Seorang pejabat biasanya akan mengalihkan perhatian, marah, dan menyalahkan orang atau pihak lain ketika ditanyakan tentang kinerjanya mengatasi masalah di wilayahnya sendiri.
Itulah yang terjadi saat Anies ditanya oleh seorang wartawan tentang banjir di Jakarta. Padahal, wartawan ini menjalakan profesi jurnalis mewakili pertanyaan warga. Warga saat ini bertanya-tanya, "Apa yang sudah dilakukan oleh Anies selama dua tahun menjabat untuk menanggulagi masalah banjir."
Pertanyaan tersebut saya kira cukup wajar dan sudah disampaikan ke orang yang tepat. Anies, sebagai pucuk pimpinan ibukota seharusnya bisa memaparkan kinerjanya selama dua tahun menaturalisasi sungai. Mengapa hasilnya belum maksimal. Kalau memang belum maksimal kira-kira apa kesalahannya dan bagaimana solusinya ke depan.
"Pak Anies, ada yang berpendapat ketika hujan turun memang potensi ranting dan sampah menumpuk di dekat saluran air. Makanya DKI harus sigap soal pemompaan air, dan menaruh alat berat di sekitar." kata seorang wartawati.
Alih-alih menjawab, Anies justru balik bertanya siapakah orang yang bertanya tersebut dengan nada yang sinis.
"Yang bilang siapa?" kata Anies.
Saya yakin Anis akan menjawab berbeda bila pertanyaan itu datang dari warga DKI atau malah dari Presiden Jokowi.
Seperti ada sentimen tersendiri dari Anies tentang upaya yang sudah dilakukan Ahok pada periode sebelumnya.
Wajar jika Anies baper. Faktanya di lapangan, warga memang kerap membanding-bandingkan kondisi banjir di Jakarta antara era Ahok dan Anies saat ini.
Baca Juga: Jangan Cuma Salahkan Anies
New line to prevent forcing root class, just delete it if it's not necessary
Anies mengklaim bahwa banjir saat ini jauh lebih ringan dibandingkan dengan saat era Ahok memimpin. Indikator tersebut dilihat dari jumlah pengungsi yang terdampak banjir.
"Banjir yang kemarin itu bukan ada apa-apanya dibandingkan dengan banjir yang dialami pak Basuki. Kalau sekarang itu hanya 1.600 yang harus mengungsi, kalau dulu bisa sampai 200 ribu. Jadi beliau memang pernah mengalami situasi yang sangat sulit dibandingkan dengan apa yang saya alami kemarin." kata Anies menjawab sindiran wartawan.
Logikanya, justru karena jasa Ahoklah banjir saat ini hanya memaksa 1.600 orang untuk mengungsi. Karena pada dasarnya Anis belum melakukan apa-apa, termasuk program naturalisasi yang tidak dipahami dan dimengerti oleh banyak pihak dan PUPR sendiri.
Hingga saat ini, logika lubang resapan vertikal yang digagas Anies Sandi saat debat pun tidak terdengar gaungnya. Anies saat itu memberikan solusi banjir dengan resapan vertikal, mengembalikan air hujan ke dalam bumi.
Uniknya politisi Gerindra dan dan PDIP yang berseberangan di DKI Jakarta malah satu suara agar Anies mau melanjutkan program Ahok dalam menangani banjir.
Masyarakat juga melihat bahwa saat ini kinerja pasukan oranye menurun dibandingkan dengan saat Ahok masih menjabat. Pengerukan sungai juga tidak seintens saat Ahok masih berkuasa.
PUPR juga masih menunggu keputusan Anies untuk merelokasi warga yang masih tinggal di sektiar sungai Ciliwung.
Setelah dua tahun berkuasa, sebagai seorang terdidik harusnya Anies segera membuang gengsi dan fokus mencari solusi, bukan sibuk dengan menata kata-kata dengan maksud berkelit.
Rakyat kini menyoroti Anies karena banjir justru tidak berkurang. Anies mungkin juga tidak paham ada berapa titik banjir yang bertambah atau berkurang. Berbeda saat Ahok berkuasa, ia paham betul berapa titik yang sudah diselesaikan untuk mengurangi dampak banjir.
Semoga di sisa waktu yang ada, Anies bisa menanggalkan egonya. Mulai bekerja dan memenuhi janji-janjinya.
***
Welcome Citizen Polite!
Setelah melalui perjalanan cukup panjang sebagai website warga menulis politik yang ekslusif, kini PepNews terbuka untuk publik.
Para penulis warga yang memiliki minat dan fokus pada dunia politik mutakhir Tanah Air, dapat membuat akun dan mulai menuangan ide, pandangan, gagasan, opini, analisa maupun riset dalam bentuk narasi politik yang bernas, tajam, namun tetap sopan dalam penyampaian.
Wajah berganti, tampilan lebih “friendly”, nafas tetaplah sama. Perubahan ini bukan hanya pada wajah dan rupa tampilan, tetapi berikut jeroannya.
Apa makna dan konsekuensi “terbuka untuk publik”?
Maknanya, PepNews akan menjadi web portal warga yang tertarik menulis politik secara ringan, disampaikan secara bertutur, sebagaimana warga bercerita tentang peristiwa politik mutakhir yang mereka alami, lihat dan rasakan.
Konsekuensinya, akan ada serangkaian aturan adimistratif dan etis bagi warga yang bergabung di PepNews. Aturan paling mendasar adalah setiap penulis wajib menggunakan identitas asli sesuai kartu keterangan penduduk. Demikian juga foto profil yang digunakan.
Kewajiban menggunakan identitas asli berikut foto profil semata-mata keterbukaan itu sendiri, terlebih untuk menghindari fitnah serta upaya melawan hoax.
Terkait etis penulisan, setiap penulis bertanggung jawab terhadap apa yang ditulisnya dan terhadap gagasan yang dipikirkannya.
Penulis lainnya yang tergabung di PepNews dan bahkan pembaca umumnya, terbuka memberi tanggapan berupa dukungan maupun bantahan terhadap apa yang ditulisnya. Interaktivitas antarpenulis dan antara pembaca dengan penulis akan terbangun secara wajar.
Agar setiap tulisan layak baca, maka dilakukan “filtering” atau penyaringan tulisan berikut keterangan yang menyertainya seperti foto, video dan grafis sebelum ditayangkan.
Proses penyaringan oleh administrator atau editor dilakukan secepat mungkin, sehingga diupayakan dalam waktu paling lambat 1x24 jam sebuah tulisan warga sudah bisa ditayangkan.
Dengan mulai akan mengudaranya v2 (versi 2) PepNews ini, maka tagline pun berubah dari yang semula “Ga Penting Tapi Perlu” menjadi CITIZEN POLITE: “Write It Right!”
Mari Bergabung di PepNews dan mulailah menulis politik!
Pepih Nugraha,
CEO PepNews