Reuni Alumni 212 sudah digelar di lapangan Monas, 2 Desember 2018 yang lalu. Alhamdulillah, acaranya berlangsung dengan baik, tanpa menimbulkan sesuatu yang mengkhawatirkan. Jika terjadi sesuatu yang buruk, tentu saja citra Islam akan tercoreng.
Bukankah itu kegiatan keagamaan, sehingga masyarakat pun antusias mengikutinya. Namun, acara ini kehilangan maknanya, karena dianggap sudah melenceng dari tujuan semula, sehingga seperti acara politik yang dikemas dalam bungkus agama.
Dua tahun lalu, Aksi 212 yang terjadi pada Jumat, 2 Desember 2016 di tempat yang sama, tujuannya saat itu tidak lain untuk semata meminta aparat hukum mengadili Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok yang diduga sebagian umat Islam telah melakukan penistaan agama.
Aksi massa tersebut, juga dihari beberapa tokoh penting, terutama Presiden Joko Widodo, Wakil Presiden Jusuf Kalla, termasuk Panglima TNI Jenderal Gatot Nurmantyo dan Kapolri Jenderal Tit0 Karnavian. Beberapa pihak dari unsur GNPF MUI, seperti Ketua MUI KH Ma'ruf Amin, Imam besar Front Pembela Islam (FPI) Habib Rizieq Shihab (HRS), KH Abdullah Gymnastiar atau AA Gym, dan masih banyak tokoh lainnya.
Kehadiran Presiden Jokowi, menjadi simbol bahwa hukum terhadap Ahok akan ditegakkan sesuai prosedur. Dan, pengadilan pun memutuskan Ahok bersalah, dan Ahok pun menjalankan masa tahanan selama dua tahun.
Meskipun Ahok sudah mendapat sanksi dari perbuatannya, nyatanya Aksi 212 masih terus dilakukan setiap tahunnya, hingga yang kemarin terjadi reuni Alumni 212, Ahad 2 Desember 2018.
Apa dasar dan landasannya mengerahkan massa dalam jumlah besar ke lapangan Monas pada 2 Desember 2018 lalu. Pihak panitia yang diungkapkan Ketua Umum GNPF Ulama, Yusuf Muhammad Martak memastikan acara Reuni Akbar Mujahid 212 di Monumen Nasional (Monas), itu tak ditunggangi agenda politik.
Anggapan bahwa aksi ini digelar untuk tujuan politik bisa dimaklumi, karena saat ini Indonesia tengah berada di tahun politik, menjelang Pilpres dan Pileg 17 April mendatang.
Nyatanya, anggapan tersebut bukan isapan jempol belaka. Beberapa tokoh yang hadir pun tak bisa dilepaskan dari aroma politik. Di antaranya, beberapa ketua partai partai pengusung Prabowo-Sandi, termasuk Prabowo Subianto sendiri menghadirinya. Panggung Alumni 212 memang panggungnya Prabowo, dan dipersiapkan untuk Prabowo.
Presiden Jokowi yang ikut hadir dua tahun lalu, batal untuk diundang. Bahkan, tidak dianjurkan datang.
Selain itu, imam besar FPI yang kini masih berada di Mekkah, menyampaikan seruan atau fatwanya untuk tidak memilih Capres yang diusung partai-partai pendukung penista agama, dalam hal ini tentu saja maksudnya Ahok.
Apa yang diserukan HRS ini begitu membingungkan. Jika yang dimaksud penista agama itu adalah Ahok, salah satu partai pendukung Ahok di Pilkada DKI 2017 lalu, yakni Partai Persatuan Pembangunan (PPP) hasil Muktamar Jakarta yang pernah dipimpin Djan Faridz justru mendukung Prabowo-Sandi. Artinya, kita semua melihat bahwa fatwa yang diserukan HRS, nyatanya tidak sejalan dengan realitas politik yang dihadapi Prabowo.
