Tiga “Kartu Sakti” yang selalu dibanggakan capres 01 Joko Widodo, pada Minggu malam (17/3/2019) kembali diperkenalkan oleh cawapres 01 Ma’ruf Amin ketika Debat Cawapres III bersama cawapres 02 Sandiaga Salahuddin Uno.
Ma’ruf menunjukkan tiga kartu andalan Jokowi: Kartu Pra Kerja, Kartu Kuliah, dan Kartu Sembako. Sebaliknya, Sandi mengeluarkan e-KTP dari dompetnya. Tindakannya diikuti secara beramai-ramai oleh para pendukungnya.
Menurut Sandi, tidak perlu banyak kartu. Cukup satu kartu canggih bernama e-KTP. Simple. Tidak ruwet dan tidak bikin dompet jadi tebal mengganggu. Gerakan Sandi tentu saja cukup “mati kutu” andalan kartu sakti Jokowi selama ini.
Dengan satu kartu e-KTP, semua data terkait dengan status pemegangnya tersimpan di dalam chip pintar itu. Hemat dan praktis, cukup dengan satu kartu! Perubahan status pemegang bisa di-update di Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil.
Saking seringnya dibawa Jokowi saat kampanye, membuat kita bosan membahas tiga “kartu sakti” andalan capres petahana itu ketika Ma’ruf mengulangnya dalam Debat Cawapres itu. Apalagi, Kartu Pra Kerja itu bukan “gaji” pengangguran.
Musnah sudah harapan jutaan pengangguran untuk memperoleh “gaji buta”. Karena yang akan dapat gaji itu ternyata orang yang mengikuti semacam Pra Kerja saja. Bukanlah para pengangguran seperti yang dipersepsikan selama ini.
Memperhatikan penyampaian visi-misi cawapres 02 Sandi lebih menarik ketimbang Ma’ruf yang menjelaskan ketiga “kartu sakti” tersebut. Apalagi, jika melihat penampilan keduanya saat Debat Cawapres itu. Lebih menarik Sandi tentunya.
Debat Cawapres bertema: Pendidikan, Kesehatan, Ketenagakerjaan, Sosial, dan Budaya. Dari debat tersebut, yang sangat mengesankan adalah paparan visi-misi Sandi, dengan solusi yang menyentuh akar permasalahan (root cause analytics).
Apalagi, hal itu berdasarkan data dan fakta dari hasil interaksi kunjungan ke berbagai wilayah di Indonesia selama kurang lebih 7 bulan. Apa yang disampaikan Sandi lebih terasa sebagai “wapres” ketimbang cawapres pasangan capres Prabowo Subianto ini.
Berikut ini, sekilas paparan dari Sandi sesuai tema: Pendidikan, Kesehatan, Ketenagakerjaan, Sosial, dan Budaya.
Pendidikan: Dana riset, bukan hanya besaran uang, tapi harus link & match serta konsolidasi antara dunia akademisi, dunia bisnis, dan pemerintah. Tidak ada lagi birokrasi dalam lembaga riset negara.
Bersama pemerintahan Prabowo – Sandi akan mampu merespon era revolusi industri 4.0 dan estimasi GDP terbesar ke 5 di dunia pada 2045. Meningkatkan kualitas pendidik (gaji guru, mengangkat guru honorer, dan kompetensi);
Perubahan kurikulum yang sesuai kebutuhan nasional dan daerah, serta penghapusan ujian nasional dengan gantinya berupa “Penelusuran Minat Dan Kemampuan (PMDK)”.
Kesehatan: Negara harus hadir dalam memberikan pelayanan kesehatan prima untuk seluruh warga negara. Dalam 200 hari pemerintahan Prabowo – Sandi, maka JKN harus ditingkatkan kualitasnya, BPJS Kesehatan harus disempurnakan. Dan, Program 22 menit Olahraga sangat membantu kualitas kesehatan masyarakat dan mengurangi biaya kesehatan.
Inilah contoh pemimpin yang benar-benar sinkron, selaras antara kata dan perbuatan. Bicara kesehatan, tapi tidak mempraktekkan dan tak peduli kebugaran tubuh dengan olahraga, hanya merupakan kemunafikan. Sandi konsisten dalam menjaga kebugaran jasmani dan rohani.
