Demokrat berada di persimpangan jalan, apakah akan terus menjalin kerjasama dengan koalisi Prabowo atau berlabuh ke koalisi Jokowi, atau memilih abu-abu?
Sebetulnya tanda-tanda Partai Demokrat berbeda jalan dengan koalisi Prabowo terlihat sejak awal. Bahkan ketika Capres dan Cawapres belum disepakati. SBY mulanya menjajaki komunikasi dengan Jokowi. Menjajakan AHY. Tapi rupanya gayung belum bersambut.
Salah satu ganjalannya adalah hubungan SBY dan Megawati yang belum klir. Tapi mungkin juga tawarannya terlalu tinggi. AHY yang masih bocah minta posisi Cawapres.
Lalu SBY banting setir. Mendekat ke Prabowo. Tawarannya masih sama. Menjajakan AHY. Prabowo pintar mengulur waktu. Sampai pada detik terakhir siapa Cawapres Prabowo belum diputuskan juga. Selain SBY, ada juga rombongan Ijtima dan PKS menekan dengan rekomendasinya. Meminta Salim Segaf sebagai Cawapres.
Koalisi Jokowi akhirnya memutuskan Ma'ruf Amin. Sementara di ujung, Prabowo menunjuk Sandiaga sebagai Cawapres. Orang-orang PD kecewa. Andi Arief bahkan mencuitkan keputusan soal Sandi itu disebabkan karena ada 'kardus' yang dibagikan kepada PKS dan PAN sebagai mahar. Andi menyebut angka Rp 500 miliar untuk masing-masing parpol. Ia bahkan menuding Prabowo sebagai Jenderal Kardus.
Baca Juga: Kali Ini SBY Benar Jika Tarik Seluruh Kader Demokrat dari BPN!
Setelah merasa diremehkan Prabowo, waktu itu Demokrat berharap masih mendapat tempat di koalisi Jokowi. Ada kabar ketika pendaftaran Capres dan Cawapres ada utusan PD yang siap dengan SK dukungan kepada Jokowi-Amin. Tapi pintu sudah terlanjur ditutup. Jokowi-Amin sudah mendaftarkan diri ke KPU. Mungkin saja hubungan pribadi SBY dan Megawati yang belum klir menjadi salah satu ganjalan.
Kita tunggu saja. Yang pasti sekarang Partai Demokrat sedang berhadapan keras dengan orang-orang BPN.
Sialnya UU mewajibkan setiap partai untuk mendukung Capres. Tidak bisa lagi ada parpol yang main di wilayah abu-abu. Kita tahu pada Pilpres 2014 lalu PD bersikap abstain. SBY ingin memainkan politik jalan tengah untuk menarik simpati. Nah, sekarang PD mau tidak mau harus mendukung Prabowo-Sandi. Dukungannya bisa jadi setengah hati.
Dengan kata lain posisi PD di koalisi Prabowo-Sandi semata untuk menunaikan kewajiban UU. Bukan dukungan yang serius.
Buktinya ketika SBY dan AHY melakukan tour keliling Jawa saat kampanye mereka hanya sibuk membawa misi partai saja. Tanpa menyebut-nyebut Prabowo sama sekali. SBY sendiri memilih menjaga jarak dengan Prabowo. Paling hanya AHY yang terlihat sesekali tampil. Cuma sebagai syarat.
Sepertinya SBY ingin tetap menjalankan politik jalan tengah dan memetik manfaat dari polarisasi politik. Jika massa di kedua spektrum politik --Prabowo dan Jokowi-- terus terpolarisasi, harapannya rakyat akan menoleh ke SBY dan PD.
Artinya pada satu titik SBY dan Demokrat berkepentingan dengan polarisasi Pilpres yang semakin tajam. Sebab kondisi itu akan mendorong kebutuhan publik pada pihak ketiga. Semacam gaya poros tengah dulu.
Makanya wajar jika ada orang PD yang diperankan untuk terus mempertajam polarisasi itu. Orang seperti Rocky Gerung, Ferdinand Hutahaean, Rachland Nashidik memainkan peran tersebut. Sedangkan SBY tetap menampilkan politik jalan tengah. Sementara AHY diperankan untuk bermain adem. Bagi PD, AHY adalah penganten.
Salah satu keuntungan politik dengan kelamin gak jelas itu, akan lebih mudah bagi PD untuk banting setir. Kita gak terlalu kaget ketika tren suara lebih mengunggulkan Jokowi-Amin, AHY langsung bertemu Jokowi. Mereka gak mau ketinggalan kereta.
