"Dungu"-nya Rocky Mendapat Perlawanan "Sodomi Akal Sehat"-nya Faizal

Senin, 18 Maret 2019 | 20:44 WIB
0
444
"Dungu"-nya Rocky Mendapat Perlawanan "Sodomi Akal Sehat"-nya Faizal
Faizal Assegaf dan Rocky Gerung (Foto: Harianterbit.co)

Rocky Gerung kini selalu jadi bulan-bulanan media massa. Bahkan di pilpres 2019 ini duo pasangan calon nyaris kalah populer ketimbang seorang komentator dan juga ahli filsafat ini. Tak heran begitu, nyaris setiap ucapan Rocky menimbulkan kontroversi bahkan sakit hati. Satu diksi pilihan yang digunakannya untuk menyerang lawan politiknya hari ini yaitu kata 'dungu'.

Tak tersorot namun tersirat dengan jelas ke arah mana, ia tak peduli ucapannya melukai siapa. Bahkan, semakin panas suhu politik, di kala perangkat UU ITE semakin kuat, diksi 'dungu' ala Rocky Gerung semakin menjadi. Ini melengkapi aksi-aksinya keliling Indonesia dalam mendukung Prabowo-Sandi yang akhirnya diakuinya secara gamblang. 

Saat aksi tagar #2019GantiPresiden yang digagas Mardani Ali Sera sebetulnya Rocky Gerung sudah menjejakkan kaki ke banyak tempat dan menebar filosofi yang diracik berdasarkan subjektitasnya sendiri. Tak ada teori pasti akan kaidah berpikir seorang Rocky Gerung. Saat ini yang terlihat hanyalah bagaimana ia menstigmakan negatif seorang Jokowi yang merupakan capres petahana sekaligus lawan politiknya kali ini.

Sebenarnya Rocky Gerung adalah seorang pengajar di kampus UI, almamater gelar sarjananya sendiri. Sayangnya di tahun 2015 dia harus menghentikan kegiatan mengajar di kampus itu karena berdasarkan ketentuan yang berlaku saat itu pengajar magister harus bergelar magister juga.

Lumayanlah, begitu-begitu ia pernah menjadi dosen pembimbing seorang Dian Sastrowardoyo. Tapi, pola ucap yang dipakainya tak bersesuaian dengan latar belakangnya sebagai pendidik. Selain itu, karena ia sempat kuliah di ilmu politik dan berpindah ke ilmu filsafat jadilah ia menguasai dua bidang ilmu tersebut.

Tapi, doktor filsafat dari UI, Reza AA Wattimena justru tidak menemukan makna pada banyak filosofi Rocky Gerung selain daripada hinaan. Reza mengatakan bahwa dirinya ingin menempatkan kembali filsafat sebagai ‘induk’ ilmu. Menurutnya, tidak selayaknya filsafat digunakan sebagai narasi politik di ruang publik untuk merendahkan orang lain.

Ketua Progres 98 sekaligus alumni gerakan 212, Faizal Assegaf bahkan menyebut apa yang dilakukan Rocky Gerung kini adalah "sodomi akal sehat". Hal ini ia sampaikan dalam sebuah diskusi publik di Cikini hampir tiga pekan yang lalu.

Menurutnya apa yang ia labelkan terhadap Rocky Gerung tidak berlebihan. Faizal mengatakan bahwa tak hanya Rocky, mereka di barisan Prabowo-Sandiaga saat ini cenderung termasuk dalam kategori 'domer' atau mereka yang menyodomi akal sehat masyarakat melalui berbagai ucapan blunder, fitnah dan hoaks. 

Melihat kaidah berpikir seorang Rocky Gerung saat ini yang cukup 'hardcore', saya sampai gak menyangka bahwa ia adalah seorang pengamat feminisme yang pernah menulis dalam jurnal perempuan. Rocky mendukung adanya kesetaraan kolegial yang mendorong generasi muda melawan orotitas yang ada.

Di tahun 2009 pasca pemungutan suara ke dua di Pilpres 2009, Rocky mengatakan bahwa politik kita adalah politik citra, masih monoton kandidat yang diwawancara. Menurutnya yang dilihat itu masih personal, tubuh, performance, semua hal yang tidak berkaitan dengan ide-ide politik.

"Politik kita itu politik yang apa adanya. Kurang matang dalam konsep dan tidak ada pertandingan ideologi, " ucapnya. Dan terbukti benar tantangan seorang Rocky Gerung dalam ucapannya, hari ini kita tak cuma bertanding ide dan hasil kerja tapi juga  bertanding dalam hal ideologi dan keyakinan. 

Rocky memang sepertinya menyukai tantangan dalam dunia politik dan menyenangi dirinya ketika berada dalam kubu oposisi. Di satu sisi ada konsistensi yang ia jalankan. Tapi, semakin lama gaya bahasa seorang Rocky semakin liar dan nalarnya semakin bikin onar.

Bagaimana tidak, toh kitab suci saja dia sebut produk fiksi. Cerminan atheisme dalam dirinya kah? Atau ungkapan itu hanya bagian dari kamuflase berkelit dari pertanyaan? Jawabannya hanya pada diri Rocky Gerung.

Dalam kontestasi pilpres kali ini kubu oposisi melakukan berbagai cara untuk menang. Semua yang membenci seorang Jokowi adalah bagian dari keluarga besar mereka. Bahkan, semua yang ikut menghina petahana dalam berbagai cuitan dan ucapannya akan menjadi juru bicara andalan dalam banyak sesi debat yang mereka ikuti.

Tak hanya Rocky... gaya Rocky Gerungisme ini juga bergulir liar ke hampir semua pendukung kubu 02.  Ada Fadli Zon, Fahri Hamzah bahkan hingga Ratna Sarumpaet. Mereka semua mendadak ahli filsafat yang filosofinya itu-itu melulu, mendiskreditkan Jokowi.

Sebenarnya, Rocky Gerung hanyalah sebuah simbol betapa persaingan merebut kursi pemimpin negeri ini bukan hal yang mudah. Sikut sana, sikut sini, kampaye sana dan sini hingga lahirnya pasukan penebar hoaks harus dengan gagah dihadapi. Persaingan yang tidak sehatlah yang melahirkan Rocky Gerung yang seperti ini dan bisa menimbulkan karakter Rocky Gerung lainnya. 

Ucapan yang anarkis sampai kapanpun tak pernah bisa mengalahkan bijaknya jiwa yang tenang. Memilih pemimpin bangsa yang punya tingkat emosional tinggi seperti ini tak bisa dengan hati dan ucapan yang serba panas. Kita lihat saja, siapapun yang terpilih hari ini, di pilpres 2024 kelak apakah Rocky Gerung dan sejenisnya akan muncul kembali? 

***