Mari berhenti berniat buruk demi terpisahnya Papua dari NKRI. Tidak ada yang lebih buruk bagi Papua ke depan selain penderitaan dan penjajahan yang berkepanjangan.
Setiap orang boleh menanggapi macam-macam terkait rencana pemindahan ibu kota negara ke Kalimantan Timur (Kaltim), termasuk pendapat negatif bahwa hal itu hanya untuk menghambur-hamburkan uang yang sebanyak Rp 466 triliun.
Namun menurut saya, salah satu misi pemerintah, dalam hal ini diwakili oleh Presiden Joko Widodo (Jokowi) memindahkan ibu kota dari Jakarta ke Kaltim yakni untuk mempercepat proses "kemerdekaan" wilayah Papua dan sekitarnya. Presiden Jokowi sengaja mendekatkan kantornya ke wilayah Timur Indonesia supaya warga yang ada di sana segera "merdeka".
Tentu sebagian ada yang mengira istilah "merdeka" di sini adalah terpisahnya Papua dari Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) untuk menjadi sebuah negara.
Akan tetapi sebagian lain lagi mengira sama seperti apa yang saya maksud, yaitu bukan merdeka untuk jadi sebuah negara, makanya pada istilah merdeka saya bubuhkan tanda kutip.
Kemerdekaan Papua tidak dalam arti memisahkan diri dari NKRI, melainkan lebih kepada kebebasan untuk mengembangkan potensi wilayah, membangun sumber daya manusia, dan meningkatkan harkat derajat warga.
Saya tidak sependapat dengan sebagian orang yang 'mengompori' warga dan tokoh Papua agar memisahkan diri dari ikatan kebersamaan sebagai saudara-saudari sebangsa dan setanah air. Saya tidak yakin dengan begitu Papua akan "merdeka" sungguh-sungguh.
Jika ada orang-orang tertentu yang berkehendak mempercepat pemisahan Papua, saya menilai tujuannya buruk. Mereka hanya akan menambah penderitaan dan penjajahan terhadap Papua.
Misalnya oleh salah seorang tokoh pergerakan asal Papua yang kini sudah menjadi warga negara Inggris, Benny Wenda. Saya tidak menangkap sedikit pun niat baiknya terhadap tanah kelahirannya.
Seandainya Benny Wenda ingin membebaskan saudara-saudarinya di Papua dari 'penjajahan' yang dia maksud, mestinya tidak melarikan diri ke negara lain, kemudian menetap di sana dalam waktu lama.
Persoalan hukum yang sempat membelit Benny tidak jadi alasan baginya meninggalkan tanah air. Dia harus 'gentleman' menghadapinya, sama seperti yang dicontohkan oleh Nelson Mandela di Afrika Selatan. Benny wajib menjalani proses hukum jika memang terbukti bermasalah.
Ditambah lagi keinginan politisi senior Partai Amanat Nasional (PAN) Amien Rais yang meminta pemerintah membatalkan rencana pemindahan ibu kota.
Saya melihat Amien hanya melihat dari satu sisi, yaitu soal kerepotan dan besarnya anggaran. Betul anggarannya cukup besar, tapi sampai kapan pemindahan ibu kota dibuat terkatung-katung?
Bukankah perencanaannya sudah dibuat secara matang, yang salah satunya pertimbangan anggaran yang tidak mungkin digelontorkan banyak dalam waktu yang bersamaan? Apa pula hubungan antara pemindahan ibu kota dengan penguasaan kedaulatan Indonesia oleh China atau Tiongkok?
Mengapa selalu berpikiran buruk terhadap salah satu negara raksasa di Asia itu? Bukankah Indonesia sudah pasti menyiapkan langkah proteksi agar aman dari ancaman negara luar?
Sekali lagi, mereka yang terus-menerus meneriakkan kemerdekaan Papua lewat referendum tidak punya niat baik. Pisah dari NKRI bukanlah solusi. Mayoritas masyarakat Indonesia masih menyayangi Papua.
Bahwa Papua dan wilayah sekitarnya belum terbebas dari banyak persoalan, itu adalah fakta. Tetapi solusi tepat adalah membicarakan bersama langkah apa yang baik untuk itu.
Maka tidak salah ketika saya mengatakan misi pemindahan ibu kota ke Kaltim tujuannya untuk "memerdekakan" Papua. Dengan kantor pusat pemerintahan berada dekat di sana, sudah barang tentu Papua akan lebih diperhatikan.
Jangan ada yang menutup mata terhadap fakta bahwa selama beberapa tahun terakhir pemerintah memberi perhatian yang cukup kepada wilayah dan warga Papua.
Belakangan pembangunan (infrastruktur) di Papua gencar dilakukan, dana otonomi digelontorkan dalam jumlah banyak, pemberian 10 persen saham PT Freeport Indonesia untuk dikelola sendiri, kemudahan bagi pemuda-pemudi lokal untuk berkarya sebagai aparat sipil negara (ASN), dan seringnya Presiden Jokowi berkunjung ke sana.
Adakah presiden-presiden sebelumnya bertindak sama seperti yang dilakukan Presiden Jokowi ke Papua? Saya rasa belum pernah ada.