Ketenagakerjaan: Sumberdaya Indonesia sangat berkualitas dapat direspon dengan program “Rumah Siap Kerja” (one stop service) bagi generasi muda dengan link & match bersama perusahaan swasta dan BUMN, sampai tingkat kecamatan.
Kolaborasi program “Oke Oce” sampai tingkat nasional. Isu tenaga kerja asing, guru honorer, outsourcing, entrepreneurship, link & match dunia kerja bisa diselesaikan oleh pemerintahan Prabowo – Sandi.
Sosial & Budaya: Kemitraan dengan dunia pendidikan dan usaha, sehingga memacu minat seluruh bangsa untuk tumbuh berkembang bersama. Indonesia menjadi super power dalam bidang kebudayaan yang diakui UNESCO, lembaga PBB.
Terdapat potensi ekonomi kreatif yang berlimpah dalam kehidupan sosial budaya Indonesia, sehingga dalam pemerintahan Prabowo Sandi diberikan solusinya. Tugas pemerintah adalah Keberpihakan pada prioritas pembangunan berbasis kebudayaan nasional.
Kesimpulan: Dari hasil acara Debat Cawapres ini, Cawapres Sandi memang terbukti sangat pantas dalam mengemban amanah dan mengemban posisi Wakil Presiden Republik Indonesia periode 2019-2024.
Sedangkan Cawapres Ma’ruf hanya bicara “akan”, sesuai text book (teori) sambil membaca jawaban tertulis, dan ternyata tidak membantu menampilkan kinerja petahana dalam bidang “Pendidikan, Kesehatan, Ketenagakerjaan, Sosial, dan Budaya”, yang bisa dirasakan oleh masyarakat Indonesia.
Apa yang Sandi ucapkan, ditiru juga oleh Ma’ruf. Sangat jauh berbeda antara kualitas Sandi sebagai Wakil Presiden, bila dibandingkan dengan Ma’ruf. Gesture Sandi sangat santun, tak mau ada pihak pendukung 02 yang “menyoraki” Ma’ruf.
Hal ini terlihat tangan Sandi diangkat untuk meminta tidak ada yang “melecehkan”. Berbeda dengan Ma’ruf yang tidak terlihat menjaga “marwah” (martabat, kehormatan, kemuliaan) diri dan pendukungnya.
Ketika Sandi menjawab, Ma'ruf justru masih sibuk membaca kertas di tangannya. Bahkan, tampak sesekali mengernyitkan keningnya saat membaca kertas tersebut, sementara Sandi tampak serius menjawab pertanyaan.
Para pendukung Jokowi sendiri menilai kalau Ma’ruf menang debat karena penampilannya, terutama dalam menyampaikan visi dan misi, jauh melampaui harapan. Sebenarnya, diam-diam ada semacam kekhawatiran yang besar terhadap Ma’ruf.
Pasalnya, pada debat pertama antar-paslon, Ma’ruf kelihatan demam panggung. Jokowi main aman. Dia tidak memberi banyak kesempatan Ma’ruf bicara. Karena itu, Jokowi tadi malam juga sempat hadir untuk memastikan semuanya berjalan baik.
Penampilan Ma’ruf tadi malam cukup meyakinkan. Sebagai da’i berpengalaman, dia tampil percaya diri. Seperti diperkirakan dia juga sempat menyerang kubu paslon 02. Pernyataan penutup Ma’ruf dengan gagah bersumpah akan memerangi fitnah dan hoax.
Dua isu itu selalu menjadi senjata andalan kubu paslon 01 untuk menyerang kubu paslon 02. Usia Ma’ruf yang menginjak 76 Tahun pada 11 Maret 2019 sempat mendapat ucapan selamat ulang tahun dari Sandi pada saat debat dimulai.
Itu adalah sebuah serangan halus untuk mengingatkan publik, bahwa Ma’ruf sudah tua. Tapi, toh tanpa diingatkan sesungguhnya masyarakat juga sudah bisa melihat sendiri. Raut wajah Ma’ruf terlihat lelah. Jalannya tertatih.
Ingat, Ma’ruf bukanlah Mahattir Muhammad, Perdana Menteri Malaysia yang usianya nyaris sebaya. Mahattir masih tampa gagah perkasa dan sehat dengan pemikiran yang masih jernih. Ma’ruf sudah sering lupa dengan apa yang diucapkannya.
