Post Color Syndrome

Karena tidak ada urusannya dengan warna partai, maka saya kecewa dengan perubahan warna pesawat kepresidenan dari biru-putih menjadi merah-putih. Jangan-jangan saya bakal mengidap sindroma itu.

Kamis, 5 Agustus 2021 | 19:47 WIB
0
222
Post Color Syndrome
Post Power Syndrome (Foto: kompasiana.com)

Saya mengingatkan Presiden Joko Widodo -biasa saya panggil Pak Jokowi saja- agar seusai melepas jabatan Presiden RI pada 20 Oktober 2024, tidak menderita "Post Color Syndrome" yang menahun sekian lama yang berujung pada rasa menyakitkan.

Sebab, mana tahu partai/orang yang berkuasa nanti tiba-tiba mencat ulang seluruh badan pesawat kepresidenan jadi warna nano-nano motif batik hanya karena partai/presiden pengganti nanti seorang pengusaha batik, misalnya. Mohon ya, siapapun pengganti Pak Jokowi kelak, janganlah melakukan perbuatan serendah itu!

Bagi yang tidak menderita buta warna, tidak bisa dipungkiri bahwa warna bisa menjadi masalah besar, bisa jadi malapetaka. Yang berbau komunis itu konon warna merah, berbau padang pasir warna hijau, sedang hitam berbau-bau kegelapan dan kriminal. Ini rumus dunia, entah dunia apa.

Bendera penjajah Belanda Merah-Putih-Biru pada masa lalu yang dirobek-robek para pejuang kemerdekaan, hanya menyisakan Merah-Putih nya saja, dan itu artinya Indonesia Merdeka.

Di sini terlihat betapa bemaknanya warna. Memang sejarah tidak pernah benar-benar mencatat, siapa yang memungut sisa-sisa sobekan bendera warna birunya itu, digunakan siapa, untuk kepentingan apa, perlambang apa dan seterusnya.

Jujur, secara pribadi saya menyukai warna biru. Sangat suka bahkan. Boleh jadi sejak mata kanak-akanak saya bisa membedakan warna melalui nyanyian balonku ada lima yang rupa-rupa warnanya itu. Saya tetap berterima kasih kepada Ibu Sud yang menciptakan lagu paling populer sampai akhir zaman.

Bagi saya warna biru itu menenteramkan. Saya suka melihat langit biru, pada suatu masa saat masih sering kelayapan ke Eropa, saya suka memandang bola mata perempuan yang bermata biru (apalagi kalau dia mau diajak ngopi), saya juga suka melihat lautan biru. Saat berada di angkasa dan di lautan, yang dominan saya lihat adalah warna biru. Sangat menenteramkan.

Kalau diberi pilihan warna baju atau sebutlah cassing ponsel antara Merah, Putih, Kuning, Biru -sebut sajalah warna lainnya- secara otomatis saya pilih warna biru, karena warna biru sudah tertanam di alam bawah sadar saya. Tahun 1997 lalu, cassing ponsel Siemens S4 saya -ketika cassing ponsel masih langka- warnanya biru cerah, warna "out of the box" pada masa itu yang didominasi warna hitam bawaan pabrik ponsel.

Itu sebabnya ketika pesawat kepresidenan pada masa lalu bercat biru-putih, saya mungkin salah satu orang yang paling senang di dunia ini, meski tidak ada urusan sama sekali saya dengan pesawat kenegaraan itu, mencoba menaikinya pun tidak pernah. Tidak ada urusan dengan warna partai, misalnya, saya benar-benar senang karena ada warna favorit saya di sana, seolah-olah mewakili diri saya.

Maka ketika pesawat kepresidenan sekarang diubah menjadi warna merah-putih, jujur saya agak kecewa. Asli kecewa karena tidak mewakili preferensi saya lagi. Apakah hanya karena Pak Jokowi berasal dari partai yang warna dominannya merah lalu tiba-tiba mengganti warna biru-putih menjadi merah-putih?

Ada yang menyangkal, itu 'kan sesuai bendera Sang Saka Merah Putih dan sebentar lagi akan dikibarkan di mana-mana jelang Hari Kemerdekaan 17 Agustus. Bagi saya, tetap saja tidak ada yang mewakili preferensi saya. "De gustibum non est disputandum", selera tidak bisa diperdebatkan, bukan? Saya suka biru. Titik.

Tapi, masak bodohlah, itu pasti bukan karena urusan partai. Lha wong di tubuh pesawat itu juga ada warna putihnya, yang pasti bukan mewakili partai yang mendaku beridentitas diri sebagai warna putih, bukan? Kapan menangnya partai warna putih itu kok bisa-bisanya menjadi warna pesawat kepresidenan, bersanding dengan warna biru (dulu) dan merah (sekarang)?

Jelas bagi saya, itu tidak ada urusannya dengan warna partai!

Karena tidak ada urusannya dengan warna partai, maka bolehlah saya kecewa dengan perubahan warna pesawat kepresidenan dari biru-putih menjadi merah-putih. Jangan-jangan sebentar lagi saya bakal mengidap "Post Color Syndrome" itu.

Ah, semoga tidak!

***