Tegur Walikota Surabaya? Pangdam: Stop Drama!

Rabu, 10 Juni 2020 | 16:04 WIB
0
367
Tegur Walikota Surabaya? Pangdam: Stop Drama!
Pangdam V Brawijaya Mayor Jenderal TNI Widodo Iryansyah. (Foto: Ngopibareng.com)

Baru kali ini Pangdam V Brawijaya Mayor Jenderal TNI Widodo Iryansyah bersuara keras. Ia minta kepala daerah di Surabaya Raya, yakni Wali Kota Surabaya, Bupati Sidoarjo, dan Bupati Gresik lebih bersungguh-sungguh menangani wabah Virus Corona atau Covid-19.

Mayjen Widodo menyampaikan hal tersebut karena melihat sampai saat ini kurang adanya keseriusan para kepala daerah, sehingga jumlah kasus Covid-19 justru terus meningkat di ketiga wilayah ini.

“Saya minta untuk menyelesaikan masalah Covid ini jangan cuma pakai data, fakta, atau drama dan sebagainya. Mari kita real semuanya,” tegas Pangdam ketika memberi arahan dalam rapat koordinasi PSBB di Gedung Negara Grahadi, Surabaya.

Seperti dilansir JPNN.com, Selasa (09 Juni 2020 – 06:45 WIB), selama ini upaya yang telah dilakukan TNI dan Polri dalam penanganan Covid-19 seperti biasa saja karena tampak seperti tidak ada keseriusan dari pemerintah daerah.

Dia mencontohkan, tidak adanya aturan tegas dari Perwali atau Perbup yang dikeluarkan oleh pemerintah daerah dalam penanganan Covid-19. Akibatnya, ketika terjadi pelanggaran hanya diperingatkan biasa dan kesalahan yang sama akan diulang kembali oleh masyarakat.

Tidak hanya itu, penerapan kampung tangguh juga dinilai masih kurang masif dilakukan oleh pemerintah daerah padahal itu bisa meningkatkan kesadaran masyarakat untuk tangguh dalam menghadapi virus.

Seperti halnya di RW 8 salah satu kampung di Gresik yang masih menjadi zona hijau, meski dikelilingi oleh kampung yang sudah zona merah.

“Apa yang dimiliki TNI-Polri kami berikan semuanya. Maka, berilah aturan Perwali dan Perbup dengan tegas dan kami siap mengawal. Masyarakat susah didisiplinkan padahal sangat sederhana untuk mengurangi covid-19, gak usah lain-lain,” katanya.

Tidak hanya itu, Panglima TNI Marsekal Hadi Tjahjanto, telah memberikan arahan khusus untuk membantu daerah dalam rangka operasi pendisiplinan di tempat-tempat keramaian dari tanggal 1-14 Juni 2020. Maka, ini perlu ada dukungan pula dari pemerintah daerah untuk sama-sama ikut memerangi Covid-19.

Menurut Mayjen Widodo, kerjasama yang baik akan sangat baik bagi percepatan penanganan Covid-19, sebab per hari ini saja ada tambahan sebanyak 365 kasus baru di Jatim, tertinggi secara nasional.

Kapolda Jatim Irjen Mohammad Fadil Imran juga meminta hal yang sama kepada pemerintah daerah. “Kita hilangkan ego, kita harus hilangkan kepentingan sektoral, kita ikhlas sehingga masyarakat kita bebas dari Covid-19,” ungkapnya.

Sebab, dibutuhkan kerjasama semua pihak dalam memerangi Covid-19 agar tidak menyebar semakin masif di masyarakat. TNI dan Polri telah memberikan perhatian penuh kepada Jawa Timur untuk segera mengatasi masalah Covid-19.

Kapolda mencontohkan, seperti dukungan tenaga kesehatan dan perlengkapan kesehatan dari TNI dan Polri, kemudian adanya dukungan anggaran maupun bentuk fisik untuk mendukung keberadaan kampung tangguh.

“Saya harap reaksi cepat agar dari hulu bisa kita perbaiki dan bila perlu yang disampaikan panglima perlu komitmen dan pernyataan intergritas bersama,” pungkasnya.