Negara Hadir
Menurut Direktur Eksekutif The Global Future Institute (GFI) Hendrajit, yang inspiratif dari Sandi justru pesan tersiratnya. Yang bikin rusak bangsa ini karena tidak bisa memilah secara kategoris antara negara hadir dan campur tangan pemerintah.
Jadi, negara harus hadir dalam arti harus memberi ruang, memberdayakan masyarakat untuk mandiri, kemudian pemerintah sebagai unsur terpenting negara mengeluarkan regulasi untuk melindunginya.
“Jadi jelas. Negara sebagai Regulator nggak boleh menjadi pemain. Tapi, sebagai inspirator, penggerak, dan pemrakarsa terciptanya kolaborasi berbagai elemen bangsa yang bersinergi dengan pemerintah,” lanjut alumni Universitas Nasional ini.
Dengan begitu gagasan Sandi memberi sudut pandang baru. Bahwa dengan hadirnya negara justru masyarakat harus mandiri dan penuh inisiatif. Bukannya menciptakan ketergantungan masyarakat pada pemerintah.
“Juga, bukannya campur tangan pemerintah dalam segala urusan, baik yang penting sampai yang nggak penting,” ungkap Pemerhati Hubungan Internasional dan Politik Luar Negeri itu kepada Pepnews.com.
Gagasan Sandi mengarah pada kolaborasi pemerintah dan berbagai elemen non pemerintah yang bersifat sinergi.
“Gagasan Pak Ma'ruf Amin akan melahirkan kolusi dan konspirasi antara pemerintah dan berbagai elemen bangsa karena tak ada skema yang memberi arah mengapa negara harus hadir,” tegas Hendrajit.
***
Welcome Citizen Polite!
Setelah melalui perjalanan cukup panjang sebagai website warga menulis politik yang ekslusif, kini PepNews terbuka untuk publik.
Para penulis warga yang memiliki minat dan fokus pada dunia politik mutakhir Tanah Air, dapat membuat akun dan mulai menuangan ide, pandangan, gagasan, opini, analisa maupun riset dalam bentuk narasi politik yang bernas, tajam, namun tetap sopan dalam penyampaian.
Wajah berganti, tampilan lebih “friendly”, nafas tetaplah sama. Perubahan ini bukan hanya pada wajah dan rupa tampilan, tetapi berikut jeroannya.
Apa makna dan konsekuensi “terbuka untuk publik”?
Maknanya, PepNews akan menjadi web portal warga yang tertarik menulis politik secara ringan, disampaikan secara bertutur, sebagaimana warga bercerita tentang peristiwa politik mutakhir yang mereka alami, lihat dan rasakan.
Konsekuensinya, akan ada serangkaian aturan adimistratif dan etis bagi warga yang bergabung di PepNews. Aturan paling mendasar adalah setiap penulis wajib menggunakan identitas asli sesuai kartu keterangan penduduk. Demikian juga foto profil yang digunakan.
Kewajiban menggunakan identitas asli berikut foto profil semata-mata keterbukaan itu sendiri, terlebih untuk menghindari fitnah serta upaya melawan hoax.
Terkait etis penulisan, setiap penulis bertanggung jawab terhadap apa yang ditulisnya dan terhadap gagasan yang dipikirkannya.
Penulis lainnya yang tergabung di PepNews dan bahkan pembaca umumnya, terbuka memberi tanggapan berupa dukungan maupun bantahan terhadap apa yang ditulisnya. Interaktivitas antarpenulis dan antara pembaca dengan penulis akan terbangun secara wajar.
Agar setiap tulisan layak baca, maka dilakukan “filtering” atau penyaringan tulisan berikut keterangan yang menyertainya seperti foto, video dan grafis sebelum ditayangkan.
Proses penyaringan oleh administrator atau editor dilakukan secepat mungkin, sehingga diupayakan dalam waktu paling lambat 1x24 jam sebuah tulisan warga sudah bisa ditayangkan.
Dengan mulai akan mengudaranya v2 (versi 2) PepNews ini, maka tagline pun berubah dari yang semula “Ga Penting Tapi Perlu” menjadi CITIZEN POLITE: “Write It Right!”
Mari Bergabung di PepNews dan mulailah menulis politik!
Pepih Nugraha,
CEO PepNews