Bapak kaga mau ngomongin #ReuniAkbar212diMonas ..?tumben..?knapa ya..maaf #cuma_nanya
Presiden Joko Widodo (Jokowi) adalah salah satu pejabat negara yang hadir ketika Aksi 212 dilangsungkan di lapangan Monas 2 Desember 2016 lalu. Aksi dua tahun lalu itu merupakan serentetan aksi-aksi serupa yang sebelumnya terjadi. Seperti yang dikatakan Ketua Dewan Pembina GNPF MUI saat itu Habib Rizieq Shihab (HRS), tujuan aksi ini sama, yaitu meminta agar Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok ditahan.
"Tujuannya tetap sama, tahan Ahok. Aksi bela Islam I tujuannya tahan ahok, aksi bela islam kedua tujuannya tahan ahok, aksi bela Islam 3 tujuannya tahan ahok," ujar Rizieq, seperti dikutip Detik.com (23/11/2016).
Oleh karena itu, ketika Majelis Hakim yang diketuai Dwiarso Budi Santiarto membacakan amar putusan bahwa Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) dinyatakan terbukti bersalah melakukan penodaan agama dan dihukum selama dua tahun penjara. Dengan demikian, aksi 212 tersebut dianggap sudah selesai dengan hasilnya Ahok menerima hukumannya. Alasan itu pula, yang membuat Gerakan Nasional Pengawal Fatwa (GNPF) MUI yang diketuai KH Bachtiar Nasir dibubarkan.
GNPF MUI Berubah Menjadi GNPF-U, dari membela Agama Menjadi Membela Prabowo?
Namun, belakangan muncul GNPF Ulama yang diketuai Yusuf Muhammad Martak, dan GNPF-U inilah yang tidak terkait dengan Majelis Ulama Indonesia (MUI). Kegiatannya tak lagi sebagai penjaga fatwa MUI, melainkan sudah menjurus ke ranah politik.
Nah, reuni Alumni 212 di lapangan Monas 2 Desember 2018 kemarin itulah sudah menjadi bagian dari tujuan politik GNPF-U. Di sinilah, masyarakat luas tidak memahaminya, bahwa apa yang diikutinya tak lagi bertujuan dakwah atau syariah, melainkan sudah masuk ke ranah politik, khususnya sebagai bekal menghadapi Pilpres 2019 nanti.
Dengan kata lain, Aksi 212 yang awalnya berkaitan dengan membela agama dalam menghadapi Ahok, sudah berubah dan dilencengkan untuk tujuan Pilpres 2019 menghadapi Jokowi. Bukankah, melalui Ijtimak ulama yang digelar GNPF-U dan Persaudaraan Alumni (PA) 212, hasilnya sudah terbukti menetapkan Prabowo Subianto sebagai capresnya.
Bahkan, peran orang-orang yang dianggap ulama, termasuk HRS sendiri tak bisa berbuat banyak, ketika Prabowo lebih memilih sendiri bakal Cawapresnya, yaitu Sandiaga Uno, serta menolak rekomendasi HRS, yaitu Salim Segaf Al-Jufri atau Ustadz Abdul Somad.
Dengan demikian, menjadi wajar, jika Jokowi batal diundang atau bahkan tidak disarankan untuk datang. Sejatinya acara tersebut memang bukan acara dakwah atau keagamaan, melainkan acara yang dikhususkan untuk Prabowo sendiri.
Jika reuni Alumni 212 ini benar-benar besar manfaatnya untuk agama, maka tentu saja akan dihadiri ulama-ulama kenamaan, seperti KH Abdullah Gymnastiar atau AA Gym, Ustadz Arifin Ilham, atau Ustadz Abdul Somad, yang memang secara khusus diundang panitia. Namun, kesemuanya tidak hadir, termasuk Ketua MUI KH Ma'ruf Amin.
Hal senada dikatakan Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi Mahfud MD. Menurut Menteri Pertahanan era Gus Dur ini, Reuni 212 merupakan acara yang ketiga setelah Reuni 212 sebelumnya pada 2017 dan aksi 212 pada 2016. Mahfud MD lantas mengatakan menurutnya Reuni 212 merupakan aksi dengan nuansa politik.
"Reuni 212 itu lebih merupakan aksi bernuansa politik, bukan aksi keagamaan," tulis Mahfud MD.
Sumber:
1. DETIK.com (23/11/2016) Habib Rizieq: Tujuan Demo 2 Desember Tetap Agar Ahok Ditahan
2. TribunNews.com (13/03/2018) "GNPF MUI Berubah Nama Jadi GNPF Ulama untuk Perjuangkan Misi yang Lebih Luas"
Welcome Citizen Polite!
Setelah melalui perjalanan cukup panjang sebagai website warga menulis politik yang ekslusif, kini PepNews terbuka untuk publik.
Para penulis warga yang memiliki minat dan fokus pada dunia politik mutakhir Tanah Air, dapat membuat akun dan mulai menuangan ide, pandangan, gagasan, opini, analisa maupun riset dalam bentuk narasi politik yang bernas, tajam, namun tetap sopan dalam penyampaian.
Wajah berganti, tampilan lebih “friendly”, nafas tetaplah sama. Perubahan ini bukan hanya pada wajah dan rupa tampilan, tetapi berikut jeroannya.
Apa makna dan konsekuensi “terbuka untuk publik”?
Maknanya, PepNews akan menjadi web portal warga yang tertarik menulis politik secara ringan, disampaikan secara bertutur, sebagaimana warga bercerita tentang peristiwa politik mutakhir yang mereka alami, lihat dan rasakan.
Konsekuensinya, akan ada serangkaian aturan adimistratif dan etis bagi warga yang bergabung di PepNews. Aturan paling mendasar adalah setiap penulis wajib menggunakan identitas asli sesuai kartu keterangan penduduk. Demikian juga foto profil yang digunakan.
Kewajiban menggunakan identitas asli berikut foto profil semata-mata keterbukaan itu sendiri, terlebih untuk menghindari fitnah serta upaya melawan hoax.
Terkait etis penulisan, setiap penulis bertanggung jawab terhadap apa yang ditulisnya dan terhadap gagasan yang dipikirkannya.
Penulis lainnya yang tergabung di PepNews dan bahkan pembaca umumnya, terbuka memberi tanggapan berupa dukungan maupun bantahan terhadap apa yang ditulisnya. Interaktivitas antarpenulis dan antara pembaca dengan penulis akan terbangun secara wajar.
Agar setiap tulisan layak baca, maka dilakukan “filtering” atau penyaringan tulisan berikut keterangan yang menyertainya seperti foto, video dan grafis sebelum ditayangkan.
Proses penyaringan oleh administrator atau editor dilakukan secepat mungkin, sehingga diupayakan dalam waktu paling lambat 1x24 jam sebuah tulisan warga sudah bisa ditayangkan.
Dengan mulai akan mengudaranya v2 (versi 2) PepNews ini, maka tagline pun berubah dari yang semula “Ga Penting Tapi Perlu” menjadi CITIZEN POLITE: “Write It Right!”
Mari Bergabung di PepNews dan mulailah menulis politik!
Pepih Nugraha,
CEO PepNews