Biarkan Cinta Terus Bersemi

Perang Dagang Amerika Serikat vs China belum mereda, bahkan Trump menambah armadanya di Laut China Selatan. Ini jelas memicu kemarahan China. Jalan ke arah perang terbuka sudah terlihat.

Sabtu, 30 Mei 2020 | 10:47 WIB
0
192
Biarkan Cinta Terus Bersemi
Ilustrasi hulu ledak nukir (Foto: kompas.com)

Dearest, Stefany,

Sepertinya aku tidak akan pernah bisa melupakan waktu selama dua minggu yang kulewati bersamamu. Aku mencatatnya dalam nadiku sebagai rentang waktu terindah dalam hidupku. Kalaupun aku menyesalinya, mengapa itu terjadi pada saat-saat terakhir aku belajar di Stanford. Aku yakin... kau akan datang ke Nagoya pada April nanti. Kan kuajak kau menari bersama Ama-No-Uzume, di bawah matahari pagi musim semi yang memekarkan kuncup-kuncup pertama bunga Sakura. Aku mencintaimu.

Sabishii desu, Hideki Haru”

Di belahan bumi lain, ribuan kilometer barat Nagoya, di depan pintu sebuah rumah, seorang lelaki memeluk anaknya erat-erat. Ia hendak berangkat ke kota. Ia berjanji, ketika pulang nanti akan membawakan mainan yang diminta anaknya. Setelah melepaskan pelukan, anak lelaki itu memandangi wajah ayahnya lekat-lekat. Ia merasa sedih karena akan berpisah dengan Sang Ayah. Tapi ia juga senang, karena akan dibawakan mainan yang diimpikannya. Ada sesuatu yang ia nantikan.

Selain Hideki Haru dan Stefany, seorang lelaki Peshawar dan anaknya, masih ada jutaan manusia lain di dunia yang merencanakan pertemuan dengan orang-orang tercintanya. Tapi tidak ada jaminan Stefany bisa datang ke Nagoya menemui Hideki Haru di musim semi mendatang. Juga belum tentu anak lelaki di pinggiran kota Peshawar, Pakistan itu mendapatkan mainan yang dijanjikan ayahnya sepulang dari kota. Atau, siapapun yang merencanakan pertemuan, akan sampai pada hari yang dibayangkan, penuh kebahagiaan.

Tahun 1981, perang dingin antara Blok Barat dan Timur tengah memuncak, yang sewaktu-waktu bisa berubah menjadi perang terbuka, yang berarti Perang Dunia Ketiga atau Perang Nuklir. Dilatarbelakangi kecemasan itu Grup Musik Bimbo berkirim surat kepada Presiden AS, Ronald Reagan dan Pemimpin Uni Sovyet, Leonid Breznev. Isinya, agar mereka menahan diri untuk tidak berperang.

Mengapa? Karena jika perang nuklir terjadi, semua kehidupan di dunia bisa saja tiba-tiba berakhir dalam hitungan menit. Hingga kini kehidupan di dunia masih terancam oleh lebih dari 15 ribu hulu ledak senjata nuklir yang setiap saat bisa meluncur menghabisi peradaban, karena kekonyolan segelintir orang yang berkuasa di beberapa negara.

Cara kerja bom nuklir didasarkan teori relativitas yang dirumuskan oleh Albert Einstein pada tahun 1905 di Jerman. Tahun 1933 Einstein hijrah ke Amerika Serikat, karena ia tahu Hitler berambisi mengembangkan senjata pemusnah massal. Tahun 1939 Einstein bersama koleganya, Szilard, memberi tahu Presiden Franklin D. Roosevelt bahwa secara teori, dengan memicu reaksi fisi pada inti atom akan menghasilkan reaksi berantai atau ledakan nuklir yang sangat dahsyat. Artinya, sebuah bom yang sama sekali baru sudah bisa diciptakan.

Kabar mengenai hasil riset para ilmuwan itu seperti inspirasi bagi Presiden FDR. Maka dibuatlah riset besar-besaran (Manhattan Project) melibatkan 200 ribu orang untuk menciptakan bom mematikan. Tanggal 16 Juli 1945 uji coba pertama dilakukan di Alomogordo, New Mexico.

