Belakangan ada dua agenda politik yang terus didesakkan ke ruang publik, ide perpanjangan masa jabatan presiden hingga 3 periode serta pemilihan kepala daerah dengan sistem asimetris. Yang pertama bertujuan agar presiden bisa meng-exercise programnya dengan lebih baik. Sementara gagasan kedua didorong oleh realitas maraknya politik uang dalam sistem pemilihan kepala daerah langsung yang berlaku seragam.
Ide perpanjangan jabatan presiden dengan asumsi bisa mengeksekusi seluruh program kerja presiden dengan lebih baik tidak tegak di atas argumentasi yang kokoh. Cara pandang ini mengasumsikan program kerja presiden harus tuntas selama masa jabatannya. Padahal apa yang dimaksud sebagai program kerja seringkali berkaitan dengan hal-hal yang penyelesaiannya bersifat gradual sehingga tidak mungkin tuntas sekalipun seorang presiden menjabat selama 3 periode.
Tengok misalnya 5 program kerja utama Jokowi di periode ke-2 pemerintahannya yang meliputi, pembangunan sumber daya manusia, melanjutkan pembangunan infrastruktur, penyederhanaan segala bentuk kendala regulasi, penyederhanaan birokrasi serta transformasi ekonomi.
Dalam konteks Program Kerja Penyederhanaan Segala Bentuk Kendala Regulasi misalnya terdapat agenda yang terkesan bisa dieksekusi cepat seperti pemerintah akan mengajak DPR untuk menerbitkan dua undang-undang besar. Pertama UU Cipta Lapangan Kerja dan UU Pemberdayaan UMKM. UU tersebut akan merevisi Undang-Undang yang dinilai menghambat tercapainya lapangan kerja dan UMKM.
Sepintas agenda deregulasi semudah membalik telapak tangan, padahal faktanya beberapa presiden pendahulu Jokowi mengagendakan program yang sama yang hingga saat ini masalah tersebut masih terus dikeluhkan. Terkait pembangunan sumber daya manusia, Jokowi ingin menciptakan generasi pekerja keras yang dinamis, menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi.
Untuk itu dibutuhkan endowment fund yang besar untuk manajemen SDM serta mengoptimalkan kerja sama dengan industri. Agenda ini juga bersifat gradual, halnya agenda deregulasi dan debirokratisasi penuntasannya bersifat evolusioner yang juga telah digagas presiden-presiden sebelumnya.
Sedangkan gagasan pemilihan kepala daerah secara tidak langsung tidak akan memiliki efek signifikan terhadap ikhtiar menghilangkan politik uang. Pemilihan kepala daerah lewat DPRD hanya menggeser politik uang yang bersifat massif di tengah masyarakat ke ruang tertutup antara kandidat dengan mereka yang menjadi representasi perwakilan rakyat.
Pola seperti ini tidak mungkin merubah prilaku anggota DPR yang terpilih melalui mekanisme pemilihan langsung dengan biaya tinggi. Idealnya kebijakan ini berjalan seiring dengan sistem proporsional tertutup dalam pemilu legislatif.
Sialnya, pemilihan anggota DPRD melalui sistem proporsional tertutup sama sekali tidak ada garansi bisa memangkas praktek politik uang. Potensi jual beli nomor urut di internal partai serta kompetisi caleg antar partai masih terbuka ruang politik transaksional. Politik uang terkait dengan mentalitas pemilih yang jauh lebih kompleks dibanding menghadirkan suprastruktur politik. Belum lagi sistem proporsional tertutup dalam pemilu legislatif justru berpotensi makin menyuburkan iklim nepotisme di tengah oligarki partai politik yang kian vulgar.
Mereka yang akan menduduki kursi parlemen adalah para pemilik nomor urut cantik yang merupakan kerabat serta kolega elit partai politik. Jika tak percaya tengoklah ketua partai yang juga sekaligus pemimpin tertinggi di daerah serta kerabat mereka yang terlibat sebagai legislator di pusat maupun daerah. Bayangkan jika dengan sistem proporsional tertutup.
Situasi serba sulit ini membuat kita seperti terjebak dalam terowongan gelap tanpa cahaya. Pilihan apa pun yang diambil saat ini akan berhadapan dengan risiko yang sulit.
Meskipun pilihan-pilihan tersebut masih dalam bingkai demokrasi, pemilihan kepala daerah langsung secara seragam, pemilu legislatif dengan sistem proporsional terbuka maupun pembatasan masa jabatan presiden hanya dua periode dianggap masih lebih demokratis dibanding mekanisme alternatif yang sedang disodorkan elit politik yang hanya akan mempersempit kanal partisipasi publik dalam kontestasi politik.
***
Welcome Citizen Polite!
Setelah melalui perjalanan cukup panjang sebagai website warga menulis politik yang ekslusif, kini PepNews terbuka untuk publik.
Para penulis warga yang memiliki minat dan fokus pada dunia politik mutakhir Tanah Air, dapat membuat akun dan mulai menuangan ide, pandangan, gagasan, opini, analisa maupun riset dalam bentuk narasi politik yang bernas, tajam, namun tetap sopan dalam penyampaian.
Wajah berganti, tampilan lebih “friendly”, nafas tetaplah sama. Perubahan ini bukan hanya pada wajah dan rupa tampilan, tetapi berikut jeroannya.
Apa makna dan konsekuensi “terbuka untuk publik”?
Maknanya, PepNews akan menjadi web portal warga yang tertarik menulis politik secara ringan, disampaikan secara bertutur, sebagaimana warga bercerita tentang peristiwa politik mutakhir yang mereka alami, lihat dan rasakan.
Konsekuensinya, akan ada serangkaian aturan adimistratif dan etis bagi warga yang bergabung di PepNews. Aturan paling mendasar adalah setiap penulis wajib menggunakan identitas asli sesuai kartu keterangan penduduk. Demikian juga foto profil yang digunakan.
Kewajiban menggunakan identitas asli berikut foto profil semata-mata keterbukaan itu sendiri, terlebih untuk menghindari fitnah serta upaya melawan hoax.
Terkait etis penulisan, setiap penulis bertanggung jawab terhadap apa yang ditulisnya dan terhadap gagasan yang dipikirkannya.
Penulis lainnya yang tergabung di PepNews dan bahkan pembaca umumnya, terbuka memberi tanggapan berupa dukungan maupun bantahan terhadap apa yang ditulisnya. Interaktivitas antarpenulis dan antara pembaca dengan penulis akan terbangun secara wajar.
Agar setiap tulisan layak baca, maka dilakukan “filtering” atau penyaringan tulisan berikut keterangan yang menyertainya seperti foto, video dan grafis sebelum ditayangkan.
Proses penyaringan oleh administrator atau editor dilakukan secepat mungkin, sehingga diupayakan dalam waktu paling lambat 1x24 jam sebuah tulisan warga sudah bisa ditayangkan.
Dengan mulai akan mengudaranya v2 (versi 2) PepNews ini, maka tagline pun berubah dari yang semula “Ga Penting Tapi Perlu” menjadi CITIZEN POLITE: “Write It Right!”
Mari Bergabung di PepNews dan mulailah menulis politik!
Pepih Nugraha,
CEO PepNews