Mengintip "Kejahilan" Refly Harun

Alangkah baiknya kalau Refly Harun juga mewawancarai narasumber yang bernas, yang mampu memberikan wawasan yang lebih, tidak semata-mata menumpahkan uneg-uneg lewat YouTube.

Senin, 25 Mei 2020 | 11:40 WIB
0
689
Mengintip "Kejahilan" Refly Harun
Foto:Suara.com

Anda tahu seberapa besar penghasilan Youtuber Indonesia yang tertinggi saat ini? King of YouTube Indonesia saat ini Baim Wong, dengan jumlah subscriber 12,6 juta orang, dan berpenghasilan antara Rp970 juta sampai Rp15 miliar per bulan. Wow!!

Sangat menggiurkan, tentunya bukan karena itu Refly Harun ingin menjadi Youtuber, setelah tidak lagi menjadi Komisaris Utama Pelindo I. Refly hanya ingin "konsisten" sebagai pengeritik pemerintah. Lewat Channel YouTube-nya Refly Harun, bahwa dia masih eksis.

Wajar saja, sebagai pakar hukum tata negara, Refly merupakan figur publik yang juga memiliki fans tersendiri. Yang menariknya, dia mampu membaca peluang pasar untuk menghasilkan uang melebihi gajinya sebagai Komisaris Utama.

Sekali mendayung, dua tiga pulau terlampaui, mungkin falsafah itu yang digunakan Refly Harun. Syahwatnya untuk terus bisa mengeritik pemerintah bisa tersalurkan, dan diharapkan bisa membuka peluang menghasilkan uang dan populeritas.

Lihat saja tokoh-tokoh yang menjadi objek wawancaranya, semua adalah orang-orang yang berseberangan dengan pemerintah. Mulai dari Said Didu, Amien Rais, dan yang terakhir penulis ketahui, Din Syamsudin. Tentunya penyataan para tokoh ini dilahap habis oleh Refly.

Dengan tokoh-tokoh seperti itu, Refly merasa mempunyai alur pikiran yang sama, yakni ketidak-puasan terhadap pemerintah. Dan pernyataan-pernyataan yang keluar dari para narasumbernya ini, bisa menjadi pelampiasan syahwatnya.

Penulis sangat yakin, Refly akan sangat mudah mencari subscriber, dengan konsisten mengkritik pemerintah, maka channel YouTube-nya akan banyak disukai, terlebih disaat pandemi corona saat ini, dimana pemerintah menjadi objek sasaran untuk di bully.

Kalau cuma untuk mencari penghasilan Rp 50 juta sampai Rp 100 juta per bulan, sangat memungkinkan, dan itu artinya kalau cuma untuk menggantikan penghasilannya sebagai komisaris utama sudah tertutupi.

Utamanya tentu bukan itu yang menjadi target Refly, karena sebelumnya dia memang merupakan sosok yang vokal. Meskipun masuk dalam jajaran pejabat publik, namun dia total melancarkan kritiknya pada pemerintah, manakala ada kebijakan yang tidak berkenan dihatinya.

Secara positif, alangkah baiknya juga Refly memilih narasumber yang netral, agar apa yang disampaikan melalui channel YouTube-nya, tidak melulu hal-hal yang verbal sakit hati terhadap pemerintah.

Publik harus diedukasi dan dibiasakan menerima pendapat yang berimbang. Untuk turut serta membangun karakter bangsa, media seperti itu sangat diperlukan.

Kalau apa yang disampaikan melulu hal-hal yang berbau sakit hati pada pemerintah, maka segment pemirsanya hanya terbatas pada para pembenci pemerintah. Segment ini penulis pikirw tidaklah terlalu banyak.

Banyaknya subscribe yang bisa didapat, sangat dipengaruhi content yang disajikan. Content yang bisa dinikmati banyak publik, tentunya akan memberikan kontribusi dalam penambahan subscriber.

Penulis tidak yakin kalau seorang Youtuber tidak berorientasi pada banyaknya subscriber, karena seseorang mau menjadi Youtuber niat awalnya jelas untuk memperoleh subscriber sebanyak mungkin, demi meningkatkan penghasilan.

Tentulah Refly Harun memilih berprofesi sebagai Youtuber bukan karena ingin kaya seperti Baim Wong atau Atta Halilintar, tapi paling tidak penghasilan sebagai Youtuber sangatlah menggiurkan.

Saran penulis, alangkah baiknya kalau Refly Harun juga mewawancarai narasumber yang bernas, yang mampu memberikan wawasan yang lebih kepada masyarakat, tidak semata-mata menumpahkan uneg-uneg lewat channel YouTube-nya.

***