Pembubaran FPI beberapa waktu silam diapresiasi oleh masyarakat Indonesia karena organisasi tersebut telah merongrong sendi kehidupan berbangsa dan bernegara. Rentetan kegaduhan, terror, serta polarisasi umat yang terjadi di Indonesia hampir semuanya melibatkan organisasi terlarang tersebut. Masyarakat pun menolak penyebaran paham ekstrem yang disebarkan Ormas terlarang tersebut.
Terlepas dari pro-kontra pembubaran FPI, ideologi organisasi radikalis ini masih eksis di benak pengikut-pengikutnya. Sederhananya, secara legal-formal FPI dibubarkan oleh pemerintah, sementara secara informal ideologi organisasi masih terus mengusik perdamaian dan persatuan negeri ini.
Keterlibatan eks Sekretaris Umum FPI dalam pembaitan ISIS di berbagai tempat merupakan bukti nyata bahwa organisasi terlarang tersebut merupakan dalang dari serangkaian teror di Indonesia. Langkah cepat pemerintah membubarkan merupakan pilihan tepat yang patut diapresiasi dan didukung oleh segenap masyarakat Indonesia.
Salah satu bukti yang dapat dijadikan pijakan bahwa FPI masih eksis adalah ditangkapnya beberapa pengikutnya yang terlibat dalam jaringan terorisme.
Tidak lama, seorang perempuan bernama Zakiah Aini yang terlibat dalam kasus penembakan Mabes Polri Jakarta Selatan dilihat dari oretan wasiatnya sangat dipastikan pengikut FPI. Karena, di dalam surat wasiatnya tertulis ungkapan kebencian dan pengkafiran terhadap Pak Ahok yang pernah juga dilakukan oleh kelompok FPI pada demo 212.
Begitu pula, dua pelaku bom bunuh diri di depan Gereja Katedral Makassar menuliskan wasiat dalam sepucuk kertas yang isinya hampir sama dengan wasiat Zakiah. Kemiripan ini mengisyaratkan ada keserasian pemikiran dan sangat mungkin kesamaan dalam organisasi.
Pasti, organisasi mereka berdua mulanya adalah FPI. Maksudnya, FPI yang mengantarkan mereka terjebak dalam propaganda terorisme, sehingga mereka melakukan tindakan yang konyol bin ngawur di negeri ini.
Sebenarnya, bukti pengikut FPI yang terlibat dalam jaringan terorisme masih dapat dibilang banyak.
Peristiwa bom bunuh diri di Gereja Katedral Makassar dan penembakan di Mabes Polri Jakarta Selatan cukup menjadi bukti bahwa ideologi FPI masih hidup.
Karena itu, perlu ideologi ini dicegah. Paling tidak untuk mencegah ideologi teroris tersebut adalah menanamkan kesadaran diri sendiri untuk belajar kepada ulama yang moderat.
Karakteristik ulama yang moderat adalah selalu mempertemukan perbedaan yang terbentang di tengah-tengah umat dan memiliki spirit kebangsaan.
Saya pikir, ulama yang masuk dalam kategori ini masih dapat ditemui di Indonesia. Di antaranya, Prof. Quraish Shihab, Gus Baha’, Prof. Nasaruddin Umar, Buya Syafi’i Ma’arif, Habib Luthfi, dan masih banyak lain. Beberapa deretan ulama ini tidak seperti orang-orang FPI. Ulama moderat ini tidak gampang mengkafirkan orang lain.
Mungkin secara follower ulama yang moderat tidak sebanyak orang-orang yang gemar menyebarkan ideologi terorisme. Padahal, ulama ini yang menyelamatkan ideologi umat dan mempersatukan perbedaan. Sebagian orang Indonesia yang tertutup akal sehatnya akan cenderung menolak, bahkan menyesatkan kehadiran ulama tersebut.
Mereka lebih suka mendewakan Felix Siauw yang bermaksud merusak sistem Indonesia dengan menyebarkan sistem Khilafah yang digagas oleh organisasi teroris Islamic State of Iraq and Syria (ISIS).
Bahkan, orang Indonesia yang tertutup akal sehatnya membenarkan Khalid Basalamah yang mendukung bom bunuh diri sebagai mati syahid.
Padahal, predikat syahid ini hanya diberikan kepada pejuang (mujahid) yang benar. Mujahid yang mendapatkan predikat syahid tentu bukan teroris yang ngawur dalam berjihad. Teroris itu bukan mujahid, tapi pembunuh. Sampai di sini, Khalid dapat dibilang otak dari pelaku teroris.