Tanggal 6 Agustus 1945 Presiden Truman memerintahkan Angkatan Udara untuk mengebom Hiroshima dengan bom atom 'Little Boy' berkekuatan setara 12,5 kiloton Trinitrotoluena (TNT). Akibatnya 70.000 orang mati seketika dan ratusan ribu lainnya mengalami luka bakar, cacat, lalu mati.

Kemudian tanggal 9 Agustus 1945 giliran Nagasaki dihajar "Fat Man "dengan kekuatan setara 22 kiloton TNT. Juga tidak kurang dari 70.000 orang mati seketika dan 340.000 lainnya menderita selama lima tahun, kemudian mati. Peristiwa itu adalah bagian terkelam dalam peradaban manusia. Dunia mengutuknya.

Tapi secara diam-diam, Amerika Serikat dan Uni Sovyet terus mengembangkan senjata pemusnah massal tersebut. Puncak ketegangan Perang Dingin antara Blok Barat (NATO) dengan Pakta Warsawa, terjadi pada paruh kedua dekade 1970an.

The International Campaign to Abolish Nuclear Weapons (ICAN), sebuah koalisi organisasi non pemerintah (NGO) dari seratus negara yang didirikan di New York pada 7 Juli 2017, dan bertujuan mempromosikan gerakan kepatuhan terhadap perjanjian penghapusan senjata nuklir PBB, pada awal Januari 2018 mempublikasikan daftar kepemilikan senjata nuklir oleh sembilan negara. Dari sekitar 15.500 senjata nuklir yang diklaim, 90% dimiliki oleh Rusia dan Amerika Serikat.

Data mengenai jumlah senjata nuklir memang tidak pernah pasti. Negara pemiliknya selalu menyebutkan angka yang lebih sedikit dari jumlah yang sebenarnya. Mantan Menteri Luar Negeri Australia yang juga salah satu Ketua Komisi Internasional Non-proliferasi dan Perlucutan Senjata Nuklir, Gareth Evans menjelaskan, perlucutan senjata nuklir dilakukan dalam dua tahap, yakni melalui proses ’minimalisasi’ dan ’penghapusan’.

Tahap minimalisasi harus dicapai paling lambat tahun 2025 dan tahap penghapusan (elimination) dilakukan sesegera mungkin sesudahnya. Evans menegaskan bahwa saat ini, masih terdapat sekitar 23.000 senjata nuklir aktif di dunia dan sebagian besar dalam posisi siaga tinggi untuk diledakkan. Nah, angka yang dilansir Evans jauh lebih besar ketimbang yang dikemukakan oleh Federation of American Scientists.

Bagi negara sebesar Amerika Serikat, membuat senjata pemusnah massal bukan hanya untuk kepentingan militer. Akan tetapi negara ini memiliki industri militer yang terintegrasi dengan industri berbasis teknologi tinggi untuk bidang-bidang lainnya, seperti aeronautika, otomotif, elektronika, digital, dan lain-lain.

Tahun 2016 industri militer menyumbang 4% terhadap PDB Amerika Serikat yang sebesar US$18,5 triliun. Tidak kurang dari 300 perusahaan raksasa yang memproduksi berbagai jenis senjata dan peralatan perang pendukung dengan jumlah tenaga kerja yang terlibat langsung sebanyak 3,5 juta orang.

Untuk tahun 2017, Pemerintah Amerika di bawah Presiden Obama menetapkan anggaran pertahanan sebesar US$632 miliar. Namun setelah dilakukan diskresi angka itu membengkak menjadi US$824 miliar atau sekitar Rp11.000 triliun. Bahkan, setelah pergantian pemerintahan awal 2017 lalu, Presiden Trump yang baru dilantik langsung meminta tambahan US$84 miliar untuk anggaran pertahanan.

Baca Juga: Peta Koalisi Perang Dunia III Bisa Dimulai oleh Tindakan Trump

Meskipun anggaran pertahanan Amerika sangat besar, bahkan menjadi pos belanja ketiga terbesar dalam anggaran tahunan setelah anggaran jaminan sosial dan kesehatan, tapi karena semua belanja pertahanan dilakukan di dalam negeri, maka hal itu justru menjadi stimulus ekonomi yang sangat besar bagi Amerika Serikat sendiri. Membuka jutaan lapangan kerja secara langsung maupun tidak langsung. Selain untuk memenuhi kebutuhan persenjataan negaranya sendiri, inustri militer Amerika Serikat juga menjadi eksportir senjata terbesar di dunia, mendatangkan devisa yang sangat besar.