Dengan demikian, sekali lagi, jika ditarik benang merahnya, maka bisa dilihat bahwa aksi 212 ini memang bukan untuk tujuan membela agama mana pun, tetapi cenderung untuk kepentingan politik. Aksi ini merupakan kelanjutan aksi-aksi sebelumnya yang berhasil menumbangkan Basuki Tjahaja Purnama yang memang sejak masih di Balai Kota sudah pernah akan dilengserkan.
Bagi tokoh-tokoh yang mencium aroma politiknya lebih kentara, maka sepertinya menghindari untuk hadir di reuni Alumni 212 ini, Oleh karena itu, kita akhirnya tidak menyaksikan kehadiran KH Ma'ruf Amin, AA Gym, Ustadz Abdul Somad Ustadz Arifin Ilham, dan nama beken lainnya. Bahkan,tiga nama terakhir sudah tersebar bahwa mereka diundang untuk hadir.
Terima kasih dan Merdeka!
Sumber:
1. KOMPAS.COM (23/11/2018): "Humphrey Sebut Konstituen Ingin PPP Dukung Prabowo-Sandiaga"
2. DETIK.COM (02/12/2018): "Habib Rizieq: Haram Pilih Capres-Caleg Partai Pendukung Penista Agama"
***
Welcome Citizen Polite!
Setelah melalui perjalanan cukup panjang sebagai website warga menulis politik yang ekslusif, kini PepNews terbuka untuk publik.
Para penulis warga yang memiliki minat dan fokus pada dunia politik mutakhir Tanah Air, dapat membuat akun dan mulai menuangan ide, pandangan, gagasan, opini, analisa maupun riset dalam bentuk narasi politik yang bernas, tajam, namun tetap sopan dalam penyampaian.
Wajah berganti, tampilan lebih “friendly”, nafas tetaplah sama. Perubahan ini bukan hanya pada wajah dan rupa tampilan, tetapi berikut jeroannya.
Apa makna dan konsekuensi “terbuka untuk publik”?
Maknanya, PepNews akan menjadi web portal warga yang tertarik menulis politik secara ringan, disampaikan secara bertutur, sebagaimana warga bercerita tentang peristiwa politik mutakhir yang mereka alami, lihat dan rasakan.
Konsekuensinya, akan ada serangkaian aturan adimistratif dan etis bagi warga yang bergabung di PepNews. Aturan paling mendasar adalah setiap penulis wajib menggunakan identitas asli sesuai kartu keterangan penduduk. Demikian juga foto profil yang digunakan.
Kewajiban menggunakan identitas asli berikut foto profil semata-mata keterbukaan itu sendiri, terlebih untuk menghindari fitnah serta upaya melawan hoax.
Terkait etis penulisan, setiap penulis bertanggung jawab terhadap apa yang ditulisnya dan terhadap gagasan yang dipikirkannya.
Penulis lainnya yang tergabung di PepNews dan bahkan pembaca umumnya, terbuka memberi tanggapan berupa dukungan maupun bantahan terhadap apa yang ditulisnya. Interaktivitas antarpenulis dan antara pembaca dengan penulis akan terbangun secara wajar.
Agar setiap tulisan layak baca, maka dilakukan “filtering” atau penyaringan tulisan berikut keterangan yang menyertainya seperti foto, video dan grafis sebelum ditayangkan.
Proses penyaringan oleh administrator atau editor dilakukan secepat mungkin, sehingga diupayakan dalam waktu paling lambat 1x24 jam sebuah tulisan warga sudah bisa ditayangkan.
Dengan mulai akan mengudaranya v2 (versi 2) PepNews ini, maka tagline pun berubah dari yang semula “Ga Penting Tapi Perlu” menjadi CITIZEN POLITE: “Write It Right!”
Mari Bergabung di PepNews dan mulailah menulis politik!
Pepih Nugraha,
CEO PepNews