Kita harus menjadi diri kita sendiri. Agar tidak menari digenderang para influencret. Dan sekarang para bucin boleh menangis dengan ulah mereka berdua.
Tergelak saya membaca AJ (Abu Janda) dan Natalius Pigai tiba tiba satu meja. Makan enak sambil jowal jawil.
Dua seteru yang gak mutu itu didamaikan oleh seorang politisi yang jenius dan pinter liat suasana.
Yang tahu benar kedua orang itu tengah kehilangan panggung. Dan sang politisi itu menyiapkan panggung baru.
Ongkos makan dua atau tiga juta di Fairmont mah kecil dibanding dampaknya. Politisi itu membuat panggung yang membuat keduanya dipermalukan oleh publik.
AJ dibuatkan panggung kecil yang mau tidak mau menerima tawaran sang politisi yang ketika Pemilu, AJ membidas habis Gerindra dan pak Prabowo.
Nampaknya AJ kepepet terpaksa menyambut uluran tangan dari pihak yang pernah dibidas habis- habisan.
Tendensinya seperti tetangga jenderal yang doyan nempel sana nempel sini dan numpang beken, mengantar dia untuk mencari jalan selamat.
AJ membeku lidah dan jarinya manakala Pigai dengan enteng mengatakan pertemuan itu adalah pertemuan seorang pemimpin dengan seorang rakyat yang datang kepadanya.
Kata Pigai: "... bukan bertemu, tapi ditemui oleh Pak Abu Janda. Saya pemimpin dan intelektual yang sangat rasional dan tidak mungkin saya tolak untuk menerimanya."
"Beliau seperti sowan ke saya. Ya saya mendengarkan. Apalagi saya bukan pelapor," imbuh Pigai.
Lanjut Pigai... "Saya kan pemimpin jadi mendengarkan itu penting. Tidak boleh rakyat menginginkan pertemuan, pemimpin nolak. Pemimpin itu mendengarkan aspirasi siapapun."
Gila, kan?
Hebatkah Pigai?
Jelas.
Namun bukan berarti postingan ini membela dia yang sama embernya dengan AJ. Skor telak ada di tangan Pigai. Dia tahu bagaimana cara menekuk AJ dan mempermalukan orang itu di depan publik. Dan AJ tidak bisa buka mulutnya membalas pernyataan Pigai karena kasus yang membelitnya.
Nampaknya pemanggilan polisi atas kasus evolusi dan Islam arogan menyadarkan AJ bahwa dia bukan orang penting. Dia hanya sekrup yang bisa diganti dengan siapapun. Atau barang yang dibeli putus.
Kita tidak tahu bagaimana perasaan para budak cinta AJ dan Pigai menyikapi pertemuan lucu-lucuan itu. Yang tadinya menganggap, Indonesia akan runtuh jika AJ dipenjara lewat aneka meme dan poster yang mendewakan dia sebagai penjaga NKRI.
Hingga tanpa segan para bucin AJ menyerang siapapun yang mengkritisi junjungannya. Termasuk petinggi dan kiyai terpandang NU, Gusdurian sampai dengan menteri Susi. Sementara para bucin Pigai menganggap dia sebagai pahlawan Papua.
Padahal nyatanya tidak.
Dia justru memegang kunci kapan orang Papua dipermainkan perasaannya dan kapan tidak namun disetir oleh isu lain yang dilontarkan Pigai.
Baca Juga: Antara Abu Janda dan Natalius Pigai
Sekarang para bucin sadar bahwa mereka cuma remah rengginang dan pesorak yang tidak didengar oleh junjungannya. Jadi sudah saatnya untuk tidak menjadi bucin siapapun. Yang baperan habis menganggap seorang sebagai pahlawan. Padahal mungkin dia seorang pecundang.
Kita harus menjadi diri kita sendiri. Agar tidak menari digenderang para influencret. Dan sekarang para bucin boleh menangis dengan ulah mereka berdua.
Bahwa betapa hidup kalian sedemikian dodolnya...
Bahwa ajakan Bu Susi memang benar adanya...
***
Welcome Citizen Polite!
Setelah melalui perjalanan cukup panjang sebagai website warga menulis politik yang ekslusif, kini PepNews terbuka untuk publik.
Para penulis warga yang memiliki minat dan fokus pada dunia politik mutakhir Tanah Air, dapat membuat akun dan mulai menuangan ide, pandangan, gagasan, opini, analisa maupun riset dalam bentuk narasi politik yang bernas, tajam, namun tetap sopan dalam penyampaian.
Wajah berganti, tampilan lebih “friendly”, nafas tetaplah sama. Perubahan ini bukan hanya pada wajah dan rupa tampilan, tetapi berikut jeroannya.
Apa makna dan konsekuensi “terbuka untuk publik”?
Maknanya, PepNews akan menjadi web portal warga yang tertarik menulis politik secara ringan, disampaikan secara bertutur, sebagaimana warga bercerita tentang peristiwa politik mutakhir yang mereka alami, lihat dan rasakan.
Konsekuensinya, akan ada serangkaian aturan adimistratif dan etis bagi warga yang bergabung di PepNews. Aturan paling mendasar adalah setiap penulis wajib menggunakan identitas asli sesuai kartu keterangan penduduk. Demikian juga foto profil yang digunakan.
Kewajiban menggunakan identitas asli berikut foto profil semata-mata keterbukaan itu sendiri, terlebih untuk menghindari fitnah serta upaya melawan hoax.
Terkait etis penulisan, setiap penulis bertanggung jawab terhadap apa yang ditulisnya dan terhadap gagasan yang dipikirkannya.
Penulis lainnya yang tergabung di PepNews dan bahkan pembaca umumnya, terbuka memberi tanggapan berupa dukungan maupun bantahan terhadap apa yang ditulisnya. Interaktivitas antarpenulis dan antara pembaca dengan penulis akan terbangun secara wajar.
Agar setiap tulisan layak baca, maka dilakukan “filtering” atau penyaringan tulisan berikut keterangan yang menyertainya seperti foto, video dan grafis sebelum ditayangkan.
Proses penyaringan oleh administrator atau editor dilakukan secepat mungkin, sehingga diupayakan dalam waktu paling lambat 1x24 jam sebuah tulisan warga sudah bisa ditayangkan.
Dengan mulai akan mengudaranya v2 (versi 2) PepNews ini, maka tagline pun berubah dari yang semula “Ga Penting Tapi Perlu” menjadi CITIZEN POLITE: “Write It Right!”
Mari Bergabung di PepNews dan mulailah menulis politik!
Pepih Nugraha,
CEO PepNews