Di antara 36 sajak strategi perang dalam Sun Zi Bingfa 'Seni Perang Sun Tzu' ada strategi ke-17 yang disebut melempar bata meraih giok, Pao Zhuan Yin Yu. Ini taktik memenangkan perang dengan menyogok jenderal lawan (dengan uang, perempuan, dan hal lain yang disukai jenderal musuh) sehingga kalahlah pasukannya.
Dalam dunia bisnis, taktik ini adalah dengan mengorbankan biaya tambahan untuk gimmick, misalnya dengan menggratiskan kaos kaki untuk setiap pembelian 3 buku tulis, biasa dilakukan pedagang pasar mingguan kecamatan di kampung saya tiap-tiap musim tahun ajaran baru.
Taktik ini juga beberapa pekan lalu dilakukan hyperm***. Untuk cepat-cepat mengosongkan persediaan mie instant agar tidak keburu kadaluarsa, mereka menjualnya dalam paket 3 biji plus 1 piring gratis.
Para pengusaha jasa mesin pengilingan padi di kawasan-kawasan persawahan di kampung saya juga menggunakan strategi ini. Mereka mengubah bussiness model. Jika sebelummnya petani membayar sekian rupiah untuk setiap kilogram gabah yang digiling, kini layanan itu gratis, cukup ditukar dengan dedak sampah penggilingan.
Bonus kaos kaki, piring, dan gratis giling padi adalah bata yang dilemparkan, dibuang demi giok yang lebih berharga: lebih cepat dan banyak buku terjual; persediaan mie instant segera habis sebelum kadaluarsa; dan dedak sebagai pakan babi yang harganya lebih mahal dibandingkan jasa penggilingan.
Ketika masih jadi kuli sebagai bisnis konsultan untuk sebuah program market for poor di NTT, strategi ini pula yang saya usulkan kepada service provider, produsen kontainer plastik kedap udara penyimpan jagung.
Jika dijual begitu saja, para petani mungkin tidak membeli karena belum benar-benar paham kegunaan barang itu untuk menghindarkan 20-60 persen jagung dalam penyimpanan mereka dari kerusakan oleh hama gudang (Sitophylus zeamays).
Agar laris, diberikanlah gimmick berupa terpal gratis setiap pembelian selusin. Selain karena terpal memang dibutuhkan sebagai lantai jemur, harga terpal di daerah saya juga mahal.
Bagi perusahaan, terpal gratis itu cuma batu bata. Hanya dengan mengalokasikan tambahan harga Rp 2.000 pada setiap unit portable silo atau silo jinjing (demikian kami menyebut barang itu), biaya gimmick terpal dapat tertutupi dengan 12 unit portable silo (sebab pabrik membelinya dalam rol besar, dan saat mengirimnya sepaket dengan portable silo sehingga gratis bea kirim).
Bagi petani, terpal gratis itu menerik sebab jika membeli di toko, mereka harus mengeluarkan uang Rp 80.000 - Rp 120.000 per lembarnya.
Strategi gimmick atau Pao Zhuan Yin Yu tak selalu berhasil. Namun lebih baik gagal mencoba dibandingkan tak melakukan terobosan sama sekali.
Tampaknya Presiden Joko Widodo juga sedang memainkan Pao Zhuan Yin Yu ketika menggratiskan Jembatan Suramadu.
Selama ini kontribusi tarif Jembatan Suramadu hanya sebesar Rp 120 miliar (Setelah beberapa kali pemotongan tarif dan penggratisan bagi kendaraan roda dua) hingga Rp 200 miliar per tahun (pada 2009 sebelum ada pemotongan tarif).
Nilai sebesar ini hanya ibarat batu bata, yang jika dibuang, digratiskan sebagai konsekuensi Jembatan Suramadu diubah dari jembatan tol menjadi jembatan biasa; Pemerintahan Joko Widodo berharap dapat meraih giok.
Apa giok yang bisa diperoleh dari membuang bata tarif Jembatan Suramadu?
Banyak! Pertumbuhan ekonomi di Madura akan membaik sebab investasi diharapkan bertumbuh, properti berkembang, tourisme meningkat.
Pada ujungnya pertumbuhan ekonomi meningkatkan kesejahteraan rakyat dan menambah penghasilan negara berupa pajak yang nilainya berkali lipat lebih besar dibandingkan pendapatan yang diperoleh dari tarif Jembatan Suramadu.
Pada dasarnya demikianlah pembangunan berjalan. Ketika pemerintah menggelontorkan anggaran untuk membangun infrastrutkur seperti jalan, jembatan, pelabuhan, bendungan, jaringan listrik, dan telekomunikasi, bukan pemasukan dari infrastruktur itu yang diutamakan melainkan efek dominonya berupa tumbuhnya aktivitas ekonomi yang meningkatkan pendapatan rakyat, juga pendapatan negara (pajak).
Dari pendapatan inilah negara membayar kembali investasi yang dikeluarkan untuk membangun infrastruktur.
Mengapa hanya Suramadu? Mengapa tol yang lain belum digratiskan?
Ya karena pertumbuhan ekonomi di Madura masih lambat, berdampak angka kemiskinan di Madura 16-23 persen, berbeda jauh dengan daerah lain di Jatim yang angka kemiskinannya hanya 4-6,7 persen.
Untuk memacu pertumbuhan ekonomi di Madura dibutuhkan pemantik, trigger, yiatu penggratisan Jembatan Suramadu itu agar biaya ekonomi pulang-pergi Madura kian efisien. Dampak serupa belum tentu terjadi di daerah-daerah yang sudah maju. Jadi belum tentu ada efek signifikan jika tol di Jabotabek digratiskan pula.