Lalu berap harga satu unit peluru kendali berhulu ledak nuklir? Selain tidak ada negara yang menjualnya, juga sangat rumit penghitungannya. Tapi seperti dilansir oleh CNBC yang mengutip seorang ilmuwan senior yang juga Direktur the UCS Global Security Program, Lisbeth Gronlund, bom nuklir B61 yang ukurannya sekitar 4 meter dan berhulu ledak dengan daya setara 340 kiloton TNT, dikembangkan sejak 1963 dan diproduksi sebanyak 400 sampai 500 unit, menghabiskan dana US$9,5 miliar.

Secara keseluruhan, kata Gronlund, untuk mengembangkan dan memproduksi senjata nuklir sejak tahun 1940 hingga 1998 Amerika Serikat telah menghabiskan dana sebesar US$5 triliun.

Akan tetapi, berapapun uang yang telah digunakan untuk membangun sistem persenjataan pemusnah massal, berapapun banyaknya tenaga kerja yang terserap di industri itu, bukan alasan untuk membenarkan dipertahankannya senjata nuklir, apalagi menggunakannya. Sejauh manusia hidup dalam kemanusiaannya, tidak ada alasan untuk memproduksi dan menggunakan senjata nuklir.

Kehancuran yang terjadi di Hiroshima dan Nagasaki pada tahun 1945 karena bom atom, bukan hanya terjadi pada infrastruktur kota dan pemukiman, juga kematian massal penduduk di sana, dan harapan akan masa depan kehidupan. Padahal, bom atom Little Boy dan Fat Man yang dijatuhkan dari pesawat B-29 itu total daya ledaknya ‘hanya’ berkekuatan setara 34,5 kiloton TNT.

Bisa dibayangkan kerusakan macam apa yang ditimbulkan jika perang nuklir benar-benar terjadi. Seperti diketahui, hulu ledak nuklir yang terpasang pada rudal-rudal antar benua (Inter Continental Balistic Missille) Amerika Serikat, Russia, Inggris dan Perancis yang setiap saat siap meluncur, umumnya berdaya ledak hingga setara jutaan ton TNT.

Menurut Komisi Organisasi Perjanjian Pelarangan Uji Coba Nuklir Secara Komprehensif atau Commission for the Comprehensive nuclear-test-ban Treaty Organisation (CTBTO), uji coba bom nuklir dengan daya ledak terbesar dilakukan oleh Uni Sovyet pada tahun 1961 di Novaya Zemlya. Daya ledak bom Tsar Bomba mencapai 50 juta ton, atau sekitar 3.800 kali kekuatan bom yang dijatuhkan di Hiroshima. Sementara bom nuklir dengan daya ledak terbesar yang dimiliki Amerika Serikat adalah B83 yang setara 1,2 juta ton TNT, atau 79 kali bom Little Boy.

Misalnya, bom nuklir dengan daya ledak setara 150 kiloton TNT menghantam satu kota akan menimbulkan bola api cendawan setinggi 1,65 kilometer. Ledakan bom nuklir akan menghasilkan daya hempas maksimum jika meledak di atas permukaan tanah. Sebab kalau meledak di dalam tanah, sebagian energi ledakan akan terserap oleh bumi.

Efek utama dari ledakan nuklir terbagi menjadi empat zona. Pertama, zona bola api dengan radius sekitar 1 kilometer, semua benda dan manusia yang ada di area itu akan hangus terbakar. Kedua, zona dengan radius dua kilometer. Sinar Gamma dan radiasi intensitas tinggi akan menyebabkan kematian bagi lebih dari 50% manusia yang berada di area itu, dan sisanya akan mati dalam beberapa jam hingga beberapa minggu kemudian.

Ketiga, ledakan udara hingga radius 7,5 kilometer dengan kekuatan 2,25 kilogram per inci persegi cukup kuat untuk menghancurkan sebagian besar bangunan dan memecahkan gendang telinga, hingga menewaskan manusia.