Drama Risma

Peringatan keras Pangdam V Brawijaya Mayjen TNI Widodo Iryansyah saat Rakor PSBB di Gedung Negara Grahadi itu rupanya diarahkan ke Walikota Surabaya Tri Rismaharini yang videonya viral di berbagai media, Jum’at, 29 Mei 2010.

Dalam video berdurasi 52 detik itu, Risma tampak sedang duduk menelpon seseorang dari dalam sebuah tenda, Jumat 29 Mei 2020. Mengenakan rompi hitam dan kaos merah dan berjilbab merah, Risma duduk dan dikelilingi beberapa anak buahnya.

Melansir Vivanews.co.id, Jumat (29 Mei 2020 | 16:47 WIB), Risma terlihat betul-betul marah dengan pengalihan dua mobil BNPB untuk warga Surabaya yang dialihkan ke daerah lain itu. Tidak jelas dengan siapa ia berbicara di telepon genggam.

Mengetahui 2 mobil PCR permintaannya “diserobot” Gugas Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 Jatim, Risma pun melaporkan langsung pada Kepala BNPB Doni Monardo, pihak yang dimintai bantuan secara langsung oleh Risma.

“Dapat sms, dapat WA-nya pak Joni, Kohar. Kalau itu untuk Surabaya. Opo-opoan (Apa-apaan) gitu lo pak, kalau mau boikot jangan gitu pak caranya,” ungkap Risma dengan nada emosional dalam percakapan di telepon genggam itu.

“Saya akan ngomong ini ke semua orang. Pak, saya ndak terima lo pak. Betul saya ndak terima pak. Saya dibilang ndak bisa kerja. Siapa yang ndak bisa kerja sekarang,” kata Risma berang.

Kemarahan Risma itu terkait bantuan 2 unit mobil Polymerase Chain Reaction (PCR) BNPB yang, konon, diserobot Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 Jatim.

Risma berbicara dengan nada keras. Risma mengamuk karena dua mobil PCR bantuan dari BNPB untuk Surabaya justru diserobot Gugus Tugas (Gugas) Covid-19 Jatim dan dialihkan ke daerah lain.

Yang sangat menarik perhatian tentunya saat Risma juga dengan lantang menyebut dua nama petinggi PDIP yang kini menjabat di pemerintahan pusat, yakni Puan Maharani (Ketua DPR-RI) dan Pramono Anung (Sekretaris Kabinet).

“Kalau mau ngawur nyerobot gitu. Siapa yang ndak bisa kerja. Boleh dicek ke Pak Pramono Anung. Boleh ditanya ke Mbak Puan,” tegas Risma.

Kepada wartawan, Risma membeberkan bukti chatting dirinya dengan Kepala BNPB Doni Monardo soal permintaan bantuan mobil PCR secara khusus untuk warga Surabaya.

“Teman-teman lihat sendiri kan, ini bukti permohonan saya dengan pak Doni, jadi ini saya sendiri yang memohon kepada beliau. Kasihan pasien-pasien yang sudah menunggu,” kata Risma.

Ternyata, amarah Risma itu salah alamat. Mobil laboratorium Bio Safety Level 2 (BSL-2) itu, menurut Doni, dikirim ke Jatim untuk membantu pemeriksaan spesimen. “Pengiriman 2 unit mobil BSL-2 ini bisa membantu Pemprov Jatim,” tegas Doni.

Di sini jelas sekali, itu bukan untuk Surabaya! Jadi, kemarahan Risma terkait bantuan 2 unit mobil Polymerase Chain Reaction (PCR) dari BNPB yang, konon, diserobot Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 Jatim itu “salah alamat”.

Dipastikan, Risma tak mendapat informasi akurat dari bawahannya. Inikah yang dimaksud Pangdam Brawijaya itu sebagai “drama” penanganan Covid-19 tersebut?

Seperti kata Pangdam Brawijaya, mari kita real semuanya. “Jangan cuma pakai data, fakta, atau drama dan sebagainya!”

***