Ini Tiga Paham yang Bisa Mengubah Wajah NKRI

Senin, 25 Februari 2019 | 05:55 WIB
0
438
Ini Tiga Paham yang Bisa Mengubah Wajah NKRI
Pepih Nugraha pendiri PepNews sekaligus penggagas acara Deklarasi Penulis untuk Pemilu Damai di Jakarta, Minggu 17 Februari 2019. (Foto: Pep News)

Dulu para pejuang menggunakan bambu runcing untuk mengusir penjajah. Musuhnya nyata, jelas, secara fisik ada, dari bangsa lain, mudah mengenalinya.

Sekarang zaman digital, masyarakat dapat berpartisipasi bela negara dengan menggunakan ponsel yang nyaris selalu berada dalam genggaman. Musuh sekarang bisa jadi adalah saudara sebangsa sendiri.

Dalam batas tertentu musuh sekarang bisa dibilang tidak nyata, namun bukan berarti tidak bisa dikenali.

Melalui tulisan yang berserak di media sosial misalnya, kita bisa mengidentifikasi apakah seseorang di balik suatu akun tersebut terindikasi paham intoleran, radikalisme dan terorisme.

Tiga ancaman tersebut (intoleran, radikalisme, terorisme) membayang-bayangi Pemilu yang akan berlangsung 17 April 2019, serentak memilih presiden, wakil presiden, anggota DPR dari pusat sampai daerah.

Paham-paham tersebut terlarang, karena bertentangan dengan nilai-nilai Pancasila, UUD 1945, bertolak belakang dengan prinsip-prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).

Paham-paham tersebut tidak boleh dibiarkan, harus dilawan, jangan ada ruang untuk tumbuh kembang.

Jangan memilih presiden, wakil presiden, wakil rakyat yang memberi ruang pada tumbuhnya paham intoleran, radikalisme dan terorisme.

“Intoleran, radikalisme dan terorisme bisa mengubah wajah NKRI,” tutur Pepih Nugraha pendiri PepNews sekaligus penggagas acara Deklarasi Penulis untuk Pemilu Damai di Jakarta, Minggu 17 Februari 2019.

Pengerahan massa yang terus-menerus dengan mengumbar jargon-jargon agama, berdoa memaksa Tuhan memenangkan capres tertentu, menguatnya politik identitas, gejala-gejala tumbuh bibit intoleran, radikalisme, dan terorisme. Penelitian sejumah lembaga bahwa pro khilafah di Indonesia menunjukkan tren meningkat dari waktu ke waktu. Hal-hal ini yang menjadi kegelisahan di kalangan penulis.

Kegelisahan yang kemudian ditindaklanjuti dengan pertemuan 30 penulis, bersepakat menyatakan dukungan pada terciptanya pemilu damai.

Para penulis berjanji akan menulis dengan semangat menumbuhkembangkan nilai-nilai toleransi, menyikapi keberagaman sebagai kekuatan, anugerah, berkah. Menyatakan sikap dengan tegas, menolak paham radikal teroris demi menegakkan NKRI sesuai cita-cita para pendiri bangsa.

Bukan hanya penulis, masyarakat luas yang pekerjaannya tak ada hubungan dengan tulis-menulis pun bisa ambil bagian dalam bela negara di zaman digital ini. Dengan membuat konten-konten positif di media sosial masing-masing, konten yang menguatkan nilai-nilai kebangsaan, moderat, berpikir luas.

Karena nasib sebuah negara ditentukan oleh warga bangsa yang hidup dalam negara itu sendiri. Tidak cukup satu atau dua pihak, harus menjadi gerakan bersama untuk merawat nilai-nilai NKRI. Jangan memberi celah sedikit pun bagi ideologi-ideologi yang bertentangan dengan Pancasila.

Para penulis yang hadir dalam acara Deklarasi Penulis untuk Pemilu Damai mengharapkan masyarakat luas menyadari ancaman-ancaman yang sedang dihadapi bangsa ini.

Bahwa pemilu adalah acara rutin lima tahunan, sesuatu yang biasa. Jangan sampai terjadi, hanya gara-gara beda pilihan presiden misalnya, lantas pemilu menjadi tidak damai. 

Itulah yang sedang berusaha dicegah. 

Berikut ini pernyataan lengkap Deklarasi Penulis untuk Pemilu Damai:

Dengan Rahmat Tuhan Yang Maha Esa
Kami Penulis Indonesia Berjanji;
Menulis dengan hati nurani
Menulis dengan jiwa yang sehat
Melawan intoleransi, radikalisme dan terorisme
Melawan segala bentuk penyebaran hoaks, fitnah, dan ujaran kebencian

Kami Penulis Indonesia Berjanji;
Mengedepankan rasa aman dan nyaman melalui pilihan kata, fakta dan data

Kami penulis Indonesia Berjanji;
Mendorong terciptanya pemilu damai
Menegakkan yang benar
Membela yang tak bersalah
Dengan sepenuh jiwa raga

Tetap NKRI
Pemilu 2019 Damai, Damai, Damai!

***