Namun mereka lupa yang dihujat itu tokoh besar TNI dan pejabat negara. Dan terluka pula. Jadi sikap keterlaluan itu tidak bisa dibela lagi. Termasuk secara diam-diam.
Nyinyir nyonyornya istri tentara soal penusukan Pak Wiranto bukan karena paham radikalisme menyebar di komplek tangsi tentara. Sejauh pengamatan, diksi yang digunakan tidak mengarah kesana. Postingan mereka cenderung menyerang personal Jenderal Wiranto.
Mengapa mereka berani berbuat begitu?
Penjelasannya bisa ditarik pada kontestasi pemilu 2019. Sudah jelas keluarga tentara tidak suka Jokowi. Sebagian besar tangsi tentara menenangkan Prabowo, bahkan di komplek Paspampres dan Kopassus.
Mengapa kalah?
Semua ini tidak terlepas dukungan dari lebih 500 purnawirawan untuk Prabowo. Mereka yang menjadi juru kampanye untuk menyakinkan bahwa kehidupan tentara akan lebih baik jika Prabowo menang.
Para purnawirawan itu mengkampanyekan bahwa satu Prabowo lebih baik dari sekumpulan jenderal pensiunan yang berada dilingkaran istana. Mereka menjelaskan betapa murah hatinya Prabowo terhadap kehidupan para prajurit, termasuk misalnya menyerahkan lahan luasnya untuk asrama Kopassus. Mempekerjakan pensiunan tentara di aneka perusahaannya dan lain sebagainya.
Aksi para purnawirawan membujuk warga tangsi tentara memilih Prabowo juga tidak terlepas dari aksi serupa dikubu Jokowi. Menteri Luhut menggalang purnawirawan untuk bergabung mendukung Jokowi lewat pembentukan tim Cakra dan Bravo.
Aksi dukung mendukung inilah yang menciptakan stereotype buruk jenderal pensiunan seputar istana di kalangan penghuni tangsi militer.
Mereka nyinyir terhadap Jenderal Wiranto, Jenderal Luhut, Jenderal Hendropriyono, Jenderal Moeldoko dan jenderal-jenderal pensiunan lainnya. Tapi mereka memuja Jenderal Prabowo, JenderalJoko Santoso, Jenderal Kivlan Zein dan Jenderal Sunarko.
Penghuni tangsi militer makin antipati dengan Jokowi manakala Sunarko, mantan Danjen Kopassus ditangkap atas tuduhan makar. Ketika dia ditangkap, Danjen Kopassus bahkan sampai mengeluarkan peringatan agar seluruh anggota Kopassus tetap berada didalam asrama.
Untuk meredam gejolak di TNI, sejumlah pensiunan jenderal yang jadi menteri menjadi penjamin Sunarko dan Jenderal Tito akhirnya melepaskan dia dari tahanan.
Antipati sebagian penghuni tangsi tentara terhadap Jokowi berlangsung sampai sekarang. Namun tidak sampai permukaan. Tapi perasaan itu seperti bara terpendam yang langsung bisa menjadi api berkobar-kobar ketika ada pemantiknya. Peristiwa penusukan Jenderal Wiranto adalah buktinya.
Para istri tentara yang tidak rela Prabowo kalah, langsung memposting kebencian yang merupakan refleksi pilihan mereka di pilpres kemarin. Para istri itu berfikir atasan dan korp suami mereka akan melindungi .
Namun mereka lupa yang dihujat itu tokoh besar TNI dan pejabat negara. Dan terluka pula. Jadi sikap keterlaluan itu tidak bisa dibela lagi. Termasuk secara diam-diam.
Langkah petinggi TNI dalam menghukum para suami sudah tepat. Tapi melempar para istri berurusan dengan polisi rasanya berlebihan. Bahkan bisa menimbulkan masalah baru.
Diakui atau tidak, masih ada sentimen rivalitas antara tentara dan polisi meski berusaha kuat ditutupi. Sejauh ini konflik terbuka antara tentara dan polisi bisa diselesaikan secara baik-baik. Tapi itu hanya terbatas pada kasus-kasus tunggal dan terpisah.
