kurang valid, lantaran hanya menjadi alat propaganda.
Masa jabatan presiden Indonesia sudah fix hanya 2 periode. Tidak bisa ditambah dan tidak bisa diganggu-gugat. Masyarakat diminta untuk tenang dan tidak mencak-mencak saat ada isu presiden 3 periode, karena bapak Jokowi sendiri menolaknya. (Zakaria)
***
Welcome Citizen Polite!
Setelah melalui perjalanan cukup panjang sebagai website warga menulis politik yang ekslusif, kini PepNews terbuka untuk publik.
Para penulis warga yang memiliki minat dan fokus pada dunia politik mutakhir Tanah Air, dapat membuat akun dan mulai menuangan ide, pandangan, gagasan, opini, analisa maupun riset dalam bentuk narasi politik yang bernas, tajam, namun tetap sopan dalam penyampaian.
Wajah berganti, tampilan lebih “friendly”, nafas tetaplah sama. Perubahan ini bukan hanya pada wajah dan rupa tampilan, tetapi berikut jeroannya.
Apa makna dan konsekuensi “terbuka untuk publik”?
Maknanya, PepNews akan menjadi web portal warga yang tertarik menulis politik secara ringan, disampaikan secara bertutur, sebagaimana warga bercerita tentang peristiwa politik mutakhir yang mereka alami, lihat dan rasakan.
Konsekuensinya, akan ada serangkaian aturan adimistratif dan etis bagi warga yang bergabung di PepNews. Aturan paling mendasar adalah setiap penulis wajib menggunakan identitas asli sesuai kartu keterangan penduduk. Demikian juga foto profil yang digunakan.
Kewajiban menggunakan identitas asli berikut foto profil semata-mata keterbukaan itu sendiri, terlebih untuk menghindari fitnah serta upaya melawan hoax.
Terkait etis penulisan, setiap penulis bertanggung jawab terhadap apa yang ditulisnya dan terhadap gagasan yang dipikirkannya.
Penulis lainnya yang tergabung di PepNews dan bahkan pembaca umumnya, terbuka memberi tanggapan berupa dukungan maupun bantahan terhadap apa yang ditulisnya. Interaktivitas antarpenulis dan antara pembaca dengan penulis akan terbangun secara wajar.
Agar setiap tulisan layak baca, maka dilakukan “filtering” atau penyaringan tulisan berikut keterangan yang menyertainya seperti foto, video dan grafis sebelum ditayangkan.
Proses penyaringan oleh administrator atau editor dilakukan secepat mungkin, sehingga diupayakan dalam waktu paling lambat 1x24 jam sebuah tulisan warga sudah bisa ditayangkan.
Dengan mulai akan mengudaranya v2 (versi 2) PepNews ini, maka tagline pun berubah dari yang semula “Ga Penting Tapi Perlu” menjadi CITIZEN POLITE: “Write It Right!”
Mari Bergabung di PepNews dan mulailah menulis politik!
Pepih Nugraha,
CEO PepNews