Lebih dari itu, hampir kebanyakan orang Indonesia memuja Rizieq Shihab (HRS). Entahlah, saya sendiri tidak paham, kenapa mereka begitu sangat menuhankan satu orang ini. Mungkin, RS keturunan Nabi. Kebenaran tidak memandang status seseorang.
Masih banyak keturunan Nabi atau haba’ib yang tidak sepemikiran dengan RS. Sebut saja, Habib Quraish Shihab, Habib Luthfi, dan beberapa habib yang lain. Karena itu, lebih baik mengikuti habib yang moderat, bukan RS.
Gus Dur, yang secara nasab masih memiliki ikatan yang kuat dengan Nabi Muhammad, menolak habis-habisan dakwah RS. Karena, dakwah RS tidak sesuai dengan kultur di Indonesia yang majemuk RS bersikeras mengislamkan Indonesia.
Tentu, cita-cita HRS berseberangan dengan prinsip kemajemukan. Dakwah RS ini tidak jauh berbeda dengan spirit orang-orang ISIS yang mengkafirkan negera yang bukan Islam. Bahkan, HRS pernah menyatakan diri mendukung spirit ISIS.
Langkah pemerintah dalam pembubaran FPI adalah keputusan yang sangat baik untuk mencegah berkembangnya paham dan aksi-aksi terorisme. Sebaiknya masyarakat Indonesia menghindari ideologi FPI. Karena, ideologi ini cenderung radikal, sehingga seseorang yang tidak berhati-hati akan terjerumus dalam aksi-aksi terorisme. Bukankah sudah jelas bukti pengikut FPI yang menjadi teroris?
***
Welcome Citizen Polite!
Setelah melalui perjalanan cukup panjang sebagai website warga menulis politik yang ekslusif, kini PepNews terbuka untuk publik.
Para penulis warga yang memiliki minat dan fokus pada dunia politik mutakhir Tanah Air, dapat membuat akun dan mulai menuangan ide, pandangan, gagasan, opini, analisa maupun riset dalam bentuk narasi politik yang bernas, tajam, namun tetap sopan dalam penyampaian.
Wajah berganti, tampilan lebih “friendly”, nafas tetaplah sama. Perubahan ini bukan hanya pada wajah dan rupa tampilan, tetapi berikut jeroannya.
Apa makna dan konsekuensi “terbuka untuk publik”?
Maknanya, PepNews akan menjadi web portal warga yang tertarik menulis politik secara ringan, disampaikan secara bertutur, sebagaimana warga bercerita tentang peristiwa politik mutakhir yang mereka alami, lihat dan rasakan.
Konsekuensinya, akan ada serangkaian aturan adimistratif dan etis bagi warga yang bergabung di PepNews. Aturan paling mendasar adalah setiap penulis wajib menggunakan identitas asli sesuai kartu keterangan penduduk. Demikian juga foto profil yang digunakan.
Kewajiban menggunakan identitas asli berikut foto profil semata-mata keterbukaan itu sendiri, terlebih untuk menghindari fitnah serta upaya melawan hoax.
Terkait etis penulisan, setiap penulis bertanggung jawab terhadap apa yang ditulisnya dan terhadap gagasan yang dipikirkannya.
Penulis lainnya yang tergabung di PepNews dan bahkan pembaca umumnya, terbuka memberi tanggapan berupa dukungan maupun bantahan terhadap apa yang ditulisnya. Interaktivitas antarpenulis dan antara pembaca dengan penulis akan terbangun secara wajar.
Agar setiap tulisan layak baca, maka dilakukan “filtering” atau penyaringan tulisan berikut keterangan yang menyertainya seperti foto, video dan grafis sebelum ditayangkan.
Proses penyaringan oleh administrator atau editor dilakukan secepat mungkin, sehingga diupayakan dalam waktu paling lambat 1x24 jam sebuah tulisan warga sudah bisa ditayangkan.
Dengan mulai akan mengudaranya v2 (versi 2) PepNews ini, maka tagline pun berubah dari yang semula “Ga Penting Tapi Perlu” menjadi CITIZEN POLITE: “Write It Right!”
Mari Bergabung di PepNews dan mulailah menulis politik!
Pepih Nugraha,
CEO PepNews