Toleransi merupakan salah satu hal yang tidak bisa dilepaskan dari kebhinekaan yang tumbuh di Indonesia. Pada dasarnya masyarakat Indonesia terbentuk dari banyak sekali perbedaan baik agama, daerah, ras, etnis, kelompok, hingga usia.
Hal-hal seperti ini tentu saja tidak dapat dipaksakan untuk menjadi sama, sehingga dibutuhkan adanya toleransi untuk saling memahami dan menghargai perbedaan yang secara hakiki tumbuh tanpa bisa dipilih.
Toleransi saat ini semakin diuji dengan maraknya kepentingan politik yang secara langsung membawa-bawa hal yang hakiki tersebut ke ranah yang tidak seharusnya dipergunjingkan. Sistem demokrasi politik pasca reformasi yang masih muda ini masih menyimpan celah-celah yang bisa dimanfaatkan oknum-oknum yang bertujuan memecah belah persatuan NKRI.
Terlebih memanfaatkan momentum tahun politik sebagai salah satu senjatanya. Dengan hanya ada 2 pilihan besar di ujung kursi pemerintahan, membuat pengerucutan kubu masyarakat semakin mudah diarahkan. Hal ini tentu saja bukan menjadi keinginan dari perwujudan masyarakat yang majemuk ini.
Suasana Pasca Pemilu
Dalam pesta demokrasi 5 tahunan ini, masyarakat diajak untuk menentukan pilihan dengan mengisi kertas suara dengan cara yang telah ditentukan. Tugas masyarakat sebagai pemilik hak suara berakhir di sini. Sisanya, suara mayoritas yang secara resmi dihitung oleh KPU merupakan hasil sah dari proses pemungutan suara yang telah terjadi.
Sayangnya, isu-isu yang justru mencemaskan masyarakat justru berdengung kencang pasca masyarakat menggunakan hak suaranya. Kondisi ini semakin panas karena media massa juga memberikan porsi yang cukup banyak untuk isu ini.
Akibatnya, situasi di masyarakat ikut memanas karena tidak hentinya dijejali pemberitaan-pemberitaan yang mengarah pada ketidaktenangan. Pengkubuan yang terbentuk menjelang saat pemilihan membuat masyarakat seolah-olah memiliki kepentingan untuk memenangkan salah satu kandidat.
Apapun alasannya, membawa hak-hak hakiki dalam ranah penguasaan politik menjadi hal yang seharusnya tabu.
Masa perhitungan suara resmi kali ini juga bertepatan dengan awal bulan suci Ramadhan. Momentum ini diharapkan bisa memberikan ketenangan pada kondisi dan konflik sosial masyarakat. Harapan lain adalah dengan adanya bulan Ramadhan ini masyarakat tidak mudah dijejali isu-isu yang berpotensi merusak persatuan, serta mampu menahan diri dari ajakan-ajakan yang merugikan diri sendiri dan masyarakat secara umum.
Isu Agama dan SARA
Dalam kontestasi politik beberapa tahun belakangan ini, perbedaan hakiki menjadi sebuah senjata yang dimanfaatkan oleh oknum-oknum politikus sebagai dalih meraih suara. Masyarakat seolah digiring untuk membentuk kubu-kubu dan kelompok dalam basis perbedaan tertentu.
Seiring berjalannya waktu, pengkubuan ini menjadi semakin meruncing dan tidak ada habisnya. Dari kepentingan politik, menjadi perpecahan masyarakat yang ditopang oleh berita-berita media yang semakin tidak cover both side.
Baca Juga: Toleransi Itu "Lakum Dinukum Waliyaddin"
Padahal perbedaan-perbedaan hakiki inilah yang dahulu menjadi senjata pemersatu bagi NKRI. Keragaman dan budaya masyarakat menjadi hal nyata yang bisa ditemukan dalam kehidupan bermasyarakat di Indonesia. Hal ini didukung oleh landasan Konstitusi negara yakni Pancasila.
Sistem politik yang bipolar ternyata berdampak pada kehidupan masyarakat secara pandangan politik. Pembentukan kubu-kubu politik dengan dalih agama atau kelompok justru menciptakan jurang antar masyarakat yang tidak lagi sesuai dengan Pancasila. Potensi perpecahan menjadi kengerian yang tidak seharusnya terwujud di negara demokrasi ini.
