Menakar Pencapresan Anies Baswedan, antara Konstelasi Politik dan Realitas

Secara politik, menguatnya dukungan PKS kepada Anies Baswedan justru merugikan Anies sendiri. Mengapa?

Rabu, 1 Juni 2022 | 23:13 WIB
0
222
Menakar Pencapresan Anies Baswedan, antara Konstelasi Politik dan Realitas
Anies Baswedan (Foto: detik.com)

Tidak dapat dipungkiri, salah satu capres yang paling mengemuka di media dan opini publik adalah Anies Baswedan.

Meskipun bukan hanya Anies saja yang terkuat, masih ada nama Prabowo Subianto, Ganjar Pranowo, Sandiaga Uno, Agus Harimurti Yudhoyono. Yang juga punya elektabilitas yang kuat untuk proyeksi pilpres 2024.

Nama nama di atas adalah nama nama teratas yang masih diinginkan publik jika maju sebagai capres. Semua mereka disini memiliki modal yang kuat. Baik modal kekuatan partai, kekuatan jaringan, dan kekuatan uang.

Prabowo, Sandiaga, dan Agus Harimurti jika dilihat dari berbagai perspektif politik cenderung memiliki PR yang lebih sedikit.

Partai punya, jaringan elit dikuasai, bukan petugas partai, dan punya kantong yang tebal. Ketiganya punya modal yang kuat.

Sedangkan Anies Baswedan, Ganjar Pranowo, masih punya PR yang terhitung berliku dan terjal. Anies tidak punya partai, tidak punya uang yang banyak.

Sedangkan Ganjar harus menunggu restu mutlak ketua umum PDIP Megawati Soekarnoputri, yang juga sedang mempertimbangkan anaknya Puan Maharani sebagai capres. Tentu jalan bagi Ganjar masih berliku.

Saya sering menulis, bahwa yang akan memenangkan pilpres 2024 kelak adalah tokoh yang punya modal modal kuat yang saya sebutkan di atas. Selebihnya hanya akan jadi penonton dan sekedar tim hore.

Anies khususnya, jalan bagi dia masih lebih berliku. Karena Anies hanya kuat di Jakarta dan Sumatera. Yang itu semua belum mampu mengalahkan suara ril PDIP di pulau Jawa apabila Anies maju dengan opsi berseberangan dengan PDIP.

Anies selain sipil non partai, Anies juga dianggap sebagai produk polarisasi politik yang kemenangannya dulu di DKI adalah hasil kegaduhan dan pembelahan politik kala itu dengan Kasus Ahok.

Residu ini masih akan terus menyisakan PR fragmentasi politik di Indonesia yang tema ini sampai sekarang belum selesai.

Anies akan sulit lolos sebagai capres apabila tidak dekat dengan kekuatan kekuatan utama di panggung politik di negara ini yang masih dimiliki oleh partai penguasa dan elit pengusaha.

Itulah politik, tidak mudah menemukan deal deal yang sulit dengan kondisi yang serba menekan. Disitulah nanti kapasitas Anies diuji.

Jika Anies gagal membuat deal deal politik dan kompromi kompromi politik dengan kekuatan kekuatan utama di negeri ini, saya melihat Anies akan benar benar gagal nyapres.

Kekurangan kedua Anies adalah partai pendukung, karena sampai saat ini tidak ada partai yang 100% memberikan sinyal akan mengusung Anies sebagai capres. Kecuali yang paling dominan hanya PKS.

Dengan adanya sinyal Anies akan didukung PKS, justru saya lihat di situlah masalah besar Anies sendiri. Karena kedekatan Anies dengan PKS justru akan membuat partai partai lain akan menjauhi Anies.

Baca Juga: Kenapa Anies Baswedan Tak Mungkin Jadi Presiden RI? (Bag. 1)

Partai partai lain yang saat ini berkoalisi di pemerintahan melihat PKS sebagai "musuh bersama", atau sebagai "oposisi radikal" atau dengan kata lain, PKS digambarkan sebagai partai kanan yang terus menerus memelihara isu perpecahan di tengah masyarakat dengan militansi kader kader mereka di media sosial.

PKS masih dianggap sebagai produk Islam kanan ekstrem yang sangat tidak cocok berkoalisi dengan partai manapun terutama 4 partai besar.

