Gimmick Politik Elit Menuju 2024

Bukan masuk ke salah satu kutub ekstrem yang saat ini memang sengaja dipelihara agar bangsa terus terbelah dan pihak ketiga yang akan terus mengambil untung diatas kerugian rakyat kita.

Minggu, 4 Oktober 2020 | 07:11 WIB
0
359
Gimmick Politik Elit Menuju 2024
Gatot Nurmantyo (Foto: pikiran-rakyat.com)

Rakyat digiring untuk berantem, bukan untuk memberi kritik yang faktual dan membangun. Setiap ada suksesi pemilu, rakyat digiring opini untuk menegedepankan emosi ketimbang rasionalitas dan kematangan berdemokrasi.

Kita digiring untuk mendukung tokoh tokoh yang belum teruji keberpihakan mereka kepada rakyat.  Kita digiring untuk riuhricuh dengan manuver manuver tokoh tokoh di media, yang sama sekali tidak berdampak langsung pada penguatan demokrasi.

Kita diajak mendukung tokoh tokoh yang hanya kritis saat mereka sudah pensiun. Yang saat masih menjabat dulu tidak banyak berbuat.

Isu Jenderal Gatot contohnya, kita digiring untuk mendukung sosok beliau lalu dikaitkan dengan isu-isu sensitif semacam PKI yang memang digiring untuk berpolemik.

Jenderal Gatot dulu waktu masih menjabat pernah meminta rakyat mendukung Jokowi 2 periode. Lalu setelah dicopot baru kritis ke pemerintah. Sayang, rakyat memang suka cepat lupa ingatan.

Pencopotan Jenderal gatot pada dasarnya tidak ada kaitan dengan isu PKI, ini hanya rivalitas biasa sesama Jenderal yang memang mengincar kursi panglima TNI, saingan Gatot yang memanfaatkan isu PKI untuk melengserkan dia.

Saya tidak respek kepada tokoh semacam ini yang jadi pahlawan dadakan untuk mengalihkan fokus rakyat menyambut pemilu 2024.

Saya membela Gatot dalam konteks hak kebebasan berpendapat yang bersangkutan, sebagai warga negara dia berhak bicara dan tidak boleh dilarang seperti di Jawa Timur. Itu kemunduran demokrasi melarang orang bicara.

Tapi dalam konteks penggiringan opini agar dia diarahkan menjadi capres 2024, saya tegas menolak, karena bagi saya sosok beliau belum terbukti ril keberpihakannnya kepada rakyat.

Baca Juga: Membaca Kegalauan Gatot Nurmantyo

Gatot dulu adalah pendukung utama Jokowi, menyerukan rakyat memilih Jokowi 2 periode saat Jokowi masih memberikan dia jabatan.

Kita tidak boleh membiarkan demokrasi didegradasi oleh kalangan ekstrem kanan mauoun ekstrem kiri dengan permainan permainan gimmick yang tidak substansial.

Indonesia negara di bawah pengaruh Tiongkok dan AS sebagai negara adidaya. Dalam konteks ini kedua negara sedang mencari sosok pengganti Jokowi kelak yang bisa mengarahkan Indonesia ke blok mereka masing masing.

SBY dulu berkiblat ke AS, lalu Jokowi berkiblat ke Tiongkok, dan saat ini AS dan Cina sedang kembali mencari sosok yang bisa menguntungkan mereka. Mereka sedang tarik menarik.

Isu pencapresan Jenderal Gatot masuk dalam ranah persaingan ini. Gatot hanya test case kemana dia mau berkiblat, masih ada waktu men-setting semua ini sampai 2024.

AS dan Cina atau negara adidaya manapun tidak akan peduli siapa yang jadi Presiden indonesia, mereka hanya peduli dan fokus mencari sosok yang bisa menguntungkan mereka. Ini teori dasar interdependensi bagi mereka yang belajar teori sosiologi dan politik modern dan hubungan antar negara.

Tentu kebijakan negara luar soal pencapresan indonesia ke depan tidak berpijak pada rakyat sentris. Orang kuat hanya memikirkan menaikkan orang kuat yang pro kepada mereka. Terserah tokoh itu merugikan rakyat atau tidak.

Umat islam sebagai pemilik suara terbanyak di dalam setiap pemilu sekali lagi hanya akan terus menjadi kelinci percobaan dan ajang perebutan suara semata. Sedangkan hak hak Demokrasi mereka selalu dirampas di detik detik akhir.

Dulu juga kita digiring untuk mencalonkan ulama agar suara umat berpecah, dibuat gaduh di media agar fokus umat pecah sampai hari H pilpres 2019. Ini hanya gimmick. Saya keras menolak isu ini saat itu. Sayangnya rakyat yang memang awam sangat suka dengan isu isu sensitif ini.

Padahal yang sudah terpilih 2019 lalu wakilnya bukankah juga ulama? Lalu hasil nya apa? Nihil. Karena isu capres cawapres ulama sejatinya hanya permainan gimmick memanfaatkan emosi Rakyat dan umat yang dipakai untuk kepentingan pihak pihak tertentu.

Cerita juga bisa berulang untuk 2024. Sosok baru sedang dipersiapkan untuk melanjutkan kepentingan mereka. Umat akan kembali dimanfaatkan, karena karakter kita memang mudah dimanfaatkan efek kita kurang ilmu dalam menganalisa itu semua.

Baca Juga: Don Quixote Bernama Gatot

Emosi umat yang mayoritas memang awam, sekali lagi akan dimanfaatkan melalu tangan tangan ekstremis di haluan kanan dan kiri untuk mendukung tokoh tokoh tertentu untuk pilpres 2024.

Yang sudah banyak kecewa kepada capres seorang Jenderal pada 2019 lalu, besar kemungkinan juga akan kecewa kepada capres Jenderal bikinan untuk 2024 mendatang.

Saya tidak mau ikut ikutan dalam riuh ricuh ini, kita harus mengajak dan mengedukasi rakyat agar mengupayakan kekuatan ril mereka agar bisa bersaing profesional di kotak suara kelak 2024.

Bukan masuk ke salah satu kutub ekstrem yang saat ini memang sengaja dipelihara agar bangsa terus terbelah dan pihak ketiga yang akan terus mengambil untung diatas kerugian rakyat kita.

Tengku Zulkifli Usman, Pengamat Politik.

***