Habibie dan Kita yang Lebih Suka Nyinyir daripada Kerja Cerdas

Coba kalau ada beberapa orang seperti B.J Habibie yang mempunyai pemikiran jauh ke depan. Indonesia sudah pasti akan maju sejak dahulu.

Kamis, 12 September 2019 | 10:06 WIB
0
598
Habibie dan Kita yang Lebih Suka Nyinyir daripada Kerja Cerdas
BJ Habibie (Foto: harianterbit.com)

Sudah beberapa tahun ini bangsa Indonesia terjebak dalam perdebatan seru di media sosial tentang apa saja. Ujung-ujungnya banyak manusia Indonesia lebih suka terlibat dalam kegiatan yang lebih melibatkan koordinasi otak dan mulut daripada otak dengan tangan dan anggota tubuh lain untuk lebih suntuk bekerja dan menghasilkan sesuatu yang berguna bagi lingkungan dan masyarakat.

Kegaduhan terus membandang setiap hari dan banyak yang menjadikan profesi nyinyir sebagai bagian untuk mencari receh dan dollar. Yang mengherankan banyak anggota DPR yang dibayar mahal lebih suka nyinyir di media sosial daripada membahas undang- undang yang membantu mengangkat kesejahteraan rakyat yang diwakilinya.

Setiap hari diundang dari forum ke forum untuk nyinyir. Apa saja dinnyinyiri termasuk kinerja presiden Jokowi yang cekatan dan tidak banyak retorika tetapi bekerja penuh menjadi sasaran nyinyiran oleh mereka yang lebih suka bicara daripada bekerja.

Berbicara itu profesi, menulis juga aktivitas. Berjuta- juta masyarakat menggunakan gawai, milyaran kata dimuntahkan di media sosial untuk berhahahihi di WA, di Facebook, Line. Diskusi seru selalu muncul setiap hari aplagi jika ada berita viral tiba-tiba menyeruak.

Tidak ibu-ibu, tidak bapak- bapak, bahkan anak kecil yang kesepian ditinggal bapak ibunya bekerja barangkali ikut nimbrung ngoceh dan nyinyir, akibatnya runyamlah dunia maya karena sumpah serapah telah menjadi pelajaran utama dan pendidikan formal hanya mendapat porsi sedikit dari aktivitas pencet gawai yang bisa berlangsung dari siang sampai malam bahkan hampir subuh.

Gawai multifungsi laris manis, bahkan copet, jambret, malingpun sudah tidak antusias menilap barang sejuta umat tersebut. Gawai bukan lagi benda asing tetapi sudah menjadi mitra, sahabat dan sebuah ukuran romantisme seseorang.

Bayangkan seorang kekasih harus menunggu rayuan yang harus muncul di media sosial untuk menunjukkan bahwa kekasihnya itu benar- benar cinta. Politikus perlu ruang khusus untuk mengamati medsosnya dan ia mempunyai staf khusus untuk memroduksi status- statusnya agar bisa meramaikan jagad politik yang saat ini memang sudah centang perenang, acakadut.

Agama sudah diobral, bacaan kitab suci dan nasihat- nasihat sudah dibeli kreator aplikasi gawai sehingga sekarang tidak perlu lagi membawa buku- buku tebal terutama kitab suci. Cukup dengan benda tipis dengan layar sentuh yang semakin banyak aplikasi dan fiturnya.

Dengan benda itu apa saja bisa dilakukan tanpa beranjak. Mau pesan kopi, makanan atau transfer. Dalam hitungan detik dan menit urusan selesai. Mau pesan tiket pesawat kereta, tidak perlu repot. Tagihan listrik dan tagihan lainnya, ah jangan jadi orang kuno, pakai saja aplikasi pembayaran di Gawai.

Selesai, sisa lainnya ya ngerumpi, nyinyir dan kongkow-kongkow bersama emak-emak atau sosialita mencari tempat kulner menarik dan tempat selfie baru.

Kuota internet sudah dijual murah, HP semakin terjangkau dan dengan sekali buka berbagai pengetahuan sudah menyerbu mata. Itulah kemewahan zaman modern di mana peralatan digital menjadi tuhan baru.

Semakin berkembangnya teknologi canggih memberi kesempatan manusia terutama mereka yang lebih suka membuat kegaduhan dengan kritik- kritik asal, kritik- kritik yang hanya bertujuan memanaskan situasi.

Kita, saya ingin melibatkan diri karena memang saya akui kadang saya terbawa untuk lebih mementingkan melontarkan opini dan mengkritik daripada kerja cerdas yang tidak perlu cuap- cuap tetapi menghasilkan karya. Nah, Sebagai penulis kadang bakat nyinyir saya lebih menonjol daripada upaya untuk mendinginkan situasi dengan kerja nyata, bergerak senyap tetapi menghasilkan keuntungan bagi lingkungan dan masyarakat.

Penulis memanfaatkan trending topik, memanfaatkan berita viral agar tulisan- tulisannya ikut terdongkrak berkat masifnya masalah menjadi ranah pembicaraan publik, apalagi membuat artikel populer yang bisa menimbulkan rasa penasaran pembacanya.

Coba kalau ada beberapa orang seperti B.J Habibie yang mempunyai pemikiran jauh ke depan. Indonesia sudah pasti akan maju sejak dahulu.

Baca Juga: In Memoriam BJ Habibie: Putra Mahkota di Senjakala Orba

Habibie adalah sosok pemikir yang lebih suka bekerja senyap daripada menanggapi kegaduhan para politisi.Kini Habibie sudah terbang tinggi, menuju keabadian. Meninggal Hari Rabu, 11 September 2019 jam 18.05 di RSPAD Gatot Soebroto. RIP  Prof. DR. B.J Habibie.

Semangat elemen masyarakat Indonesia yang ingin maju, kadangkala terkendala oleh nyinyiran masyarakat yang belum – belum pesimis terhadap pemikiran baru, ide baru. Dengan baju- baju politik dan agama bangsa ini terasa terseok- seok menyambut kemajuan teknologi.

Kadang pemikiran agamawan konservatif menghambat kemajuan teknologi, dan pendidikan karakter generasi muda terganjal oleh doktrin- doktrin kaku yang membuat penyerapan pengetahuan terhalang oleh doktrin- doktrin membelenggu yang tidak luwes mengubah pola pikir manusia untuk maju menapak kehidupan yang semakin modern.

Malah dari informasi yang gaduh di internet masyarakat terjebak oleh dogma yang berasal dari tokoh populer entah tokoh politik ataupun agama. Curiga pada apapun yang bisa membuat manusia berpikiran melesat maju, curiga bahwa ada ideologi baru yang mengancam agama, mengancam ormas, mengancam komunitas sehingga muncul perlawanan dengan memanfaatkan ketenaran seseorang, dianggap sebagai representasi nabi, dianggap selalu benar oleh pengikutnya meskipun ia pemimpin itu juga masih belajar tentang kehidupan.

Manusia menjadi aktor “nyinyir” yang membuat gaduh negara, membuat gaduh lingkungan, membuat gaduh komunitas, dan agama. Era Post Truth memungkinkan yang salah menjadi benar dan yang benar akhirnya tersingkir, karena serbuan opini yang membandang membuat yang salah berada di atas angin.

Saya, anda, dan kita harus introspeksi untuk meneliti kadar “nyinyir”-nya sudah keterlaluan atau sudah kebablasan. Bukan hanya mengecek tensi dan kadar gula darah saja. Hehehe.

Salam Damai Selalu.

***