Kelompok teroris makin lihai dalam menyusup ke tengah masyarakat, bahkan mereka berani menceburkan diri dalam kancah politik. Masyarakat diminta untuk mewaspadai provokasi kelompok radikal tersebut dengan cerdas dalam memilih wakil rakyat.
Radikalisme dan terorisme adalah paham yang baru masuk ke Indonesia setelah tahun 1998, karena sebelum itu mereka tidak berkutik pada pemerintah orde baru.
Masa reformasi dimanfaatkan oleh mereka untuk masuk dan sayangnya euforia berpendapat dan berpolitik di Indonesia membuat teroris bisa menyalahgunakannya. Kita bagaikan kecolongan karena mereka lihai dalam membuat tipu muslihat.
Ketika kelompok teroris masih bercokol di Indonesia maka kita wajib untuk mewaspadainya. Pasalnya, mereka masih beroperasi secara diam-diam, walau sudah dilarang oleh Undang-Undang.
Kabag Bantuan Operasi Densus 88 Kombes Aswin Siregar menyatakan bahwa kelompok teroris sangat lihai dalam menyesuaikan dengan kondisi keadaan yang ada. Mungkin mereka ikut berpolitik juga, menyusup ke dalam masyarakat.
Kombes Aswin melanjutkan, kelompok teroris menggunakan cara-cara yang terlihat damai di masyarakat. Bahkan mereka menggunakan kedok sehingga tidak terlihat sebagai teroris. Juga menyalahgunakan acara dan penghimpunan dana lalu ternyata uang tersebut untuk disalurkan kepada para anggota teroris.
Kita patut makin waspada akan provokasi teroris, terutama dalam bidang politik. Mereka bisa saja mempergunakan topeng seperti yang telah dilakukan selama ini, sehingga menarik banyak simpati masyarakat.
Padahal dalam organisasinya berujung pada perekrutan, brain wash, dan pengkaderan, sehingga makin banyak yang terseret dalam arus terorisme yang mengerikan.
Jika para teroris memanfaatkan simpati masyarakat maka akibatnya akan sangat fatal. Mereka bisa playing victim dan bersikap seolah-olah dizalimi lalu mempengaruhi masyarakat sipi, padahal memang kelompok teroris dilarang keras beredar di Indonesia, dan ini bukanlah pencederaan demokrasi. Masyarakat perlu mempelajari sejarah terorisme dan jangan sampai terkena bujuk rayu mereka.
Semua langkah dilakukan oleh mereka demi bisa merebut singgasana politik dan mengubah ideologi Indonesia menjadi khilafiyah, jadi kita harus meningkatkan rasa waspada.
Jangan sampai keadaan di Indonesia jadi hancur-lebur seperti di Suriah atau Afghanistan, gara-gara kelompok teroris. Kita ingin Indonesia damai dan tetap berideologi pancasila, bukan? Oleh karena itu kelompok teroris memang harus diberantas sampai ke akarnya.
Apalagi tahun 2024 makin dekat dan saat itu pemilihan presiden, dan sangat krusial karena kita belum tahu siapa saja calonnya. Jangan sampai capres, cawapres, atau menteri-menterinya memiliki hubungan dekat dengan kelompok teroris.
Jadi wajib untuk menyelidiki latar belakang para pejabat sebelum dipilih oleh masyarakat. Lebih baik survey dari awal daripada menyesal belakangan.
Selain itu, jangan mudah terprovokasi dan percaya jika ada yang berkata ia dilarang untuk berpendapat, padahal penyebabnya karena terbukti berafiliasi dengan kelompok teroris. Lakukan cek dan ricek sebelum mempercayai suatu statement. Ingatlah bahwa politik bagaikan permainan untuk adu strategi dan jangan sampai kita dikalahkan oleh kelompok teroris.
Kelompok teroris memang sengaja menebar berbagai provokasi dan sering menjelek-jelekkan pemerintah, dengan tujuan agar menarik simpati masyarakat. Jangan mudah percaya akan omongan mereka, apalagi jika hanya berdasarkan situs abal-abal atau hasil copas dari grup WA. Jika sudah terprovokasi maka akan kacau karena banyak yang kehilangan rasa nasionalisme.
Provokasi dari kelompok teroris wajib kita waspadai karena jangan sampai mereka melakukan hal yang sama seperti di Afghanistan. Teroris saat ini makin lihai menyamar dan bahkan masuk ke dalam gelanggang politik. Waspadalah akan keberadaan mereka dan harus meneliti tiap calon pejabat, agar tidak memilih simpatisan atau anggota kelompok teroris. (Deka Prawira)
***
Welcome Citizen Polite!
Setelah melalui perjalanan cukup panjang sebagai website warga menulis politik yang ekslusif, kini PepNews terbuka untuk publik.
Para penulis warga yang memiliki minat dan fokus pada dunia politik mutakhir Tanah Air, dapat membuat akun dan mulai menuangan ide, pandangan, gagasan, opini, analisa maupun riset dalam bentuk narasi politik yang bernas, tajam, namun tetap sopan dalam penyampaian.
Wajah berganti, tampilan lebih “friendly”, nafas tetaplah sama. Perubahan ini bukan hanya pada wajah dan rupa tampilan, tetapi berikut jeroannya.
Apa makna dan konsekuensi “terbuka untuk publik”?
Maknanya, PepNews akan menjadi web portal warga yang tertarik menulis politik secara ringan, disampaikan secara bertutur, sebagaimana warga bercerita tentang peristiwa politik mutakhir yang mereka alami, lihat dan rasakan.
Konsekuensinya, akan ada serangkaian aturan adimistratif dan etis bagi warga yang bergabung di PepNews. Aturan paling mendasar adalah setiap penulis wajib menggunakan identitas asli sesuai kartu keterangan penduduk. Demikian juga foto profil yang digunakan.
Kewajiban menggunakan identitas asli berikut foto profil semata-mata keterbukaan itu sendiri, terlebih untuk menghindari fitnah serta upaya melawan hoax.
Terkait etis penulisan, setiap penulis bertanggung jawab terhadap apa yang ditulisnya dan terhadap gagasan yang dipikirkannya.
Penulis lainnya yang tergabung di PepNews dan bahkan pembaca umumnya, terbuka memberi tanggapan berupa dukungan maupun bantahan terhadap apa yang ditulisnya. Interaktivitas antarpenulis dan antara pembaca dengan penulis akan terbangun secara wajar.
Agar setiap tulisan layak baca, maka dilakukan “filtering” atau penyaringan tulisan berikut keterangan yang menyertainya seperti foto, video dan grafis sebelum ditayangkan.
Proses penyaringan oleh administrator atau editor dilakukan secepat mungkin, sehingga diupayakan dalam waktu paling lambat 1x24 jam sebuah tulisan warga sudah bisa ditayangkan.
Dengan mulai akan mengudaranya v2 (versi 2) PepNews ini, maka tagline pun berubah dari yang semula “Ga Penting Tapi Perlu” menjadi CITIZEN POLITE: “Write It Right!”
Mari Bergabung di PepNews dan mulailah menulis politik!
Pepih Nugraha,
CEO PepNews