Ramadhan dan Persatuan
Bulan suci menjadi sebuah momentum yang tepat untuk merefleksikan keadaan masyarakat saat ini. Selain untuk menahan diri dari godaan-godaan fisik, di Bulan Ramadhan anda juga diajak untuk menahan pikiran dan emosi.
Dengan demikian, bulan Ramadhan tidak hanya menjadi bulan penuh berkah bagi pribadi, namun juga masyarakat Indonesia secara umum. Kondisi masyarakat yang terasa dipisahkan oleh kubu-kubu yang dibentuk oleh sistem politik ini menjadi kendala bagi kehidupan bermasyarakat yang beragam ini.
Oleh karena itu, bulan Ramadhan bisa menjadi sebuah masa yang tepat untuk merajut kembali persatuan bagi masyarakat secara umum. Dengan telah memberikan hak suara, maka sisanya menjadi kepentingan konstitusi.
Masyarakat kembali pada realita kehidupan yang harus dijalani setiap hari. Interaksi antar masyarakat dengan lingkungannya tentu saja tidak boleh terdampak oleh pandangan politik yang berbeda. Proses pendewasaan politik inilah yang sebenarnya bisa semakin diperdalam selama masa puasa ini.
Dengan demikian, toleransi dan keragam dapat terus hidup dan berkembang dalam masyarakat Indonesia yang sesuai Pancasila.
***
Welcome Citizen Polite!
Setelah melalui perjalanan cukup panjang sebagai website warga menulis politik yang ekslusif, kini PepNews terbuka untuk publik.
Para penulis warga yang memiliki minat dan fokus pada dunia politik mutakhir Tanah Air, dapat membuat akun dan mulai menuangan ide, pandangan, gagasan, opini, analisa maupun riset dalam bentuk narasi politik yang bernas, tajam, namun tetap sopan dalam penyampaian.
Wajah berganti, tampilan lebih “friendly”, nafas tetaplah sama. Perubahan ini bukan hanya pada wajah dan rupa tampilan, tetapi berikut jeroannya.
Apa makna dan konsekuensi “terbuka untuk publik”?
Maknanya, PepNews akan menjadi web portal warga yang tertarik menulis politik secara ringan, disampaikan secara bertutur, sebagaimana warga bercerita tentang peristiwa politik mutakhir yang mereka alami, lihat dan rasakan.
Konsekuensinya, akan ada serangkaian aturan adimistratif dan etis bagi warga yang bergabung di PepNews. Aturan paling mendasar adalah setiap penulis wajib menggunakan identitas asli sesuai kartu keterangan penduduk. Demikian juga foto profil yang digunakan.
Kewajiban menggunakan identitas asli berikut foto profil semata-mata keterbukaan itu sendiri, terlebih untuk menghindari fitnah serta upaya melawan hoax.
Terkait etis penulisan, setiap penulis bertanggung jawab terhadap apa yang ditulisnya dan terhadap gagasan yang dipikirkannya.
Penulis lainnya yang tergabung di PepNews dan bahkan pembaca umumnya, terbuka memberi tanggapan berupa dukungan maupun bantahan terhadap apa yang ditulisnya. Interaktivitas antarpenulis dan antara pembaca dengan penulis akan terbangun secara wajar.
Agar setiap tulisan layak baca, maka dilakukan “filtering” atau penyaringan tulisan berikut keterangan yang menyertainya seperti foto, video dan grafis sebelum ditayangkan.
Proses penyaringan oleh administrator atau editor dilakukan secepat mungkin, sehingga diupayakan dalam waktu paling lambat 1x24 jam sebuah tulisan warga sudah bisa ditayangkan.
Dengan mulai akan mengudaranya v2 (versi 2) PepNews ini, maka tagline pun berubah dari yang semula “Ga Penting Tapi Perlu” menjadi CITIZEN POLITE: “Write It Right!”
Mari Bergabung di PepNews dan mulailah menulis politik!
Pepih Nugraha,
CEO PepNews