Prabowo Bukan Ajukan Kasasi!

Guna mendapatkan kepastian hukum dan keadilan adalah hak setiap warga negara melakukan upaya hukum sesuai perundang-undangan yang berlaku di NKRI.

Sabtu, 13 Juli 2019 | 01:40 WIB
0
439
Prabowo Bukan Ajukan Kasasi!
Paslon 02 Prabowo Subianto - Sandiaga Uno mengajukan Permohonan PAP ke MA.

Tampaknya ada penafsiran yang keliru terkait diajukannya kembali Permohonan Pelanggaran Administratif Pemilu (PAP) paslon 02 Prabowo Subianto – Sandiaga Uno kepada Mahkamah Agung pada hari-hari ini. Langkah paslon 02 itu bukanlah kasasi!

Yang diajukan paslon 02 adalah Permohonan PAP terstruktur, sistemik, dan massif (TSM). Permohonan PAP pada Pemilu Presiden dan Wakil Presiden Tahun 2019 yang pertama pada MA RI dalam Permohonan No. 1 P/PAP/2019, pada 31 Mei 2019.

Permohonan tersebut telah diputus MA, pada pokoknya dalam amar putusan menyatakan, Permohonan tidak diterima NO (Niet Ontvankelijk Verklaard) karena adanya cacat formil yaitu Legal Standing dari Pemohon terdahulu Djoko Santoso dan Ahmad Hanafi Rais.

Bahwa Putusan MA pada Permohonan No. 1 P/PAP/2019 tersebut bukanlah ditolak seperti yang selama ini beredar dalam pemberitaan, namun Permohonan itu NO atau tidak diterima, karena adanya cacat formil dan atau kekurangan syarat formil secara yuridis.

Yaitu masalah Legal Standing Pemohon, dan setelah Legal Standing Pemohon dilengkapi dan atau diubah dengan Surat Kuasa dari Prinsipal secara langsung capres-cawapres 02 Prabowo-Sandi, maka Permohonan dapat diajukan kembali.

Permohonan PAP yang kedua yang telah diterima dan teregister pada Kepaniteraan MA pada 3 Juli 2019, dalam Permohonan No.2 P/PAP/2019, berdasarkan Surat Kuasa dari Prinsipal yang ditandatangani oleh capres-cawapres 02 Prabowo-Sandi.

Paslon 02 ini memberikan Kuasa Khusus pada Kuasa Hukumnya Nicholay Aprilindo dan Hidayat Bostam dalam kapasitasnya sebagai Advokat & Konsultan Hukum, seperti tertuang didalam Surat Kuasa No.01/P-S/V/2019 tertanggal 27 Juni 2019.

Kuasa Khusus itu ditandatangani secara langsung Prabowo-Sandi di atas materai Rp.6000,- dengan disaksikan oleh Hashim S. Djojohadikusumo selaku Wakil Ketua Dewan Pembina Partai Gerindra.

“Hal ini untuk meluruskan pemberitaan yang keliru yang menyatakan bahwa Permohonan PAP yang kedua pada MA tanpa sepengetahuan Prabowo-Sandi,” kata Nicholay Aprilindo dalam rilisnya.

Permohonan PAP itu adalah bukan Kasasi, namun merupakan Permohonan kepada MA untuk memeriksa Pelanggaran Administratif Pemilu secara TSM Pilpres atas Putusan Pendahuluan Bawaslu Nomor: No.01/LP/PP/ADM.TSM/RI/00.00/V/2019, tanggal 15 Mei 2019.

Menurut Nicholay Aprilindo, dasar hukum pengajuan PAP itu adalah berdasarkan ketentuan Peraturan Perundang-undangan yang ada sebagaimana telah diuraikan di dalam Permohonan PAP pada MA.

Sehingga tidak bisa dikatakan Permohonan tersebut kadaluarsa dan atau lewat waktu. Selain itu, Permohonan kedua dari PAP tersebut dengan No. 2 P/PAP/2019, tidak dapat dikatakan Nebis in Idem karena dalam permohonan A quo MA belum memeriksa Pokok Permohonan/ Materi Permohonan.

“Mahkamah Agung RI baru memeriksa syarat formil khususnya mengenai Legal Standing Pemohon dan kemudian memberikan Putusan NO (Niet Ontvankelijk Verklaard) karena Legal Standing Pemohon yang cacat formil,” katanya.

Bawaslu bukanlah “Peradilan tingkat pertama”, karena Bawaslu bukan Badan atau Lembaga Peradilan atau Lembaga Peradilan Khusus, namun Bawaslu adalah Badan Pelaksana Pemilu yang berfungsi sebagai Pengawas dan diberi kewenangan oleh UU Pemilu untuk menerima Laporan Pelanggaran Pemilu, memeriksa dan memutuskan, serta memberikan rekomendasi kepada KPU atas putusan Laporan Bawaslu.

Dengan demikian Bawaslu tidak dapat dipersamakan dengan Lembaga Peradilan seperti Pengadilan Negeri, karena Bawaslu tidak berada di dalam lingkup UU MA dan/atau UU Kekuasaan Kehakiman.

Bawaslu dalam Putusan Pendahuluan No. 01/LP/PP/ADM.TSM/RI/00.00/V/2019, 15 Mei 2019, tidak menerima Laporan Pelapor Djoko Santoso-Ahmad Hanafi Rais dengan alasan legalitas alat bukti.

Dan atas Putusan Pendahuluan Bawaslu tersebut tidak ada Keputusan KPU untuk menindak- lanjuti Putusan Pendahuluan Bawaslu, maka Laporan Pelapor Djoko Santoso-Ahmad Hanafi Rais terhenti sampai pada Putusan Pendahuluan Bawaslu No. 01/LP/PP/ADM.TSM/RI/00.00 /V/2019, tanggal 15 Mei 2019.

