Anak-anak, akan senang dan bangga kalau ayahnya diperlakukan dengan hormat, meskipun mereka tidak melihatnya.
Dini hari, ketika sedang menulis, tiba-tiba saya teringat pada satu sosok tangguh yang sangat saya hormati, sebagai orangtua juga sebagai tokoh: H. Achmad Drajat. Ia yang lebih dikenal dengan nama Aa Boxer, adalah pencipta sekaligus Guru Besar bela diri Tarung Derajat dengan murid tidak kurang dari 12 juta orang yang tersebar di berbagai belahan dunia.
September 2011, ketika bekerja untuk majalah Forbes Indonesia, saya diminta menulis tentang beberapa tokoh yang memiliki karya besar yang mendunia. Waktu itu Forbes Indonesia akan menampilkan The Native of Indonesia. Salah satu tokoh yang saya tulis adalah Aa Boxer.
Saya bisa kontak dengan Aa dengan rekomendasi dari Kang Ari S. Hudaya (Bumi Resources). Saya meneleponnya, memperkenalkan diri. Aa agak kaget, ada wartawan majalah asal Amerika menghubunginya memakai Basa Sunda.
Nada bicara dan kata-kata yang dipilihnya sangat lembut dan sopan. Itu menghapus bayangan saya tentang Aa Boxer: guru bela diri, mantan petarung jalanan, pasti karakternya keras. Dari interaksi yang baru beberapa menit itu saya merasakan kehangatan orangtua dari cara dia memperlakukan saya.
Lalu kami janjian. Dua hari kemudian saya menemuinya di rumahnya, di Jl. Buah Batu, Bandung untuk wawancara. Saat bertemu, saya seperti menemukan sosok orangtua pengganti ayah saya yang meninggal tujuh tahun sebelumnya (19 Junia 2004). Saat bersalaman, saya dirangkul, pundak saya diusap-usap. Nyaman sekali rasanya. Sambil memegang pundak saya, Aa berjalan ke ruang tamu.
Di rumahnya yang juga sering dipakai sebagai tempat mengajar Tarung Derajat, waktu itu ada Tim Tarung Derajat dari Myanmar yang sedang latihan untuk menghadapi SEA Games ke-26 di Jakarta, November 2011.
Di ajang itu Tarung Derajat dipertandingkan sebagai cabang olahraga eksebisi. Saya memperhatikan bagaimana Aa melatih. Tegas, namun sangat telaten.
Lalu kami duduk di teras, sambil ngopi, ngudud. Mengakhiri wawancara, saya sampaikan satu pertanyaan iseng, “Apa yang akan Aa lakukan jika ada seseorang yang mengajak berkelahi?”
“Aa tidak akan melayaninya. Lain halnya kalau dia tiba-tiba menyerang. Kalau Aa tahu ada orang yang akan mencegat Aa di jalan, Aa akan menghindarinya. Tapi kalau ada orang yang mengajak ‘duduluran’ (menyambung persaudaraan), Aa akan datangi, akan Aa rangkul.”
Wawancara selesai dilanjutkan dengan ngobrol tentang banyak hal. Ada yang saya rasakan agak mengganjal: Aa selalu menyebut saya ‘Pak Yus’. Akhirnya saya bilang, “Aa gak usah memanggil saya ‘Pak Yus’, cukup panggil nama saya saja.”
Jawabannya di luar dugaan. Aa mengatakan, “Kita berinteraksi dengan seorang dewasa, sejatinya kita sedang berinteraksi, tidak hanya dengan orang yang kita hadapi saja, melainkan juga dengan keluarganya, anak-anaknya.
Anak-anak, akan senang dan bangga kalau ayahnya diperlakukan dengan hormat, meskipun mereka tidak melihatnya. Jadi, Aa memanggil ‘Pak Yus’ tuh bukan hanya menghormati Pak Yus, tapi Aa juga ingin menghormati dan menjaga perasaan anak-anak Pak Yus.”
Saya terpana. Tak terasa mata saya berkaca-kaca. Seorang Jawara tersohor yang baru kenal kurang dari dua jam, memanggil saya ‘Pak Yus’ dengan maksud ingin menghormati saya, ingin menghormati anak-anak saya yang ia belum pernah lihat. Saya yakin, begitulah Aa memperlakukan setiap orang, penuh hormat. Bagi saya, Aa adalah Jawara dan Ksatria sejati.
Ketika berpamitan untuk pulang, saya tak kuasa untuk tidak memeluk dan mencium tangannya. Aa pun mengusap-usap punggung dan kepala saya. Saya benar-benar menemukan sosok orangtua yang hangat dan lembut pada diri Aa Boxer. Mugi Aa sing salawasna sehat, panjang yuswa, berkah salamet. Amin yRa.
***
Welcome Citizen Polite!
Setelah melalui perjalanan cukup panjang sebagai website warga menulis politik yang ekslusif, kini PepNews terbuka untuk publik.
Para penulis warga yang memiliki minat dan fokus pada dunia politik mutakhir Tanah Air, dapat membuat akun dan mulai menuangan ide, pandangan, gagasan, opini, analisa maupun riset dalam bentuk narasi politik yang bernas, tajam, namun tetap sopan dalam penyampaian.
Wajah berganti, tampilan lebih “friendly”, nafas tetaplah sama. Perubahan ini bukan hanya pada wajah dan rupa tampilan, tetapi berikut jeroannya.
Apa makna dan konsekuensi “terbuka untuk publik”?
Maknanya, PepNews akan menjadi web portal warga yang tertarik menulis politik secara ringan, disampaikan secara bertutur, sebagaimana warga bercerita tentang peristiwa politik mutakhir yang mereka alami, lihat dan rasakan.
Konsekuensinya, akan ada serangkaian aturan adimistratif dan etis bagi warga yang bergabung di PepNews. Aturan paling mendasar adalah setiap penulis wajib menggunakan identitas asli sesuai kartu keterangan penduduk. Demikian juga foto profil yang digunakan.
Kewajiban menggunakan identitas asli berikut foto profil semata-mata keterbukaan itu sendiri, terlebih untuk menghindari fitnah serta upaya melawan hoax.
Terkait etis penulisan, setiap penulis bertanggung jawab terhadap apa yang ditulisnya dan terhadap gagasan yang dipikirkannya.
Penulis lainnya yang tergabung di PepNews dan bahkan pembaca umumnya, terbuka memberi tanggapan berupa dukungan maupun bantahan terhadap apa yang ditulisnya. Interaktivitas antarpenulis dan antara pembaca dengan penulis akan terbangun secara wajar.
Agar setiap tulisan layak baca, maka dilakukan “filtering” atau penyaringan tulisan berikut keterangan yang menyertainya seperti foto, video dan grafis sebelum ditayangkan.
Proses penyaringan oleh administrator atau editor dilakukan secepat mungkin, sehingga diupayakan dalam waktu paling lambat 1x24 jam sebuah tulisan warga sudah bisa ditayangkan.
Dengan mulai akan mengudaranya v2 (versi 2) PepNews ini, maka tagline pun berubah dari yang semula “Ga Penting Tapi Perlu” menjadi CITIZEN POLITE: “Write It Right!”
Mari Bergabung di PepNews dan mulailah menulis politik!
Pepih Nugraha,
CEO PepNews