Namun jika para istri tentara itu dihadapkan dengan polisi , maka masalahnya terkait dengan sentimen terpendam keluarga tentara. Yang mencakup skala yang lebih luas karena melibatkan banyak orang.
Baca Juga: Istri Anggota TNI Tergelincir di Medsos, Suami Jadi Korban
Kontestasi pemilu telah membuat mereka berseberangan dengan polisi. Meski ini salah, namun persepsi demikian tidak bisa dielakkan karena penangkapan sejumlah purnawirawan ketika kerusuhan Mei berlangsung. Persepsi itu sedikit banyaknya sudah berubah setelah keputusan MK. Namun sentimen itu bisa muncul lagi jika pemantiknya dipicu.
Dari itu, menuding para istri tentara terpapar radikalisme adalah tindakan berlebihan. Mempolisikan atau bahkan sampai memenjarakan mereka juga tidak bijak.
Bagaimanapun, mereka sudah dihukum secara kedinasan yang berakibat permanen pada kehidupan dan kesejahteraan mereka selanjutnya.
Hukuman itu sudah teramat berat bagi mereka. Yang hanya bisa dirasakan oleh penghuni tangsi tentara manakala ada tetangganya yang disingkirkan dari jabatannya.
Silahkan tanya kepada keluarga tentara jika tidak percaya.
Jadi maafkan mereka.
Dijamin tidak akan ada lagi yang mengikuti jejak sesat mereka.
***
Welcome Citizen Polite!
Setelah melalui perjalanan cukup panjang sebagai website warga menulis politik yang ekslusif, kini PepNews terbuka untuk publik.
Para penulis warga yang memiliki minat dan fokus pada dunia politik mutakhir Tanah Air, dapat membuat akun dan mulai menuangan ide, pandangan, gagasan, opini, analisa maupun riset dalam bentuk narasi politik yang bernas, tajam, namun tetap sopan dalam penyampaian.
Wajah berganti, tampilan lebih “friendly”, nafas tetaplah sama. Perubahan ini bukan hanya pada wajah dan rupa tampilan, tetapi berikut jeroannya.
Apa makna dan konsekuensi “terbuka untuk publik”?
Maknanya, PepNews akan menjadi web portal warga yang tertarik menulis politik secara ringan, disampaikan secara bertutur, sebagaimana warga bercerita tentang peristiwa politik mutakhir yang mereka alami, lihat dan rasakan.
Konsekuensinya, akan ada serangkaian aturan adimistratif dan etis bagi warga yang bergabung di PepNews. Aturan paling mendasar adalah setiap penulis wajib menggunakan identitas asli sesuai kartu keterangan penduduk. Demikian juga foto profil yang digunakan.
Kewajiban menggunakan identitas asli berikut foto profil semata-mata keterbukaan itu sendiri, terlebih untuk menghindari fitnah serta upaya melawan hoax.
Terkait etis penulisan, setiap penulis bertanggung jawab terhadap apa yang ditulisnya dan terhadap gagasan yang dipikirkannya.
Penulis lainnya yang tergabung di PepNews dan bahkan pembaca umumnya, terbuka memberi tanggapan berupa dukungan maupun bantahan terhadap apa yang ditulisnya. Interaktivitas antarpenulis dan antara pembaca dengan penulis akan terbangun secara wajar.
Agar setiap tulisan layak baca, maka dilakukan “filtering” atau penyaringan tulisan berikut keterangan yang menyertainya seperti foto, video dan grafis sebelum ditayangkan.
Proses penyaringan oleh administrator atau editor dilakukan secepat mungkin, sehingga diupayakan dalam waktu paling lambat 1x24 jam sebuah tulisan warga sudah bisa ditayangkan.
Dengan mulai akan mengudaranya v2 (versi 2) PepNews ini, maka tagline pun berubah dari yang semula “Ga Penting Tapi Perlu” menjadi CITIZEN POLITE: “Write It Right!”
Mari Bergabung di PepNews dan mulailah menulis politik!
Pepih Nugraha,
CEO PepNews