Dengan tidak adanya Kepastian Hukum terhadap Laporan Pelapor sebagaimana tersebut di atas, maka Pelapor (dalam hal laporan ke Bawaslu) Djoko Santoso-Ahmad Hanafi Rais mengajukan Permohonan PAP No.1 P/PAP/2019 ke MA pada 31 Mei 2019.

Dan, kemudian pada 26 Juni 2019, MA mengeluarkan Putusan Nomor 1 P/PAP/2019, yang pada pokoknya dalam amar putusan MA Tidak Menerima Permohonan Pemohon Djoko Santoso-Ahmad Hanafi Rais, dengan pertimbangan cacat formil yaitu bahwa Legal Standing dari Djoko Santoso -Ahmad Hanafi Rais bukanlah sebagai Pemohon Prinsipal.

Berdasarkan pada Putusan MA Nomor 1 P/PAP/2019 yang tidak menerima Permohonan Djoko Santoso-Ahmad Hanafi Rais karena masalah formil yuridisnya yaitu tentang Legal Standing dari Djoko Santoso-Ahmad Hanafi Rais bukan sebagai Pemohon Prinsipal.

Pasca putusan MA tersebut, untuk mendapatkan Kepastian Hukum dan Keadilan, maka Pemohon Prinsipal dalam hal ini Capres-Cawapres 02 mengajukan Permohonan PAP pada MA, dan Permohonan PAP diterima serta diregister oleh Panitera MA dengan Nomor Register Permohonan: 2 P/PAP/2019.

Permohonan PAP pada MA bukanlah merupakan Kasasi karena rasa tidak puas terhadap putusan PHPU MK tertanggal 27 juni 2019, tetapi Permohonan PAP Prabowo-Sandi itu adalah menindaklanjuti upaya hukum terhadap Laporan TSM terdahulu.

Yakni yang diajukan oleh Djoko Santoso-Ahmad Hanafi Rais, terhadap Putusan Pendahuluan Bawaslu No.No.01/LP/PP/ADM.TSM/RI/00.00/V/2019, pada 15 Mei 2019, dan Permohonan PAP kepada MA yang diajukannya dengan Putusan MA No. 1 P/PAP/2019, 26 Juni 2019.

Guna mendapatkan kepastian hukum dan keadilan adalah hak setiap warga negara melakukan upaya hukum sesuai dengan yang telah ditentukan oleh perundang-undangan yang berlaku di NKRI, Walau langit runtuh, hukum dan keadilan harus ditegakkan.

Jokowi Kalah?

Tampaknya, Permohonan PAP paslon 02 telah membuat paslon Joko Widodo-Ma’ruf  Amin semakin panik. Pasalnya, upaya meminta “pengakuan” dan ucapan “selamat” dari Prabowo tidak kunjung datang juga. Segala rayuan politik sudah dilakukan.

Bahkan, tawaran kursi dalam Kabinet Jokowi-Ma’ruf telah pula disampaikan. Namun, hingga kini tidak direspon Prabowo. Bahkan, mantan Danjen Kopassus itu “menghilang” dari hiruk-pikuk pasca putusan Mahkamah Konstitusi (MK). Rekonsiliasikah?

Rasanya tidak mungkin! Pasalnya, jika Prabowo-Sandi menuruti ajakan rekonsiliasi Jokowi-Ma’ruf, bagi sebagian pendukungnya langkah ini dianggap sama saja dengan mengakui tidak adanya pencurangan pada Pilpres 2019. Banyak bukti merekamnya.

Mengapa banyak pihak sangat panik ketika tahu Kuasa Hukum Prabowo-Sandi mengajukan Permohonan PAP kepada MA lagi atas putusan Bawaslu terkait laporan dugaan pelanggaran TSM Pilpres 2019?

Sama paniknya ketika rencana Prabowo mundur Pilpres dilontarkan sebelum Pemilu kemarin. Jika dicermati bahwa materi Permohonan PAP ke MA terkait pelanggaran TSM Pilpres yang diajukan paslon 02, terlihat jelas, langkah ini adalah suatu kewajiban berdasarkan putusan MK atas sengketa pilpres.

MK dalam putusannya menyebut pelanggaran TSM adalah kewenangan Bawaslu. Faktanya, paslon 02 sudah pernah mengajukan perkara ini ke Bawaslu, namun ditolak pemeriksaannya oleh Bawaslu dengan alasan tidak memenuhi syarat formil: kelengkapan bukti pendukung oleh paslon 02.

Keputusan Bawaslu yang menolak perkara itulah yang diajukan Permohonan PAP-nya oleh paslon 02 ke MA. Berdasarkan Putusan MK tersebut, penolakan Bawaslu memeriksa perkara pelanggaran TSM yang diajukan paslon 02 adalah keputusan salah.

Bawaslu terbukti tidak melakukan tugas/kewajibannya berdasarkan UU. Permohonan PAP ke MA oleh paslon 02 adalah upaya mendapat kepastian hukum. Koq banyak yang panik?

Pihak yang panik atas Permohonan PAP kepada MA oleh paslon 02 itu tidak hanya dari kubu Jokowi-Ma’ruf, melainkan juga dari internal Partai Gerindra. Mengapa?

Mungkin sebagian elit Gerindra menilai, Permohonan PAP ini upaya menggagalkan rencana rekonsiliasi. Bagaimana kalau Permohonan PAP dikabulkan MA? Seru khan?!

Bisa jadi, MA akan menganulir Penetapan KPU yang memenangkan Jokowi-Ma’ruf untuk diubah dengan Penetapan baru dengan kemenangan Prabowo-Sandi.

Inikah yang dimaksud dengan, “Tiada Kebenaran yang Mendua”?

***