Sebetulnya tanda-tanda kekalahan Prabowo sudah dibaca SBY sebelum pencoblosan dimulai. Ketika kampanye terakhir Prabosan di GBK, SBY melakukan kritik secara terbuka. Ia menuding kampanye tersebut eksklusif hanya menampilkan politik identitas saja. Iya sih, kampanye terakhir Prabosan lebih mirip pertemuan FPI ketimbang kampanye Pilpres nasional.
Terakhir SBY menginstruksikan kepada kadernya untuk menarik diri dari BPN Prabosan. Apalagi ketika Prabowo makin ngotot beranggapan menang Pilpres. Bahkan hendak menggelar aksi-aksi konstitusional.
Baca Juga: Kekhawatiran SBY terhadap Kampanye Eksklusif Prabowo Terbukti
Untuk memperkuat posisinya sekarang bahwa PD sudah lebih dekat ke Jokowi-Amin, Andi Arief melempar cuitan. Ia menuding Prabowo dibisiki setan gundul hingga percaya menang Pilpres 62 persen.
Kini perdebatan politik justru banyak diisi oleh wacana orang-orang PD berhadapan dengan BPN. Kivlan Zen bahkan berkomentar SBY kelaminnya gak jelas. Maksudnya gak konsisten mendukung Prabowo sampai titik malu penghabisan.
Pertanyaanya, apakah gaya politik galau dan abu-abu model SBY ini memberikan dampak positif bagi Partai Demokrat? Kalau dilihat dari jumlah suara yang diraih PD sih, lumayan. Meski turun, tapi gak parah banget.
Lantas jalan apa kira-kira yang akan dimainkan SBY pasca Pilpres ini? Tinggal dua kemungkinan. Mereka bergabung dengan koalisi Jokowi-Amin. Tentu dengan kompensasi kabinet untuk AHY. Atau mereka meneruskan politik abu-abunya. Gak oposisi tapi gak berada di koalisi pemerintah juga.
Kita tunggu saja. Yang pasti sekarang Partai Demokrat sedang berhadapan keras dengan orang-orang BPN.
Eko Kuntadhi
***
Catatan: Artikel telah dimuat di Tagar News dengan judul "Pertarungan Demokrat dengan BPN Prabowo".
Welcome Citizen Polite!
Setelah melalui perjalanan cukup panjang sebagai website warga menulis politik yang ekslusif, kini PepNews terbuka untuk publik.
Para penulis warga yang memiliki minat dan fokus pada dunia politik mutakhir Tanah Air, dapat membuat akun dan mulai menuangan ide, pandangan, gagasan, opini, analisa maupun riset dalam bentuk narasi politik yang bernas, tajam, namun tetap sopan dalam penyampaian.
Wajah berganti, tampilan lebih “friendly”, nafas tetaplah sama. Perubahan ini bukan hanya pada wajah dan rupa tampilan, tetapi berikut jeroannya.
Apa makna dan konsekuensi “terbuka untuk publik”?
Maknanya, PepNews akan menjadi web portal warga yang tertarik menulis politik secara ringan, disampaikan secara bertutur, sebagaimana warga bercerita tentang peristiwa politik mutakhir yang mereka alami, lihat dan rasakan.
Konsekuensinya, akan ada serangkaian aturan adimistratif dan etis bagi warga yang bergabung di PepNews. Aturan paling mendasar adalah setiap penulis wajib menggunakan identitas asli sesuai kartu keterangan penduduk. Demikian juga foto profil yang digunakan.
Kewajiban menggunakan identitas asli berikut foto profil semata-mata keterbukaan itu sendiri, terlebih untuk menghindari fitnah serta upaya melawan hoax.
Terkait etis penulisan, setiap penulis bertanggung jawab terhadap apa yang ditulisnya dan terhadap gagasan yang dipikirkannya.
Penulis lainnya yang tergabung di PepNews dan bahkan pembaca umumnya, terbuka memberi tanggapan berupa dukungan maupun bantahan terhadap apa yang ditulisnya. Interaktivitas antarpenulis dan antara pembaca dengan penulis akan terbangun secara wajar.
Agar setiap tulisan layak baca, maka dilakukan “filtering” atau penyaringan tulisan berikut keterangan yang menyertainya seperti foto, video dan grafis sebelum ditayangkan.
Proses penyaringan oleh administrator atau editor dilakukan secepat mungkin, sehingga diupayakan dalam waktu paling lambat 1x24 jam sebuah tulisan warga sudah bisa ditayangkan.
Dengan mulai akan mengudaranya v2 (versi 2) PepNews ini, maka tagline pun berubah dari yang semula “Ga Penting Tapi Perlu” menjadi CITIZEN POLITE: “Write It Right!”
Mari Bergabung di PepNews dan mulailah menulis politik!
Pepih Nugraha,
CEO PepNews