Pelanggaran hak asasi manusia masih menjadi kasus yang serius di Papua. Seperti peristiwa penembakan pekerja di Nduga yang memakan banyak korban jiwa. Rakyat Papua meminta agar kasus-kasus ini segera diselesaikan dengan adil.
Pemerintah juga berjanji untuk menyelesaikannya dengan tuntas.
Papua adalah wilayah paling timur di Indonesia dan posisinya yang sangat jauh dari Jakarta membuat adanya ketimpangan dengan penduduk di Jawa dan Sumatra. Misalnya di bidang ekonomi dan sosial. Problem lain yang ada di sana adalah banyak pelanggaran hak asasi manusia yang dilakukan oleh oknum KKB yang tidak bertanggungjawab. Mereka berani menembak saudara sesuku lalu melarikan diri.
Pemerintah tentu tidak tinggal diam dalam menangani kasus-kasus pelanggaran HAM ini. Setelah diselidiki, ternyata ada oknum yang tidak suka akan pembangunan jembatan tersebut. Padahal ini adalah cara untuk membangun infrastruktur dan demi kemajuan rakyat Papua, terutama di bidang ekonomi. Sayangnya sang oknum berpikir bahwa pembangunan infrastruktur berarti merusak keindahan alam Papua.
Di sinilah perlu adanya komunikasi antara warga Papua dengan pemerintah. Kekerasan HAM bisa dihentikan, jika ada pengertian antara kedua belah pihak. Pemerintah bisa membangun Papua agar rakyatnya semakin maju, dan masyarakat asli di sana merasa aman karena diberi jaminan bahwa hal ini tidak akan merusak tanah Papua.
Presiden Joko Widodo juga memerintahkan Menko Polhulkam Mahfud MD untuk mengatasi pelanggaran HAM di Papua. Kekerasan yang terjadi di sana tidak boleh terjadi hingga berlarut-larut. Sehingga merugikan pemerintah dan rakyat Papua sendiri. Ketika semua kasus pelanggaran HAM sudah diselesaikan, maka keadaan di sana akan menjadi damai.
Sebaliknya, jika terjadi kericuhan akibat salah paham dan juga provokasi dari oknum, maka dikhawatirkan akan dimanfaatkan oleh kelompok separatis. Mereka bisa menghasut seluruh rakyat Papua untuk mengibarkan bendera bintang kejora dan membuat negara baru yang terpisah dari Indonesia.
Memang masih ada saja oknum separatis yang biasanya bergabung di KKB (kelompok kriminal bersenjata), yang tidak setuju dengan semua kebijakan pemerintah. Mereka lalu membuat kericuhan lalu ketika ada yang tertangkap, malah playing victim dan berkata bahwa aparat sudah melanggar hak asasi manusia. Padahal mereka sedang melaksanakan tugas untuk menjaga keamanan di wilayah Papua.
Masalah pelanggaran HAM memang menjadi topik yang selalu dibicarakan, bila menyebut nama Papua. Untuk mengatasinya, maka pemerintah bekerja sama dengan Komnas HAM, dan membentuk Komisi Kebenran dan Rekonsiliasi. Anggota Komnas HAM, Beka Ulung Hapsara menyatakan bahwa organisasinya siap menolong pemerintah dalam mengatasi kasus-kasus pelanggaran hak asasi manusia di Papua. Komnas HAM bahkan punya tim khusus Papua dan siap bekerja sama dengan lembaga negara HAM lainnya.
Pemerintah juga siap mengatasi masalah hak asasi manusia di Papua dan tidak menganaktirikan wilayah tersebut. Terlebih, negeri kita ditunjuk jadi dewan HAM oleh PBB. Jadi masalah seperti pelanggaran hak asasi sangat diperjuangkan, agar bisa diselesaikan dengan seadil-adilnya.
Jika kasus pelanggaran HAM sudah berhasil diusut dan diurus sampai selesai, maka diharap seluruh rakyat Papua maupun suku lain di Indonesia menjalankan hidup dengan damai. Orang Papua tidak lagi merasa diabaikan oleh Pemerintah. Tindakan aparat untuk menangkap kelompok separatis serta anggota KKB juga disetujui dan tidak dianggap sebagai pelanggaran HAM.
Di Papua, memang masih ada kasus pelanggaran HAM yang belum diusut. Masyarakat berharap bahwa kasus-kasus itu diselesaikan, sehingga memunculkan kedamaian di Papua. Pemerintah juga perlu mengadakan komunikasi dan pendekatan pada warga asli Papua, ketika membangun infrastruktur. Agar tidak salah paham dan mengerti bahwa pembangunan ini adalah untuk kemajuan hidup mereka sendiri.
***
Welcome Citizen Polite!
Setelah melalui perjalanan cukup panjang sebagai website warga menulis politik yang ekslusif, kini PepNews terbuka untuk publik.
Para penulis warga yang memiliki minat dan fokus pada dunia politik mutakhir Tanah Air, dapat membuat akun dan mulai menuangan ide, pandangan, gagasan, opini, analisa maupun riset dalam bentuk narasi politik yang bernas, tajam, namun tetap sopan dalam penyampaian.
Wajah berganti, tampilan lebih “friendly”, nafas tetaplah sama. Perubahan ini bukan hanya pada wajah dan rupa tampilan, tetapi berikut jeroannya.
Apa makna dan konsekuensi “terbuka untuk publik”?
Maknanya, PepNews akan menjadi web portal warga yang tertarik menulis politik secara ringan, disampaikan secara bertutur, sebagaimana warga bercerita tentang peristiwa politik mutakhir yang mereka alami, lihat dan rasakan.
Konsekuensinya, akan ada serangkaian aturan adimistratif dan etis bagi warga yang bergabung di PepNews. Aturan paling mendasar adalah setiap penulis wajib menggunakan identitas asli sesuai kartu keterangan penduduk. Demikian juga foto profil yang digunakan.
Kewajiban menggunakan identitas asli berikut foto profil semata-mata keterbukaan itu sendiri, terlebih untuk menghindari fitnah serta upaya melawan hoax.
Terkait etis penulisan, setiap penulis bertanggung jawab terhadap apa yang ditulisnya dan terhadap gagasan yang dipikirkannya.
Penulis lainnya yang tergabung di PepNews dan bahkan pembaca umumnya, terbuka memberi tanggapan berupa dukungan maupun bantahan terhadap apa yang ditulisnya. Interaktivitas antarpenulis dan antara pembaca dengan penulis akan terbangun secara wajar.
Agar setiap tulisan layak baca, maka dilakukan “filtering” atau penyaringan tulisan berikut keterangan yang menyertainya seperti foto, video dan grafis sebelum ditayangkan.
Proses penyaringan oleh administrator atau editor dilakukan secepat mungkin, sehingga diupayakan dalam waktu paling lambat 1x24 jam sebuah tulisan warga sudah bisa ditayangkan.
Dengan mulai akan mengudaranya v2 (versi 2) PepNews ini, maka tagline pun berubah dari yang semula “Ga Penting Tapi Perlu” menjadi CITIZEN POLITE: “Write It Right!”
Mari Bergabung di PepNews dan mulailah menulis politik!
Pepih Nugraha,
CEO PepNews