PKS bisa saja menemukan teman koalisi untuk mendukung Anies Baswedan, tapi partai partai yang kemungkinan akan mau bergabung adalah hanya partai partai kecil yang apabila digabung suaranya tidak akan sampai 20%.

Anies butuh partai partai besar, suka atau tidak. Berhasil atau tidak. Itu adalah PR Anies dengan tim nya apabila mau serius benar benar ingin nyapres.

Secara politik, menguatnya dukungan PKS kepada Anies Baswedan justru merugikan Anies sendiri. Anies akan sulit berkomunikasi dengan kalangan lain karena di belakang Anies ada tembok besar antara jembatan demokrasi dan nasionalisme yaitu PKS.

Itulah mengapa, Nasdem yang awalnya ingin mengusung Anies dalam pencapresan dini. akhirnya meralat dan lebih akan memilih melihat perkembangan politik lagi.

Faktor Nasdem "menjauh" dari Anies saya lihat juga ada kaitannya dengan citra Anies yang dekat dengan PKS.

Sedangkan bagi PKS, mengusung Anies akan mendapatkan keuntungan besar. PKS akan mendapatkan coattail effect yang besar karena bisa nebeng di tokoh dengan elektabilitas besar.

Karena PKS sendiri tidak punya capres yang potensial sama sekali. Sosok Salim Segaf misalnya yang menjadi orang terkuat di internal PKS bahkan mengalahkan pamor presiden PKS itu sendiri Ahmad Syaikhu yang sama sekali tidak dikenal publik.

Salim Segaf adalah tokoh kelas 5 yang tidak diperhitungkan sama sekali dalam pilpres. Jangankan jadi capres, jadi cawapres saja sangat kecil peluangnya. Silakan lihat hasil survei semua lembaga survei.

Maka akan sangat wajar jika PKS ngotot akan mengusung Anies, banyak untungnya. Tapi bagi Anies dukungan PKS justru total membawa buntung.

Tanpa nebeng di nama besar Anies, PKS hampir gak punya tema pembicaraan soal pilpres. Makanya PKS legowo apabila ketua majelis syuro mereka gak jadi nyapres lagi karena memang gak laku, asal PKS dapat limpahan efek ekor jas dengan mengusung Anies.

Sekali lagi, jika Anies gagal merapat dengan kekuatan kekuatan utama politik di negeri ini, dia akan benar benar gagal ikut pilpres. Ingat, ini Indonesia dengan semua kekurangan demokrasi nya, ini bukan Amerika yang sistem demokrasi nya terhitung mapan.

Mengandalkan dukungan PKS dan partai partai kecil lain hanya akan membuat Anies semakin ditinggal oleh kawan. Karena banyak kalangan tidak nyaman berkolaborasi dengan PKS terutama untuk pilpres.

Pimpinan PKS pun pernah mengakui hal ini di media, bahwa banyak orang dan partai partai gak mau berkoalisi dengan PKS. Jadi Anies akan kena getahnya juga jika Anies masih terus dekat dengan PKS.

Jalan Anies akan sangat mudah jika saja mulai sekarang membangun komunikasi efektif dengan Partai partai papan atas yang lebih dekat dengan Anies seperti Gerindra.

Saya kira Prabowo adalah sosok yang bisa menjembatani Anies dengan kalangan elit utama politik untuk bisa menemukan deal deal untuk Persiapan pilpres.

Kalau Anies mau serius nyapres, maka belajarlah dari kegagalan Prabowo 3x dalam pilpres. Heroisme dan modal niat baik tidak cukup untuk menuju kursi RI 1. Anies harus sadar, kelasnya masih di bawah Prabowo.

Kalau serius, Anies harus lebih rapi dan memahami dengan baik Medan politik Indonesia. Harus tau langkah langkah strategis apa yang harus segera diambil.

Anies harus cerdas dan sadar apa yang dia butuhkan untuk nyapres dan apa yang gak dibutuhkan. Anies harus disiplin dalam bekerja, dan harus tau mendekat ke siapa dan tau menjauh dengan siapa.

Tapi kalau Anies gak serius mau nyapres, maka Anies terus saja membiarkan dirinya tenggelam dalam puja puji kader PKS dan dukungan arus bawah yang lemah.

Anies terus saja merasa dirinya sudah punya modal besar untuk nyapres. Terus terjebak dalam megalomania politik. Yang semua itu akan membawa bencana bagi Anies sendiri dalam pemilu nanti.

Tengku Zulkifli Usman