Pertemuan ini sepertinya murni membangun kesepakatan politik, untuk melanjutkan sebuah perjanjian yang tertunda, yakni Perjanjian Batu Tulis.
Rencana awalnya Pertemuan Tiga Tokoh Penting Indonesia, Megawati, Prabowo dan Jokowi, yang akan dilakukan hari ini, (24/7/2019), ternyata Jokowi urung hadir. Adapun tempat Pertemuan kemungkinan besar kalau tidak di Kediaman Megawati di Jalan Tengku Umar, Menteng Jakarta Pusat, kemungkinan juga di Batu Tulis, Bogor, Jawa Barat (berdasarkan pemberitaan awal).
Pertemuan ini kalau menurut penulis di luar pembicaraan soal Koalisi dan Kabinet, namun rupanya Pertemuan inipun menimbulkan reaksi dari empat partai Koalisi pendukung Jokowi-Ma'ruf, yang juga melakukan Pertemuan di DPP Partai Nasdem.
Ada yang beranggapan karena tidak dilibatkan dalam Pertemuan Megawati, Prabowo dan Jokowi, maka keempat Partai inipun melakukan Pertemuan secara terpisah, sebagai bentuk antisipasi untuk merespon hasil pertemuan Ketiga Tokoh tersebut.
Reaksi dari Koalisi pendukung Jokowi-Ma'ruf menganggap Pertemuan Ketiga Tokoh tersebut, adalah bagian dari rekonsiliasi Prabowo-Jokowi, padahal kalau melihat latar belakang sejarah hubungan antara Megawati dan Prabowo, ada perjanjian yang belum tuntas, dan perlu dilanjutkan.
Jadi Pertemuan Ketiga Tokoh tersebut Sama sekali tidak ada hubungannya dengan konteks Koalisi dan Kabinet Jokowi-Ma'ruf. Pertemuan ini sepertinya murni membangun kesepakatan politik, untuk melanjutkan sebuah perjanjian yang tertunda, yakni Perjanjian Batu Tulis.
Banyak politisi yang terkecoh dengan manuver Prabowo yang merapat ke Pemerintah, Amien Rais sendiri bahkan sempat mengajukan Persyaratan rekonsiliasi dengan pembagian kekuasaan.
Apa yang ditawarkan Amien tersebut belum diamini Prabowo, artinya belum ada pernyataan Prabowo yang menyetujui Persyaratan Platform yang diajukan Amien.
Begitu juga reaksi keempat Partai koalisi Jokowi-Ma'ruf, yang terkesan membangun Koalisi di Dalam Koalisi, untuk mengantisipasi masuknya Prabowo dan gerbongnya kedalam Koalisi Jokowi-Ma'ruf, padahal Pertemuan Ketiga Tokoh tersebut menurut penulis adalah ingin membicarakan kelanjutan perjanjian Batu Tulis II.
Point penting dari perjanjian Batu Tulis II ini adalah, Megawati dan Jokowi mendukung dan memberikan peluang kepada Prabowo untuk Maju pada Pemilu Presiden 2024, artinya Megawati tidak lagi mengajukan Capres untuk Pilpres 2024, sebagai penebus Janji Batu Tulis I yang Gagal direalisasikan pada Pilpres 2014.
Baca Juga: Megawati Siapkan "Little Soekarno" sebagai Penggantinya
Ini hanya analisa penulis berdasarkan pengamatan, dan sejarah hubungan politik antara Megawati dan Prabowo, yang perlu dukungan moril Presiden Jokowi, yang sudah dua kali Mengalahkan Prabowo.
Sebagai imbalannya, Prabowo akan mendukung penuh Pemerintahan Jokowi-Ma'ruf selama Lima tahun ke depan. Untuk mendukung program Pemerintah Jokowi tidak lagi mempersoalkan bisa masuk atau tidak di Kabinet, namun yang terpenting Pemerintahan Jokowi-Ma'ruf bisa mengakomodir ide-ide dan masukan Prabowo sesuai dengan janji kampanyenya, demi untuk menyenangkan para pendukungnya.
Jadi Pertemuan antara Megawati, Prabowo dan Jokowi, bukanlah Pertemuan politik tentang bagi-bagi kekuasaan. Megawati dan Jokowi pastinya tidak bisa semudah itu bagi-bagi kekuasaan tanpa melibatkan Partai koalisi pendukung Jokowi-Ma'ruf. Secara etika politik Jokowi dan Megawati sangat faham akan hal itu.
Keempat Partai politik pendukung Jokowi-Ma'ruf juga tidak perlu merespon Pertemuan tersebut secara berlebihan, tidak ada yang perlu dikuatirkan dari Pertemuan tersebut.
Kalaupun Megawati melibatkan Jokowi dalam pertemuannya dengan Prabowo dikarenakan, Jokowi adalah bagian dari sejarah perjanjian Batu Tulis yang Gagal direalisasikan Megawati, karena terlanjur memajukan Jokowi sebagai Capres. Padahal seharusnya saat itu Megawati mendukung pencalonan Prabowo sebagai Presiden.
***
Welcome Citizen Polite!
Setelah melalui perjalanan cukup panjang sebagai website warga menulis politik yang ekslusif, kini PepNews terbuka untuk publik.
Para penulis warga yang memiliki minat dan fokus pada dunia politik mutakhir Tanah Air, dapat membuat akun dan mulai menuangan ide, pandangan, gagasan, opini, analisa maupun riset dalam bentuk narasi politik yang bernas, tajam, namun tetap sopan dalam penyampaian.
Wajah berganti, tampilan lebih “friendly”, nafas tetaplah sama. Perubahan ini bukan hanya pada wajah dan rupa tampilan, tetapi berikut jeroannya.
Apa makna dan konsekuensi “terbuka untuk publik”?
Maknanya, PepNews akan menjadi web portal warga yang tertarik menulis politik secara ringan, disampaikan secara bertutur, sebagaimana warga bercerita tentang peristiwa politik mutakhir yang mereka alami, lihat dan rasakan.
Konsekuensinya, akan ada serangkaian aturan adimistratif dan etis bagi warga yang bergabung di PepNews. Aturan paling mendasar adalah setiap penulis wajib menggunakan identitas asli sesuai kartu keterangan penduduk. Demikian juga foto profil yang digunakan.
Kewajiban menggunakan identitas asli berikut foto profil semata-mata keterbukaan itu sendiri, terlebih untuk menghindari fitnah serta upaya melawan hoax.
Terkait etis penulisan, setiap penulis bertanggung jawab terhadap apa yang ditulisnya dan terhadap gagasan yang dipikirkannya.
Penulis lainnya yang tergabung di PepNews dan bahkan pembaca umumnya, terbuka memberi tanggapan berupa dukungan maupun bantahan terhadap apa yang ditulisnya. Interaktivitas antarpenulis dan antara pembaca dengan penulis akan terbangun secara wajar.
Agar setiap tulisan layak baca, maka dilakukan “filtering” atau penyaringan tulisan berikut keterangan yang menyertainya seperti foto, video dan grafis sebelum ditayangkan.
Proses penyaringan oleh administrator atau editor dilakukan secepat mungkin, sehingga diupayakan dalam waktu paling lambat 1x24 jam sebuah tulisan warga sudah bisa ditayangkan.
Dengan mulai akan mengudaranya v2 (versi 2) PepNews ini, maka tagline pun berubah dari yang semula “Ga Penting Tapi Perlu” menjadi CITIZEN POLITE: “Write It Right!”
Mari Bergabung di PepNews dan mulailah menulis politik!
Pepih Nugraha,
CEO PepNews