Pada era globalisasi saat ini teknologi berkembang sangat pesat. Sebagian besar individu telah mengenal smartphone dan komputer yang terhubung dengan internet. Mereka memanfaatkan smartphone untuk aktif dalam media sosial.
Tidak hanya remaja saja yang kini aktif dalam media sosial namun kalangan orangtua bahkan anak-anak sudah mengetahui penggunaan media sosial baik instagram, media chat (WA, Line), Facebook, Twitter dan Youtube.
Dengan adanya media sosial dan jejaring sosial tentu akan mempermudah setiap individu berkomunikasi dengan jarak dekat maupun jauh sekalipun berbeda negara. Teknologi canggih memudahkan interaksi dua atau lebih individu dan memudahkan seseorang dalam mengakses berita yang up to date seakan-akan dunia ini sangat sempit. Hal tersebut merupakan dampak positif adanya teknologi saat ini.
Namun sangat disayangkan dengan kecanggihan teknologi yang ada justru hal tersebut disalahgunakan oleh beberapa pihak yang tidak bertanggung jawab, misalnya saja media sosial digunakan sebagai sarana menyebarkan ujaran kebencian dan isu-isu kebohongan atau hoaks.
Baca Juga: Para Machiavellian Itu
Indonesia baru saja menggelar pesta demokrasi pada tanggal 17 April 2019. Pesta demokrasi yang disebut Pemilu itu tak lepas kaitannya dengan hoaks kategori politik dengan penyebaran informasi yang sifatnya provokatif. Hoaks kategori politik yang beredar lebih banyak mengenai Capres dan Cawapres.
Berita kebohongan dan menjatuhkan pihak lawan hingga saling mencaci antara pendukung paslon yang satu dengan pendukung paslon lain semakin memanas.Tidak hanya berita hoaks namun juga saling memberi komentar yang menjatuhkan bahkan memfitnah di media sosial baik Instagram, Twitter dan Youtube. Mirisnya tidak hanya di beranda rakyat biasa saja namun juga di beranda kandidat yang mencalonkan diri.
Ketika rakyat awam membaca berita hoaks dan komentar yang tertulis sangat rapi dan begitu menarik untuk dipercaya tentunya akan menyetujui berita tersebut dan ikut pula berpendapat yang sama yaitu Kandidat A sangat buruk dan merupakan figur pemimpin yang akan membahayakan negara Indonesia.
Tentu saja perspektif tersebut salah ketika rakyat hanya memandang sebelah mata, seakan-akan kandidat yang ia pilih sangat baik dan tidak memiliki kekurangan dan kandidat lain sangat buruk dan dikhawatirkan ketika bangsa ini dipimpinnya akan hancur.
Suasana-suasana panas masih terasa hingga saat sebelum pengumuman resmi oleh KPU. Bagaimana tidak memanas jika hoaks-hoaks Pemilu kategori politik masih saja bermunculan.
Menurut Identifikasi Kominfo, selama April 2019 tercatat 209 hoaks dengan kategori Politik. Hoaks politik merupakan kabar bohong untuk menyudutkan lawan politik lain. Bisa saja hoaks tersebut dimunculkan oleh sebagian politikus yang mudah sekali membicarakan keburukan lawan politik namun sulit membuktikan keburukannya.
Sebagian Politikus sebagai calon birokrat dan berpendidikan rela menghalalkan segala cara demi mendapatkan kekuasaan.
Indonesia merupakan negara yang berideologi Pancasila. Nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila sangat teruji adanya, demi kebaikan negara ini. Nilai-nilai yang adapun kini bertentangan dengan hoaks politik yang sedang sangat nge-tren. Isu-isu kebohongan sangat bertentangan dengan kelima sila pancasila.
Nilai Ketuhanan yang Maha Esa seakan tidak menjadi pedoman, mengangkat isu mengenai agama yang belum tentu teruji kebenarannya seakan sangat ringan dibicarakan. Nilai Kemanusiaan yang Adil dan Beradab pun tidak digubris demi kemenangan dirinya atau kandidat yang dijagokan.
Nilai persatuan Indonesia bahkan sudah sangat diragukan adanya, pengkubuan sungguh sangat terlihat pada pesta demokrasi saat ini seraya memiliki negara yang berbeda karena terpecah belah. Seakan-akan kandidat lain tidak memiliki kelebihan dan serba kurang. Pemilih lupa akan asas Luberjurdil-nya. Mereka menggembor-gemborkan kebaikan kandidatnya dengan menjelek-jelekkan paslon lain yang tentu akan memecah belah negara ini.
Baca Juga: Di Antara Hoaks Itu, Tak Sedikit tentang Saya Pribadi
Hoaks politik bertentangan dengan Nilai kerakyatan yang dipimpin oleh Hikmah Kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan karena pembuat Hoaks mementingkan kepentingan golongannya daripada kepentingan bangsa ini. Dan tentu saja, hoaks bertentangan dengan sila ke-5 karena lawan politik yang dipojokkan merasa tidak mendapatkan keadilan sosial ketika ia mengajukan diri untuk mendapatkan hak dipilih oleh rakyat. Rakyat Awam yang tidak tahu seluk beluk politik seakan diombang-ambingkan oleh media sosial.