Keempat, zona radiasi termal dengan radius 11 kilometer berupa sinar ultraviolet yang membakar kulit. Luka bakar tingkat tiga meluas ke seluruh lapisan kulit, namun seringkali tidak menimbulkan rasa sakit karena saraf rasa sakit sudah hancur. Luka bakar itu bisa menyebabkan luka parut atau cacat parah, bahkan memerlukan amputasi.

Semua benda dan mahluk hidup yang berada dekat zona radiasi termal dengan radiasi 100 kali radiasi normal, separuhnya akan mengalami kematian karena sindroma radiasi akut. Manusia yang berada di area kota sekitar ledakan nuklir, akan mati dalam 24 jam berikutnya. Selain itu intensitas radioaktif intensitas tinggi yang berbahaya bagi mahluk hidup akan terus berlangsung.

Lalu bagaimana jika semua bom nuklir yang ada saat ini meledak? Setiap bom nuklir akan menimbulkan bola api raksasa dan akan membakar apapun di sekitarnya. Jika semua bom nuklir yang ada diledakan, maka luas area terdampak langsung mencapai radius 79.000 kilometer.

Baca Juga: Perang Dunia III Semakin Nyata Berawal di Suriah?

Harap diingat, panjang keliling bumi saja hanya 40.075 kilometer. Bisa dipastikan, semua manusia yang berada di kawasan ledakan akan mengalami luka bakar tingkat tiga, sisanya akan terpapar radiasi radioaktif hingga ratusan kali dari level normal. Radiasi radioaktif berikutnya terjadi di atmosfer akan mencemari udara, sehingga yang ‘selamat’ pada saat terjadi ledakan akhirnya akan mati karena radiasi.

Beberapa hari setelah serangkaian ledakan nuklir, dunia akan gelap karena matahari tertutup awan radiasi. Akhirnya, jika ada korban yang belum meninggal akibat keracunan radiasi, mereka harus bersiap menghadapi kegelapan. Partikel debu karbon radioaktif akan memenuhi atmosfir dan mendinginkan keseluruhan suhu planet bumi. Kemudian bumi akan mengalami musim dingin nuklir yang akan berlangsung selama ratusan tahun. Dalam kondisi itu, semua mahluk hidup akan mati.

Dengan gambaran kehancuran akibat senjata nuklir seperti itu, sejatinya pembuatan senjata nuklir adalah titik balik dari perkembangan peradaban manusia. Penggunaan senjata nuklir adalah kebodohan sekaligus kejahatan terhadap kehidupan segala mahluk hidup di muka bumi. Pertanyaan besar warga dunia saat ini, ‘atas nama apa senjata nuklir diciptakan?’

Satu hal yang harus diingat, hingga hari ini ancaman perang nuklir bukannya tidak ada. Mengingat dewasa ini manusia-manusia pemegang otoritas untuk menekan tombol senjata nuklir, pantas diragukan sifat-sifat kemanusiaannya.

Ironisnya, dana triliunan US$ digunakan untuk menciptakan senjata yang bisa menghabisi kehidupan di dunia, terjadi ketika di beberapa belahan dunia manusia masih banyak yang berjibaku untuk sekadar mendapatkan bahan makanan dan air bersih.

Jadi, biarkanlah dunia terbebas dari ancaman kehancuran total, biarkan anak laki-laki di pinggiran kota Peshawar, Pakistan, mendapatkan mainan yang dibawakan ayahnya dari kota. Biarkan Hideki Haru dan Stefany bertemu pada musim semi mendatang, kala kuncup-kuncup pertama bunga Sakura bermekaran.

Saat ini, Perang Dagang Amerika Serikat vs China belum mereda, bahkan Presiden Trump menambah armadanya di Laut China Selatan. Ini jelas memicu kemarahan China. Jalan ke arah perang terbuka sudah terlihat. Begitupun para pemimpin Israel yang sangat bernafsu untuk menyerang Iran.

Jika sampai terjadi, maka bukan tidak mungkin itu akan menjadi perang pembuka menuju Perang Dunia Ketiga. Perang Nuklir bukan hal yang mustahil terjadi. Bukan disebabkan oleh tuntutan politik atau kebencian antar bangsa, tapi karena kegilaan para pemimpin psikopat, yang tangannya menggenggam tombol nuklir. Semoga saja tidak terjadi, semoga kekuatan cinta untuk saling memaafkan bisa meredam amarah dan kebencian. Semoga lebaran kali ini bukan lebaran terakhir.

***