Presiden Joko Widodo dan Ujian Karakter

Kita lihat kondisi menuju ke 2024, jelas permasalahan ambisi yang liar, salah ukur bisa melibatkan para pejabat menjadikan dirinya semakin complicated.

Senin, 24 Januari 2022 | 14:22 WIB
0
214
Presiden Joko Widodo dan Ujian Karakter
Abrahaam Lincoln (Foto: detik.com)

Secara resmi kepemimpinan Pak Jokowi sebagai presiden tersisa sekitar dua tahun sembilan bulan. ATHG (Ancaman Tantangan Hambatan Gangguan) yang dihadapi terutama apakah programnya bisa terus berjalan? Serangan covid yang terus bermutasi tetap belum terkalahkan, varian baru dari luar negeri terus mengancam. 

Pengaruh pandemi terhadap tekanan perekonomian membutuhkan upaya keras, dimana saat silaturahmi Akabri 67/70, Menko Marves Luhut Panjaitan meyakini perekonomian akan membaik. Telah terjadi perubahan yang tidak disadari banyak orang, bahwa kondisi perekonomian akan naik pesat pada 2030, dan Indonesia diprediksi jaya pada 2045. 

Presiden dalam waktu yang tersisa ini jelas tidak bisa bekerja sendiri, dibantu oleh para menteri yang dipilih dengan hak prerogatif. Dalam sikon di atas, mulai nampak geliat ambisi serta upaya mereka kini dengan karakternya masing-masing mulai sibuk mikir pilpres 2024. 

Nah, untuk tercapainya program-programnya, di waktu yang tersisa ini presiden bila ingin menilai dan ngukur seseorang, sebaiknya dinilai karakter para pembantu- pembantunya di kabinet. Penulis pernah mempelajari dan menulis dasar pemikiran salah satu Presiden Amerika yang kata-bijaknya bernakna hebat yaitu Abraham Lincoln. Ia lahir 12 Februari 1809 di Hodgenville, Hardin County, Kentucky, USA. 

Presiden ke-16 Amerika Serikat ini pada 4 Maret 1861 terus gigih menentang adanya perbudakan. Pada tanggal 15 April 1865, Abraham Lincoln tewas ditembak pada usia 56 tahun di teater Ford, Washington D.C. oleh John Wilkes Booth, seorang pemain sandiwara yang memiliki gangguan jiwa. Kematian menjemputnya tatkala tercapainya perdamaian dan berakhirnya perbudakan di Amerika. 

Dikatakanya bahwa setiap orang memiliki ambisi pribadi yang khas. Entah benar atau tidak, "Saya dapat berkata, saya tidak memiliki ambisi sebesar menjadi benar-benar dihargai kawan-kawan saya, dengan menjadikan diri saya pantas dengan penghargaan tersebut," katanya. 

"Hampir semua pria memang mampu bertahan menghadapi kesulitan. Namun, jika Anda ingin menguji karakter sejati pria, beri dia kekuasaan," kata Abraham. 

Secara teori, Karakter atau watak adalah sifat batin yang memengaruhi segenap pikiran, perilaku, budi pekerti, dan tabiat yang dimiliki manusia atau makhluk hidup lainnya. Kekuasaan bisa membuat mereka lupa bila tidak hati-hati dan waspada. 

Kini di negara kita, Indonesia tercinta, mereka yang menduduki jabatan tinggi di pemerintahan, terutama jabatan yang diberi presiden, mengacu teori Lincoln, sebenarnya mereka sedang diuji karakter sejatinya.

Tidak butuh waktu lama, bisa cukup singkat mengukurnya. Siapa yang ada disekitarnya? Apa yang diperbuat demi negaranya? Percaya dirikah dia?

Baca Juga: Jokowi–Prabowo Ibarat Lincoln–Seward di AS

Apakah organisasi ysng dipimpinnya semakin baik atau justru ambaradul oleh dirinya atau punakawan yg dia "cangking"? Seberapa besar loyalitas kepada pimpinan nasional, bangsa dan negara? 

Selain soal ujian karakter tadi yang menarik, menurut falsafah Jawa ada juga istilah petruk jadi ratu. Karena dia tadinya bukan apa-apa, begitu berkuasa watak aslinya muncul.

Pada intinya, manusia umumnya tidak pernah puas, ini titik rawan yang paling berbahaya. 

Kesimpulannya, benarkah dan akan terbuktikah kata-kata Abraham Lincoln?

Kita lihat kondisi menuju ke 2024, jelas permasalahan ambisi yang liar, salah ukur bisa melibatkan para pejabat menjadikan dirinya semakin complicated.

Semoga betmanfaat serta memohon semoga Allah melindungi Bangsa dan negara Indonesia dengan barokahNya, Aamiin.

Jakarta, 24 Januari 2022

Marsda TNI Purn Prayitno W. Ramelan, Pengamat Intelijen. 

***