Dilema karena seakan tidak tahu harus memilih yang mana karena mereka hanya mengandalkan media sosial untuk dijadikan acuan atau sumber informasi dalam menentukan pilihannya. Hoaks politik seperti diciptakan untuk menggiring opini publik bahwa pemerintah saat ini tidak dapat dipercaya dan berbagai tuduhan kecurangan sejak awal di bangun dengan narasi-narasi negatif tanpa bukti yang jelas.
KPU sejak awal di tekan dan diarahkan untuk didelegitimasi, berbagai provokasi ajakan inkonstitusional melalui isu People Power terus digelorakan, terakhir membuat opini dengan menolak hasil pemilu penghjitungan KPU karena dianggap curang bahkan hingga meralatb klaim kemennagan dari 62 % menjadi 54 %.
Atas dasar tersebut, memang seharusnya pemerintah bertindak tegas dalam memberantas hoaks-hoaks yang ada agar bangsa ini tak mudah dipecah belah dan pemerintah masih disegani oleh rakyat Indonesia misalnya saja dengan program cyber drone 9 yang ada.
Pemerintah Indonesia benar-benar memantau berita-berita yang mengandung ujaran kebencian tersebut lalu menindak serius berita tersebut sehingga tahu siapakah yang membuat dan menyebarkan berita kebohongan tersebut dan kepentingan apa yang ia usung agar rakyat lain tidak berani menjadi pengikut untuk menjadi pembuat dan penyebar hoaks karena tahu bahwa konsekuensinya akan berat.
Hoaks banyak yang beredar selain untuk menjatuhkan lawan politik juga disebabkan oleh masyarakat yang kurang bisa memfilter berita sehingga sangat mudah percaya oleh berita yang sudah digoreng oleh persepsi orang lain atau oleh media massa.
Masyarakat hendaknya mawas diri dan perlu membudayakan langkah-langkah literasi dan jangan mudah terpengaruh dengan segala macam judul-judul artikel yang hiperbola.
Selain itu, masyarakat perlu check semua berita apakah valid atau tidak serta mencari tahu sumber berita tersebut, jangan ikut menjadi agen penyebar hoaks dan agen pemecah belah bangsa Indonesia. Saat ini, hoaks kecurangan Pemilu menjamur bak santapan setiap hari.
Tak henti-hentinya hoaks dalam rangkaian Pemilu ini terus digoreng. Persatuan Indonesia sedang diuji dengan isu-isu kebohongan yang mementingkan golongan sendiri. yang maunya menang sendiri, menentukan sendiri, menyatakan menang sendiri dan akhirnya pusing sendiri.
Tuntutan menjadi rakyat cerdas memang perlu agar tidak mudah mengkonsumsi secara mentah kebohongan apapun yang digoreng di sana sini oleh media sosial. Rakyat sepatutnya aktif dalam gerakan masyarakat anti hoaks dan tetap tertib mendukung proses demokrasi yang konstitusional dan cerdas serta tidak terhasut provokasi inkonstitusional yang dapat memecah belah bangsa.
***
Welcome Citizen Polite!
Setelah melalui perjalanan cukup panjang sebagai website warga menulis politik yang ekslusif, kini PepNews terbuka untuk publik.
Para penulis warga yang memiliki minat dan fokus pada dunia politik mutakhir Tanah Air, dapat membuat akun dan mulai menuangan ide, pandangan, gagasan, opini, analisa maupun riset dalam bentuk narasi politik yang bernas, tajam, namun tetap sopan dalam penyampaian.
Wajah berganti, tampilan lebih “friendly”, nafas tetaplah sama. Perubahan ini bukan hanya pada wajah dan rupa tampilan, tetapi berikut jeroannya.
Apa makna dan konsekuensi “terbuka untuk publik”?
Maknanya, PepNews akan menjadi web portal warga yang tertarik menulis politik secara ringan, disampaikan secara bertutur, sebagaimana warga bercerita tentang peristiwa politik mutakhir yang mereka alami, lihat dan rasakan.
Konsekuensinya, akan ada serangkaian aturan adimistratif dan etis bagi warga yang bergabung di PepNews. Aturan paling mendasar adalah setiap penulis wajib menggunakan identitas asli sesuai kartu keterangan penduduk. Demikian juga foto profil yang digunakan.
Kewajiban menggunakan identitas asli berikut foto profil semata-mata keterbukaan itu sendiri, terlebih untuk menghindari fitnah serta upaya melawan hoax.
Terkait etis penulisan, setiap penulis bertanggung jawab terhadap apa yang ditulisnya dan terhadap gagasan yang dipikirkannya.
Penulis lainnya yang tergabung di PepNews dan bahkan pembaca umumnya, terbuka memberi tanggapan berupa dukungan maupun bantahan terhadap apa yang ditulisnya. Interaktivitas antarpenulis dan antara pembaca dengan penulis akan terbangun secara wajar.
Agar setiap tulisan layak baca, maka dilakukan “filtering” atau penyaringan tulisan berikut keterangan yang menyertainya seperti foto, video dan grafis sebelum ditayangkan.
Proses penyaringan oleh administrator atau editor dilakukan secepat mungkin, sehingga diupayakan dalam waktu paling lambat 1x24 jam sebuah tulisan warga sudah bisa ditayangkan.
Dengan mulai akan mengudaranya v2 (versi 2) PepNews ini, maka tagline pun berubah dari yang semula “Ga Penting Tapi Perlu” menjadi CITIZEN POLITE: “Write It Right!”
Mari Bergabung di PepNews dan mulailah menulis politik!
Pepih Nugraha,
CEO PepNews