Genre Politik Garbi

Indonesia sebagai negara pemain bukan lagi sebagai penonton apalagi sebagai negara korban dari sistem politik dunia saat ini seperti yang kita saksikan saat ini.

Selasa, 2 Juli 2019 | 11:49 WIB
0
499
Genre Politik Garbi
Fahri Hamzah (Foto: Facebook/Tengku Z. Usman)

Dalam keluarga politik Islam, Garbi mengusung genre politik paling up to date saat ini.

Kalau ibarat sebuah barang, maka ideologi garbi ini masuk kategori"new arrival". Masih fresh dan masih yang paling modern diantara yang ada.

Garbi bukan mazhab konservatif, bukan juga mazhab liberalis, Garbi mengusung mazhab pos islamis yang saat ini narasinya mulai terlihat relevan di berbagai tempat.

Garbi bukan mazhab reformis ala sistem politik Iran, juga tidak mengusung mazhab politik neofundamentalis yang berat ke kanan-kananan.

Garbi mengusung mazhab politik paling modern dalam keluarga besar politik Islam, Garbi meninggalkan para pendahulunya yang sudah mentok daya jualnya.

Pos islamis artinya melihat style politik islam tidak hanya sebatas tekstual, tapi lebih ke kontekstual. lebih ke realitas, adaptasi, kolaborasi, lebih ke inti fikih maqosyid syariah dan menyesuaikan diri dengan zaman dan tempat dimana dia tumbuh.

Pos islamis mendasari pemikiran yang merangkul semua golongan dan tidak terpaku kaku pada sebuah penafsiran kaku akan ayat ayat politik yang sering salah konteks.

Pos islamis lebih menyoroti sebuah penafsiran politik yang proven bagi kondisi dan masalah yang dihadapi umat islam secara menyeluruh, lokal maupun global.

Pos islamis memberikan catatan panjang soal praktek dan pemahaman yang lurus dan modern dalam mengaplikasikan teori politik islam terutama pasca eksperimen panjang islam politik kurang lebih 1 abad belakangan.

Garbi mengusung ideologi terbuka dan kolaboratif, adaptatif, islamis, moderat, naratif, dialogis, persuasif, inklusif, dan imaginatif. menuju mindset arah baru sebagai Game Changer.

Genre politik garbi lebih menekankan akan gaya bahasa politik yang lebih komprehensif, universal dan menolak gaya bahasa konservatif arah lama yang narasinya sudah tumpul.

Genre politik garbi lebih menekankan gaya bahasa publik sebagai bahasa politik yang tidak hanya sebagai makna"lughoh", Tapi lebih kepada makna "lisan".

Taste terminologi "lisan" disini tentu jauh lebih dalam dari sekedar makna "loghoh". Bedakan taste kalimat "Bilisani Qaumihi", dengan kalimat "Bilughoti Qaumihi". Dalam gaya bahasa alQuran.

Itulah mengapa, narasi garbi jauh lebih besar dan luas, jauh lebih dalam dan membumi, jauh lebih modern dan jauh lebih relevan dengan zaman dan tempat dia beradaptasi.

Itulah mengapa, bagi mereka yang paham dengan keluarga besar politik islam akan mendapatkan fakta bahwa narasi garbi selain sebagai keluarga paling muda, sekaligus paling millenial dan paling tepat untuk dipraktekkan di era sekarang.

Melihat fakta ini, PR Garbi kedepan masih besar, masih panjang dan masih membutuhkan banyak sekali energi. Karena pada akhirnya sebuah teori narasi akan diuji dengan relevansi di lapangan.

Garbi membutuhkan banyak pendukung untuk merealisasikan ide ide besar dalam bernegara ini, garbi tidak bisa ditopang oleh satu dua golongan, satu dua suku dst dst.

Garbi butuh energi besar untuk merealisasikan tugasnya, ini tentunya bukan hanya tugas aktivis Garbi, tapi sejatinya adalah tugas kita semua untuk mendorong agar ideologi islam politik yang paling relevan dan modern ini agar suatu saat nanti menguasai panggung politik indonesia.

Saat ini mayoritas muslim dunia masih awam dengan politik, terutama muslim indonesia. jangankan masuk ke ranah filsafat yang njelimet, masuk ke teori dasar saja masih banyak rakyat yang belum benar2 melek. Ini adalah tugas kita bersama, bukan hanya tugas Garbi.

Garbi, terutama ketika dia berubah menjadi sebuah partai politik nantinya, maka energi berlipat dibutuhkan untuk menjadikan narasi politik yang saat ini menjadi narasi paling modern di dunia bisa menjadi alternatif yang bisa mengubah indonesia menajdi lebih baik dan lebih kuat.

Doakan dan dukung kami untuk mewujudkan narasi besar ini, menuju indonesia yang lebih kuat disegala bidang. Indonesia sebagai negara pemain bukan lagi sebagai penonton apalagi sebagai negara korban dari sistem politik dunia saat ini seperti yang kita saksikan saat ini.

Tengku Zulkifli Usman.

***