Bukan memuji, baru di zaman Presiden Jokowi, Papua betul-betul diperhatikan. Dan hal itu telah dimulai sepanjang ibu kota negara masih berlokasi di Jakarta.
Saya sangat menyayangkan manuver individu atau kelompok tertentu yang tampaknya menyudutkan pemerintahan Presiden Jokowi. Padahal apa yang diperbuat Jokowi sungguh mulia. Bagi beliau, warga Papua adalah 'anak emas'.
Mengapa hanya gara-gara konflik mahasiswa asal Papua dengan warga Surabaya akhirnya Presiden Jokowi yang disalahkan? Selanjutnya menghembuskan referendum? Mengapa ada yang tega berbuat brutal tak karuan? Jelas itu salah!
Saya berdoa semoga saja pemindahan ibu kota negara segera terwujud. Kalau ditanya apakah saya sepakat, jawabannya iya dan tidak. Saya sekarang tinggal di Jakarta, dan bila mau mengurus sesuatu lebih cepat, apalagi hubungannya dengan pemerintah pusat.
Saya tidak ingin Presiden Jokowi dan jajarannya harus berkantor jauh dari tempat tinggal saya. Saya juga sebenarnya iri, daerah saya di wilayah paling Barat Indonesia bakal semakin jauh dengan ibu kota negara di banding wilayah Tengah dan Timur Indonesia.
Tapi wajib diketahui, ketidakinginan dan rasa iri saya itu lebih kepada keegoisan pribadi semata. Saya hanya mau mempertahankan kenyamanan diri sendiri.
Sama seperti mereka yang tinggal di wilayah Timur Indonesia, saya harus merasakan betapa susah dan nikmatnya berkunjung ke ibu kota (yang baru nantinya). Mereka berhak merasakan apa yang pernah saya alami. Ini untuk urusan kepentingan pribadi.
Lebih dari itu, pindahnya ibu kota akan mempercepat pembangunan yang merata, yang selama ini ternilai 'jomplang' antara Timur, Tengah, dan Barat wilayah Indonesia.
Terakhir, mari berhenti berniat buruk demi terpisahnya Papua dari NKRI. Tidak ada yang lebih buruk bagi Papua ke depan selain penderitaan dan penjajahan yang berkepanjangan.
Marilah kita bergandengan tangan dan saling bahu-membahu agar sama-sama kuat menjalani hidup yang telah dianugerahkan Tuhan. Jika ada saudara-saudari kita yang belum maju, tugas kita adalah membantu, bukan malah 'menendang' mereka keluar.
Salam persatuan!
***
Welcome Citizen Polite!
Setelah melalui perjalanan cukup panjang sebagai website warga menulis politik yang ekslusif, kini PepNews terbuka untuk publik.
Para penulis warga yang memiliki minat dan fokus pada dunia politik mutakhir Tanah Air, dapat membuat akun dan mulai menuangan ide, pandangan, gagasan, opini, analisa maupun riset dalam bentuk narasi politik yang bernas, tajam, namun tetap sopan dalam penyampaian.
Wajah berganti, tampilan lebih “friendly”, nafas tetaplah sama. Perubahan ini bukan hanya pada wajah dan rupa tampilan, tetapi berikut jeroannya.
Apa makna dan konsekuensi “terbuka untuk publik”?
Maknanya, PepNews akan menjadi web portal warga yang tertarik menulis politik secara ringan, disampaikan secara bertutur, sebagaimana warga bercerita tentang peristiwa politik mutakhir yang mereka alami, lihat dan rasakan.
Konsekuensinya, akan ada serangkaian aturan adimistratif dan etis bagi warga yang bergabung di PepNews. Aturan paling mendasar adalah setiap penulis wajib menggunakan identitas asli sesuai kartu keterangan penduduk. Demikian juga foto profil yang digunakan.
Kewajiban menggunakan identitas asli berikut foto profil semata-mata keterbukaan itu sendiri, terlebih untuk menghindari fitnah serta upaya melawan hoax.
Terkait etis penulisan, setiap penulis bertanggung jawab terhadap apa yang ditulisnya dan terhadap gagasan yang dipikirkannya.
Penulis lainnya yang tergabung di PepNews dan bahkan pembaca umumnya, terbuka memberi tanggapan berupa dukungan maupun bantahan terhadap apa yang ditulisnya. Interaktivitas antarpenulis dan antara pembaca dengan penulis akan terbangun secara wajar.
Agar setiap tulisan layak baca, maka dilakukan “filtering” atau penyaringan tulisan berikut keterangan yang menyertainya seperti foto, video dan grafis sebelum ditayangkan.
Proses penyaringan oleh administrator atau editor dilakukan secepat mungkin, sehingga diupayakan dalam waktu paling lambat 1x24 jam sebuah tulisan warga sudah bisa ditayangkan.
Dengan mulai akan mengudaranya v2 (versi 2) PepNews ini, maka tagline pun berubah dari yang semula “Ga Penting Tapi Perlu” menjadi CITIZEN POLITE: “Write It Right!”
Mari Bergabung di PepNews dan mulailah menulis politik!
Pepih Nugraha,
CEO PepNews