Serius, Sindiran Jokowi ke Surya Paloh

Narasi yang dibangun oleh khilafah, Ikhwanul Muslimin, dengan skenario persis seperti Syria digagalkan Polri dengan sinergi bersama Bais, BIN, TNI dan organ lainnya.

Sabtu, 9 November 2019 | 09:52 WIB
0
322
Serius, Sindiran Jokowi ke Surya Paloh
Surya Paloh, Iman, dan Joko Widodo (Foto: Detik.com)

Jokowi mengeluarkan sindiran keras. Intinya. Dia tidak suka dengan manuver Surya Paloh. Meski bersifat sindiran, yang dilakukan oleh Jokowi tidak biasa. Pertemuan dan manifesto PKS dan NasDem menjadi sorotan publik. Para partai koalisi dan masyarakat pun bereaksi. Sampai menyebut SP baper kehilangan posisi Jaksa Agung yang berpindah ke PDIP.

Menarik Jokowi itu. Pembukaan tentang soal Surya Paloh, dia tidak menyebut Pak Suryo Paloh. Hanya Surya Paloh. Walau di belakangnya menggunakan kata ganti, beliau. Di akhir kalimat penutup Jokowi kembali menekankan. NasDem masih dalam koalisi Jokowi. Ini yang penting diketahui publik.

Manusia waras di Indonesia semuanya tahu. PKS adalah partai yang lekat dengan ideologi Ikhawanul Muslimin (IM). Bahkan para pentolan seperti Anies Matta menyukai Osama bin Laden. Tifatul Sembiring memelesetkan ISIS sebagai Istri Shalihah Idaman Suami. Hidayat Nur Wahid sering melontarkan kritikan tajam terkait penanganan terorisme. Lah dia dekat dengan tokoh IM, Al Qaeda seperti Yusuf Al Qaradhawi.

PKS pula yang menahan-nahan Revisi UU Anti Teroris. Sampai Jenderal Moeldoko memberikan ultimatum sehingga UU Anti Teroris disahkan. Terkait pembubaran gerakan khilafah anti Pancasila HTI, PKS adalah pendukung banding pembubaran HTI.

Nah. Jokowi melihat dengan cermat. PKS. Bahkan dari seluruh partai politik, Jokowi tidak melakukan komunikasi politik intens. Secukupnya. Berbeda dengan PAN masih abu-abu. Lain dengan Demokrat yang hanya kepentingan pragmatisme.

Lain dengan Gerindra yang memang anak Golkar. Oportunis dan nasionalis. Maka Prabowo pun bersedia menyingsingkan lengan turun tangan membantu menangani masalah radikalisme anti Pancasila yang mengancam eksistensi NKRI. Ingat. Gerindra bersama PDIP adalah penyokong Jokowi menjadi cagub DKI Jakarta.

Persoalan berikutnya adalah NasDem masih di dalam koalisi Jokowi. Pekerjaan berat Jokowi menanti di depan mata. Paloh seharusnya mendukung penuh Jokowi. Hak Paloh memang bermanuver. Namun, etika politik – jika politik dilihat secara positif – ditabrak. Main di dua kaki.

Yang paling menjadi perhatian publik adalah soal Capres 2024. Belum juga Jokowi sebulan memerintah. Suryo Paloh ingin menjadikan Anies Baswedan jadi Cawapres 2024. Juga menggelitiki Mahfud MD sebagai Capres 2024. Tujuannya memecah konsentrasi.

Ini sikap Paloh yang Jokowi dan manusia waras lainnya tidak suka. Meski politik oleh sebagian orang dianggap sebagai padang belantara liar yang sanggup memakan siapa pun. Sesama predator. Jokowi pun paham tentang kejamnya politik.

Dan, yang tak kalah pentingnya adalah Anies Baswedan adalah gubernur hasil politik identitas yang tengah diperangi oleh Jokowi. Kampanye ayat dan mayat model Anies – yang dilanjutkan dalam Pilpres – telah membuat Negara nyaris runtuh.

Narasi yang dibangun oleh khilafah, Ikhwanul Muslimin, dengan skenario persis seperti Syria digagalkan Polri dengan sinergi bersama Bais, BIN, TNI dan organ lainnya. Itu peristiwa 21-22 Mei 2019. Sangat berbahaya. Cara kampanye model begitu, yang menggunakan agama sebagai alat jualan, tak layak didukung. Ini pembelajaran.

Nah, Suryo Paloh malah ingin mendukung Anies yang jelas didukung PKS. Untuk ideologis? Bukan juga. Karena NasDem adalah anak Golkar. Nasionalis. Atau bergeser? Lalu? Bisnis? Reklamasi? Kapal? Impor pangan? Dalam politik semua bisa terjadi. Dan, Jokowi paham soal itu.

Ninoy Karundeng

***