Apakah kebijakan ini politis untuk merebut suara di Madura?
Kubu Pendukung Prabowo-Sandiaga tampaknya panik dan marah Presiden Joko Widodo gratiskan penggunaan jembatan Suramadu. Sejumlah juru bicara Prabowo-Sandiaga menuduh kebijakan Joko Widodo sebagai pencitraan semata-mata.
Kepanikan ini bisa dimengerti. Pada Pilpres 2014 lalu Prabowo-Hatta menang di Madura dengan selisih cukup jauh. Kebijakan menggratiskan Jembatan Suramadu dikuatirkan menggerus perolehan suara Prabowo pada pilpres 2019 nanti.
Namun kecemasan kubu Prabowo ini berlebihan. Penggratisan Jembatan Suramadu hanya mempertegas potensi kehilangan suara Prabowo di Pulau Garam pada pemilihan presiden 2019 nanti.
Sebelum kebijakan ini, ada faktor lain, faktor utama bahkan, yang menyebabkan suara Prabowo-Sandiaga di Madura dalam pemilu presiden 2019 tidak akan sebesar perolehan Prabowo-Hatta dalam pilpres 2014. Faktor itu adalah Mahfud MD.
Pada pilpres 2014, kemenangan Prabowo-Hatta di sejumlah tempat bukan semata-mata karena faktor Prabowo-Hatta. Terlalu ke-pede-an jika menyangka begitu. Seperti halnya Prabowo-Hatta bisa menang di NTB karena faktor TGB Zainul Madji, kemenangan di Madura lebih karena sosok Mahfud MD yang saat itu menjadi ketua tim sukses.
Besarnya faktor Mahfud MD tampak dari peta perolehan suara antar kabupaten-kabupaten di Madura. Di Sampang, kampung asal orang tua dan tanah kelahiran Mahfud MD, pasangan Prabowo-Hatta meraih sekitar 75 persen suara. Di Kabupaten Pamekasan, tempat Mahfud tumbuh sejak kecil hingga menyelesaikan pendidikan guru agama, Prabowo-Hatta meraih 74 persen suara.
Namun di Sumenep, yang tak berhubungan kuat dengan latar belakang Mahfud MD, Prabowo-Hatta hanya meraih 54 persen suara, selisih tipis dengan Jokowi-JK.
Kini dengan tidak ada lagi dukungan Mahfud MD, suara Prabowo-Sandiaga Uno dalam pilpres 2019 akan anjlok.
Jadi tanpa menggratiskan Jembatan Suramadu pun Jokowi-Ma'ruf Amin sudah bisa mengalahkan Prabowo di Madura. Madura bukan basis Prabowo. Madura adalah basis Mahfud MD. Jangan ke-pede-an!
Sumber:
Dipublikasi sebelumnya di Kompasiana.com/tilariapadika
Welcome Citizen Polite!
Setelah melalui perjalanan cukup panjang sebagai website warga menulis politik yang ekslusif, kini PepNews terbuka untuk publik.
Para penulis warga yang memiliki minat dan fokus pada dunia politik mutakhir Tanah Air, dapat membuat akun dan mulai menuangan ide, pandangan, gagasan, opini, analisa maupun riset dalam bentuk narasi politik yang bernas, tajam, namun tetap sopan dalam penyampaian.
Wajah berganti, tampilan lebih “friendly”, nafas tetaplah sama. Perubahan ini bukan hanya pada wajah dan rupa tampilan, tetapi berikut jeroannya.
Apa makna dan konsekuensi “terbuka untuk publik”?
Maknanya, PepNews akan menjadi web portal warga yang tertarik menulis politik secara ringan, disampaikan secara bertutur, sebagaimana warga bercerita tentang peristiwa politik mutakhir yang mereka alami, lihat dan rasakan.
Konsekuensinya, akan ada serangkaian aturan adimistratif dan etis bagi warga yang bergabung di PepNews. Aturan paling mendasar adalah setiap penulis wajib menggunakan identitas asli sesuai kartu keterangan penduduk. Demikian juga foto profil yang digunakan.
Kewajiban menggunakan identitas asli berikut foto profil semata-mata keterbukaan itu sendiri, terlebih untuk menghindari fitnah serta upaya melawan hoax.
Terkait etis penulisan, setiap penulis bertanggung jawab terhadap apa yang ditulisnya dan terhadap gagasan yang dipikirkannya.
Penulis lainnya yang tergabung di PepNews dan bahkan pembaca umumnya, terbuka memberi tanggapan berupa dukungan maupun bantahan terhadap apa yang ditulisnya. Interaktivitas antarpenulis dan antara pembaca dengan penulis akan terbangun secara wajar.
Agar setiap tulisan layak baca, maka dilakukan “filtering” atau penyaringan tulisan berikut keterangan yang menyertainya seperti foto, video dan grafis sebelum ditayangkan.
Proses penyaringan oleh administrator atau editor dilakukan secepat mungkin, sehingga diupayakan dalam waktu paling lambat 1x24 jam sebuah tulisan warga sudah bisa ditayangkan.
Dengan mulai akan mengudaranya v2 (versi 2) PepNews ini, maka tagline pun berubah dari yang semula “Ga Penting Tapi Perlu” menjadi CITIZEN POLITE: “Write It Right!”
Mari Bergabung di PepNews dan mulailah menulis politik!
Pepih Nugraha,
CEO PepNews